Dean mengenderai mobilnya dengan kecepatan tinggi dan melewati jalanan yang sangat sepi, saat ia bicara dengan Luna tadi, tiba-tiba saja rekannya menghubunginya dan mengatakan bahwa orang yang mereka cari ada di pelabuhan kota Belguaze yang berarti komplotan yang sempat membuat Dean kewalahan ingin kabur begitu saja. Hal itu tentu membuat Dean marah dan ingin menangkapnya secara langsung oleh tangannya sendiri.
Rahang Dean mengeras bersamaan dengan pandangan matanya yang menajam saat ia mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu, kejadian yang benar-benar membuat dirinya kalang kabut dan kehilangan akal. Saat itu, Dean berusaha untuk membuat kesepakatan dengan komplotan yang sering membuat bom untuk teror dari kota ke kota, tapi kesalahan besar dilakukan oleh Dean karena terlalu meremehkan komplotan itu, sehingga suatu waktu yang tidak disadari oleh Dean, komplotan ini tetap melakukan aksi kejahatannya dan menghancurkan seluruh panti yang berada di kota sebelah yaitu kota Anadarma.
“Dasar k*****t!” teriak Dean tidak dapat menahan emosinya.
Dean belakangan ini terlalu banyak pikiran, hal itu membuatnya menjadi banyak tidak fokus dengan kejamnya dunia yang sekarang ditempatinya. Mungkin kelihatannya saja Dean berada di dunia seperti manusia pada umumnya, orang mungkin akan melihat Dean sebagai sosok idaman karena sangat bijaksana, beribawa, dan memiliki harta belimpah. Tetapi. Semua itu hanyalah ilusi belaka, dibalik dari semua itu ada banyak darah yang harus terbantai, bahkan orang tidak bersalah sekalipun terlibat.
Pikiran Dean perlahan mulai kembali fokus ke jalanan, ia harus datang ke pelabuhan yang ditujunya itu tepat waktu, supaya tidak ada hal yang akan disesalinya lagi. Langit yang menyinari jalanan Dean sudah mulai kekurangan cahayanya karena tertutup oleh awan kelabu yang menjulang tinggi dan menyebar, saat menyadari hal itu, Dean segera melajukan mobilnya dengan cepat supaya sampai tujuan sebelum ada banyak rintik hujan yang nantinya akan menghalangi pengejarannya.
***
“Apa ia benar-benar ingin membuatku mati kelaparan?” celetuk Luna dengan nada kesalnya saat melihat jam besar yang ada di ruangan kerja Dean.
Jam disana menunjukkan pukul tiga siang yang menandakan Dean sepertinya tidak akan pulang secepat itu, lagipula diluar suda terdengar suara rintikan hujan. Jari jemari lentik Luna memukul-mukul Sofa yang sedang ditidurinya itu dengan pelan, matanya secara liar melihat kesana kemari meneliti ruangan yang terlihat klasik tetapi sangat berkesan itu.
“Apa ia tidak takut jika aku membuka banyak dokumen rahasianya di ruangan kerjanya?” gumam Luna dan mulai tertarik untuk berkeliling.
Luna sudah sangat bosan karena ia hanya duduk dan rebahan saja sedari tadi tanpa melakukan apapun. Sayangnya ia tidak berpikiran dengan cepat bahwa akan lebih baik jika ia memanfaatkan waktunya itu untuk mngetahui orang seperti apa Dean.
Tubuh Luna tanpa disadarinya sudah berdiri dan bergerak berpindah tempat secara perlahan, kakinya dengan langkah pelan mengitari ruangan itu, mata Luna terfokus pada sebuah rak buku yang ditutup oleh sebuah kaca benin. Luna menuju ke rak itu dengan perlahan dan mengambil sarung tangan yang ada di sakunya.
“Untung saja aku masih menyimpan ini,” gumam Luna dan memakai sarung tangan bening itu.
Saat berada di depan rak buku coklat klasik yang cukup tinggi dan lebar itu, Luna mulai meraba-raba kaca yang ada di depannya itu dengan pelan, “Hanya kaca biasa,” gumam Luna dan mulai tangannya kemudian pergi ke pegangan untuk membuka lemari itu.
Luna mulai menarik pegangan rak itu secara perlahan dan terbuka dengan mudah. Rak itu tidak terkunci, Luna langsung mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan itu sampai ke atas sekalipun, ia harus memastikan bahwa di ruangan itu tidak terdapat sebuah kamera pengawas yang malah akan merugikan dirinya jika berperilaku seenaknya.
“Bagus, sepertinya tidak ada. Ia memiliki pola pikir yang sama denganku,” gumam Luna dan ia melanjutkan kegiatannya mengecek isi rak yang penuh buku itu.
Luna menyentuh dan meraba permukaan buku yang terususun dengan sangat rapi dan banyak disana. Warna buku sangat beragam, tetapi dominan warna gelap. “Ia hanya menyimpan n****+ dan buku non-fiksi yang membuatku mual hanya dengan melihat judulnya saja,” ujar Luna.
Setelah Luna memperhatikan banyak buku yang tersusun dengan rapi itu, Luna belum menemukan apapun selain hanya hal yang menurut Luna itu tidak penting sama sekali. Luna menoleh ke sisi kanannya dan memperhatikan meja Dean yang tidak jauh darinya itu, Luna berpikir mungkin ia akan menemukan sesuatu yang dibutuhkannya jika ia mencari sesuatu disana.
“Apa ada hal yang penting disini..” lirih Luna seraya mulau mengacak meja Dean dengan cepat.
“Ayo Luna! Kau harus menemukan setidaknya sedikit petunjuk saja,” gumam Luna.
Luna tidak menemukan apapun diatas meja Dean karena disana sangat bersih, Luna menundukkan kepalanya dan membuka laci meja yan ada disana. Luna hanya menemukan beberapa alat tulis yang pastinya tidak bisa dijadikan petunjuk, kemudian ia membuka lemari kecil yang ada di bawahnya dan menemukan sejumlah dokumen yang berumpuk.
Tangan Luna dengan cepat mengambilnya dan menaruhnya di atas meja yang mengkilap itu, “Apa? Bagaimana mungkin dokumen ini berdebu?” ucap Luna.
“Sial! Aku harus membersihkan mejanya! Pasti jebakan,” gumam Luna dan menarik dokumen itu dari atas meja Dean dan mengelap meja itu dengan lengan baju panjang miliknya.
Luna kemudian duduk di bawah dan mengecek dokumen itu di lantai dengan membuka apa yang ada di dalamnya. Luna membalik-balik kertas yang ada dengan dahi yang berkerut dan atmosfer yang mulai memanas karena Luna khawatir bagaimana jika ada yang masuk ke ruangan Dean, sedangkan ia terlihat seperti seorang pencuri.
“Ah lupakan! Ayo fokus Luna..”
Bibir kecil Luna berkomat-kamit membaca dengan pelan apa yang ada di dokumen itu, “Ekspor narkotika, impor narkotika, ganja, heroin, kafein, kokain...” Luna berhenti membaca dan merasakan ada yang aneh dari apa yang dibacanya.
“Ia berdagang obat terlarang?” gumam Luna dan mengedarkan pandangannya untuk mengecek ruangan yang luas itu.
“Tidak mungkin ia memiliki rumah semewah ini, pasti ada hal lain yang dilakukannya,” gumam Luna dan kembali menyusun dokumen itu.
Luna mengembalikannya dan mengecek kertas-kertas lain yang berada di bawahnya.
Tuk... Tuk... Tuk...
Terdengar suara langkah kaki yang mendekat, itu merupakan suara tabrakan sepatu pantofel dengan keramik yang ada di luar ruangan.
“Sial! Dia sudah kembal saja,” gerutu Luna dan cepat-cepat menyusun kembali apa yang terlah ia buat berantakan.
Luna membuka sarung tangannya dan kembali memasukkannya ke dalam sakunya dan kemudian berlari dengan cepat kembali ke Sofa. Menetralkan pernapasannya supaya ia terlihat rileks dan santai.
Ckleek
Suara pintu terbuka dan disana menampilkan Dean yang terlihat suda selesai dengan pekerjannya, mukanya seperti biasa, sangat datar dan tidak mampu untuk berekspresi. “Ah.. kau sudah kembali?” tanya Luna basa-basi.
Dean melirik Luna yang berada di sisi kirinya itu dan menaikkan sebelah alisnya curiga, “Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Dean.
“Aku? Tentu saja menunggumu kembali,” jawab Luna cepat.
“Maksudku ... Kenapa kau terlihat seperti sedang berolahraga berat?”
“Aku baru saja terbangun dan bermimpi buruk, jadi aku sedikit sesak napas karena itu,” balas Luna.
Dean mengangguk dan kembali menatap ke depan, tepat pada meja di ruangan kerjanya. “Apa kau yang membuka lemari kaca tempat buku milikku, Luna? Kau sepertinya lupa untuk menutupnya,.”