Ervin segera meminta Elina menghentikan pijatannya. Gadis itu langsung turun dari tubuh Ervin. Melihat suaminya yang buru-buru memakai pakaian membuat Elina langsung membuka kancing piyamanya. Ervin yang melihat Elina akan membuka pakaiannya pun segera menghentikan.
“Kenapa Mister?” tanya Elina bingung.
“Jangan sekarang, aku belum siap,” kata Ervin membuat Elina kebingungan. Pelan-pelan Ervin turun dari tempat tidur, tanpa banyak bicara ia berlari keluar kamar . Melihat Ervin ketakutan seperti melihat hantu membuat Elina jengkel.
“Kenapa dia kabur sih? Terus yang mijit aku siapa? Katanya mau gantian,” gumam Elina kesal. Barus saja ia ingin membuka pakaian supaya Ervin bisa memijitnya, tetapi suaminya malah kabur. Elina yang kesal memutuskan untuk tidur, memikirkan Ervin hanya membuatnya pusing.
***
Detak jantung yang menggila membuat Ervin berkali-kali menghela napas. Akhir-akhir ini pikirannya jadi kacau karena tingkah Elina yang selalu menggodanya. Ditambah Cinta yang selalu menghubungi Ervin. Memikirkan kedua gadis itu membuat kepalanya pusing.
Ervin menarik kursi dekat meja belajarnya.Ia segera menghubungi seseorang yang bisa membantu. Sambungan terhubung, tidak butuh waktu lama panggilan diterima. Ervin menghela napas saat mendengar salam dari seberang.
“Bob, akhirnya aku bisa nelpon kamu,” kata Ervin.
“Tumben, Vin, kenapa? Kangen?” tanya Boby dari seberang sana. Ervin bergidik ngeri mendengar ucapan Boby.
“Sorry, aku masih waras buat kangen sama cowok. Aku mau curhat,” kata Ervin. Ini kedua kalinya ia curhat pada Boby. Hanya Boby satu-satunya teman yang memberi solusi tanpa masalah. Jujur saja Ervin lebih suka cerita sesuatu pada Boby dari pada temannya yang lain.
“Masalah istri kamu?” tanya Boby. Ervin mengangguk tanpa sadar.
“Bukan cuma itu, teman SMA aku tiba-tiba muncul. Dia bilang suka sama aku,” kata Ervin. Tubuhnya bersandar pada kursi. Sebisa mungkin ia memelankan suaranya supaya Elina tidak mendengar.
“Terus kamu bilang apa ke teman kamu itu?” tanya Boby. Terdengar suara berisik di seberang sana membuat Ervin menduga kalau Boby berada di tempat kerja.
“Aku nggak ada bilang apa-apa. Aku nggak enak nyuruh dia menjauh. Kasihan juga, dia tinggal sendiri di Jakarta,” kata Ervin. Boby terdengar menghela napas.
“Vin, kalau kamu nggak jujur semua akan jadi rumit. Dia akan terus berharap sedangkan kamu sudah punya istri. Bayangin kalau istri kamu melakukan hal yang sama seperti yang kamu lakukan, pasti kamu marah, kan?”
Ervin berpikir sejenak tentang perkataan Boby. Ada benarnya juga apa yang temannya katakan, akhir-akhir ini Elina sedikit galak padanya terlebih setelah kejadian tadi siang yang membuat Elina semakin curiga.
“Aku coba deh, semoga saja dia nggak marah,” kata Ervin.
“Semoga berhasil. Kalau ada masalah apa pun selesaikan di tempat tidur, biar adem,” ucap Boby sambil tertawa. Ervin segera menutup sambungannya. Ia bergegas ke kamar Elina untuk bicara. Namun, melihat lampu kamar itu redup membuat Ervin mengurungkan niatnya. Sepertinya Elina sudah tidur.
“Selamat malam, Elina,” bisik Ervin di depan pintu kamar istrinya.
***
Setelah kejadian di parkiran itu Ervin tidak lagi mendapat pesan dari Cinta. Hidupnya kembali normal bersama Elina. Bahkan Ervin sampai lupa memberitahu Elina tentang gadis itu. Sudah sebulan lamanya ia merasakan kebahagiaan seperti dulu. Tidak ada lagi sesuatu yang ditutupi. Sejujurnya Ervin merasa khawatir karena Cinta hidup sendiri di Jakarta. Ia takut terjadi sesuatu pada gadis itu, tetapi Ervin bukan siapa-siapa. Mereka tidak ada hubungan selain pertemanan.
“El, mau makan di luar?” tanya Ervin. Elina yang sedang belajar tiba-tiba menoleh dan langsung menutup bukunya.
“Mister nggak bohong, kan?” tanya Elina memastikan. Ia tidak mau menaruh harapan terlalu tinggi.
“Nggak, Kamu mau makan di luar?” Ervin kembali bertanya membuat Elina mengangguk semangat. Jarang-jarang ia bisa pergi makan malam bersama Ervin. Suaminya sebentar lagi lulus, sekarang saja Ervin disibukkan dengan skripsi. Bukan cuma materinya yang sulit, tetapi nyari tanda tangan dosennya juga susah. Begitulah keluhan suaminya setiap kali pulang kampus.
“Aku tunggu di luar,ya.”
Elina bergegas mengganti pakaian. Ia berdandan cantik dan tidak lupa menyemprotkan parfume ke tubuhnya. Gadis itu terdiam beberapa saat menatap pantulan diri di depan cermin. Ia lupa bertanya pada Ervin tempat makan yang akan mereka kunjungi. Elina bergegas keluar mencari suaminya.
“Mister,” panggil Elina melihat Ervin duduk di depan televisi. Penampilan suaminya jauh dari kata mewah berbeda dengan pakaian yang Elina kenakan. Ervin hanya memakai celana selutut ditambah baju kaos biasa. Tidak ada ciri-ciri Ervin membawanya ke restaurant mewah.
“Eh, kamu sudah siap? Rapi banget.” Ervin menatap penampilan Elina dari atas sampai bawah. Elina merasakan sesuatu yang kurang baik dari perkataan Ervin.
“Kita mau makan di restaurant, ‘kan?” tanya Elina. Ervin tanpa beban langsung menggeleng.
“Makan di warng Cak Min, ada menu bakso lobster,” kata Ervin membuat Elina cemberut. Capek-capek ia berdandan, tapi mereka hanya makan bakso.
“Kita nggak makan di restaurant?” tanya Elina lagi. Ia sengaja memanyunkan bibirnya supaya Ervin mau mengubah rencana.
“Siapa yang bilang makan di restaurant? Kita makan di luar, di warung Cak Min,” tegas Ervin.
Elina benar-benar kecewa. Ia pikir mereka akan makan malam romantis di restaurant. Melihat kekecewaan itu Ervin pun berdiri menghampiri istrinya. Ia menangkup kedua sisi wajah Elina yang tertunduk lemas sampai mereka bertatapan. Akhir-akhir ini perubahan perasaan Elina cepat sekali. Ervin jadi berpikir apa istrinya mengalami PMS sebulan penuh?
“Nanti kalau skripsi aku sudah kelar kita makan malam di restaurant, ya,” ucap Ervin lembut. Elina mengangguk lalu kembali ke kemarnya untuk berganti baju. Ervin mengusap dadanya karena Elina tidak marah dengan janji-janjinya yang belum ditepati. Termasuk membelikan gadis itu tiga es krim yang sejak sebulan lalu ia janjikan.
“Mister,” panggil Elina yang sudah berganti pakaian dengan celana panjang dan kaos biasa. Ervin menggandeng tangan istrinya. Tidak jauh dari rumah mereka ada warung bakso langganan Ervin. Langganan ngutang kalau lagi nggak punya duit.
Elina terlihat menikmati makanannya, walau sederhana ia tetap senang karena Ervin ada bersamanya. Elina bahkan menambah satu porsi yang membuat Ervin geleng-geleng. Ia ingin mengatakan tubuh Elina lebih berisi dari sebelumnya, tetapi ia urungkan niat itu supaya Elina tidak tersinggung. Gadis mana yang suka dikatakan gendut.
Setelah selesai makan mereka pun pulang. Menurut Elina jalan bersama sambil bergandengan tangan adalah sesuatu yang lebih romantis dari sekadar memberi bunga. Ervin menggenggam tangannya erat membuat hati Elina menghangat.Ia merasa dilindungi.
“Mister, aku langsung tidur ya. Ngantuk banget,” kata Elina ketika mereka sampai di rumah. Sesekali ia menguap. Ervin mencium kening istrinya membuat gadis itu terhenyak. Meski mereka sudah pernah melakukan hubungan suami istri, tetap saja ciuman di kening membuat gadis itu masih berdebar-debar.
“Mimpi yang indah. Aku mau lanjut buat skripsi dulu,” kata Ervin sebelum masuk ke kamarnya. Elina mengusap keningnya sambil tersenyum girang. Ia tidak yakin bisa tidur nyenyak malam ini tanpa membayangkan wajah Ervin.
***
Elina terbangun saat merasakan perutnya mual tak tertahankan. Ia berlari ke kamar mandi lalu memuntahkan makanan yang ada di perutnya. Tubuhnya seketika lemas sehingga ia terduduk di lantai kamar mandi. Rasa mual itu kembali datang bertubi-tubi.
Ervin yang baru selesai memasak mendengar suara aneh dari kamar mandi. Ia segera menghampiri istrinya. Melihat Elina duduk tak berdaya di kamar mandi membuat Ervin khawatir.
“El, kamu sakit? Wajah kamu pucat,” kata Ervin. Air mata mengalir dari sudut mata istrinya. Gadis itu menangis. Ervin memeluknya untuk menenangkan sang istri, tetapi Elina buru-buru mendorong menjauh. Ia kembali memuntahkan cairan yang ada di perutnya.
“El, kita ke rumah sakit sekarang, ya,” ucap Ervi sembari mengusap punggung Elina. Gadis itu hanya menangis membiarkan Ervin membopong dirinya ke kamar. Kaki Elina terasa lemas seperti tak bertulang. Ervin menghubungi Tristan untuk mengirimkan sopir ke rumahnya. Setelah sambungan terputus ia pun mengganti pakaian Elina.
“Kamu yang sabar, ya, sebentar lagi sopirnya datang.” Ervin coba menenangkan Elina yang terus menangis.
“Mister aku lemas banget.” Elina meremas tangan suaminya. Ervin semakin takut, terlebih semalam Elina makan di warung bakso. Ia takut Elina keracunan. Ervin mengutuk dirinya jika sampai itu terjadi.
“Iya, El, kamu jangan khawatir. Kamu akan baik-baik saja,” ucap Ervin. Suara mobil terdengar memasuki halaman rumah. Ervin bergegas menggendong Elina. Sopir dengan sigap membuka pintu belakang. Ervin segera mengunci pintu rumahnya lalu bergegas masuk ke mobil.
***
Ervin sangat cemas karena dokter belum selesai memeriksa Elina. Ia mundar mandir di depan ruangan dokter untuk meredakan kecemasannya.
“Pak Ervin silakan masuk,” ucap dokter itu setelah pintu terbuka. Ervin bergegas masuk lalu menutup pintu ruangan. Ia duduk di samping Elina yang kini terlihat sudah membaik.Bahkan wajah yang awalnya pucat kini sudah kembali segar.
“Bisa diceritakan hubungan kalian berdua? Apakah kalian berpacaran?” tanya dokter wanita itu. Lipstik merahnya membuat sang dokter terlihat dewasa, suaranya yang lembut membuat siapa pun yang mendengar merasa tenang.
“Kami sudah menikah, Dok,” sahut Ervin. Dokter tersenyum lembut.
“Maaf, kalian menikah karena hamil duluan?” tanya dokter itu lagi. Ervin langsung menggeleng.
“Kami dijodohkan,” jawabnya.
“Oh, nikah muda, pasti sangat menyenangkan bisa pacaran setelah menikah. Apa kalian saling mencintai?” tanya dokter itu lagi. Elina yang mendengar pertanyaan itu merasa sedikit risih seolah ibu dokter ingin tahu masalah pribadi mereka.
“Kami menikah dua tahun yang lalu. Saya sangat mencintai Elina,” ucap Ervin. Pipi Elina bersemu, ia menatap Ervin malu-malu.
“Syukur kalau begitu, saya senang mendengarnya. Selamat Pak Ervin sebentar lagi Anda akan jadi bapak.Ibu Elina sedang hamil,” kata dokter membuat senyum Ervin dan Elina memudar.
“APA? HAMIL?” ujar mereka kompak.