Bab 7. Pengorbanan Bella

1032 Kata
Bella merasa lega, saat dia keluar dari rumah mewah yang memiliki 3 lantai itu. Seperti baru saja keluar dari sarang buaya. Di dalam sana tadi, dia benar-benar ketakutan setengah mati. Harga dirinya akan kembali terkoyak dan hancur, apabila ketiga pria itu benar-benar melecehkannya. Memikirkannya saja sudah sangat menyeramkan. Dengan satu orang seperti Leandro saja, Bella hampir mati melakukannya, apalagi dengan tiga orang pria sekaligus. Bisa-bisa dia hancur! "Sebenarnya siapa dia? Kenapa dia memilki banyak pengawal dan terlihat menyeramkan. Tidak hanya itu, sepertinya dia tidak waras. Mana bisa dia memberikanku pada tiga anak buahnya itu? Ya, walaupun pada akhirnya dia menolongku. Tapi ...," lirih Bella sambil menghela napas panjang. Tiba-tiba saja dia teringat dengan kejadian malam panas penuh gelora dengan Leandro saat di hotel dekat pantai itu. Betapa ganasnya Leandro, membolak-balikkan tubuhnya menjadi tengkurap dan terlentang dengan mudah. Menghentak bagian bawah tubuhnya dengan dalam sampai membuatnya menjerit berkali-kali. Bertarung antara rasa sakit dan nikmat yang bercampur menjadi satu. Tentang bagaimana bibir, lidah dan gigi Leandro menginvasi tubuhnya, meninggalkan jejak-jejak kemerahan. Bagaimana cairan vanila hangat itu menyembur ke dalam miliknya sampai penuh? Bella masih merasakannya, bagian bawahnya yang masih sakit dan lecet adalah bukti perbuatan Leandro yang ganas. "Astaga! Apa yang aku pikirkan!" Bella menepuk kedua pipinya, saat dia menyadari kalau pikirannya sudah mulai vulgar. Ini tidak benar dan dia mesti menepis pikiran itu. Menghilangkan adegan malam pertamanya dan Leandro. Sialnya, jantung Bella malah berdetak cepat saat memikirkan hal itu lagi. "Daripada aku memikirkan dia terus, lebih baik aku pergi, aku harus segera ke rumah sakit." Tanpa wanita itu sadari, seorang anak buah Leandro mengikuti Bella diam-diam. Dia berusaha tidak terlihat oleh Bella untuk memastikan Bella sungguh-sungguh pergi ke rumah sakit dan tidak kemana-mana dulu. Sore itu, Bella tiba di rumah sakit. Akhirnya dia bisa melihat ibunya membuka mata, setelah beberapa hari yang lalu ibunya mengalami koma, karena keadaannya yang kritis akibat menunda-nunda operasi. Syukurlah, tuhan masih menyelamatkan nyawa wanita itu. "Ibu!" "Bella? Astaga, Bella ..." Wanita yang usianya sekitar 40 tahunan itu tersenyum lembut, menyambut Bella. Kedua matanya berembun, bibirnya tampak pucat pasi. Dia peluk wanita yang dipanggilnya ibu itu, lalu dia menghirup aroma tubuhnya. Menciumi kedua pipi tirusnya itu dengan penuh kasih sayang. Pengorbanannya melelang keperawanan, ternyata tidak sia-sia. Meski Frederick si penyelanggara acara sempat mengkhianatinya dengan tidak memberikan uang itu. Syukurlah ibunya selamat, karena bantuan dari Leandro dan Bella mengakui itu. "Ibu pikir, ibu tidak akan bisa melihatmu lagi, Bella. Rupanya Tuhan masih mengizinkan raga ibu memiliki nyawa ini," ucap wanita itu dengan berderai air mata. Dia pikir, dia tidak akan bisa melihat Bella lagi untuk selamanya. "Iya ibu, aku juga berpikir kalau aku akan kehilangan ibu. Jika ibu tidak ada di dunia ini lagi, apa gunanya aku hidup? Aku hanya memiliki ibu," kata Bella sambil mengusap wajah ibunya, menatap lembut kedua mata Maria yang memerah dan berlinang air mata. Bella tak punya siapa-siapa lagi lagi di dunia ini selain ibunya. Selama ini dia hidup untuk ibunya, bahkan memutuskan untuk tidak kuliah, demi memenuhi kebutuhan mereka berdua dan biaya untuk penyakit ibunya. Sampai-sampai dia tidak punya jalan lain dengan melelang keperawanannya. Hal yang sangat dilarang oleh ibunya. "Ibu, aku merindukanmu." "Bella, ibu juga sangat merindukanmu." Maria tersenyum melihat putrinya baik-baik saja. Ibu dan anak itu pun makan bersama, Bella menyuapi Maria. Mereka makan sambil berbincang-bincang tentang apa yang terjadi selama Maria koma dan dioperasi. "Bella, uang operasi itu ... dari mana kau mendapatkannya? Pasti tidak sedikit kan? Tunggakan rumah sakit juga. Tidak mungkin ibu dioperasi sedangkan uangnya belum diberikan." "Semuanya sudah selesai Bu," ucap Bella sambil tersenyum tipis, menyembunyikan kesedihannya. "Apa kau berhutang lagi pada tuan Roberto? Tidak! Jangan sampai kau berhutang padanya, laki-laki jahat itu ingin memilikimu Bella!" Maria memikirkan tentang seorang rentenir bernama Roberto yang selalu mengincar putrinya dan selalu overthinking terhadap pria itu. Bahkan, Maria pernah memukuli Roberto yang akan memperkosa putrinya sampai Maria pernah dipenjara. Wanita cantik bermata hazel itu menggelengkan kepalanya. "Tidak Bu. Ibu tenang saja, aku tidak meminjam uang darinya lagi." Maria menghela napas lega, karena mendengar jawaban putrinya yang tidak berkaitan dengan Roberto lagi. "Lantas siapa yang sudah meminjamkanmu uang untuk membayarnya, Bella?" tanya Maria seraya memperhatikan kedua mata Bella dengan lekat. "Sebenarnya aku sudah membayarnya dengan keperawananku, Bu." Batin Bella yang ingin menjawab seperti itu, tapi dia tidak berani membuat ibunya kecewa dan sakit lagi dengan pilihan yang diambilnya. "Bella, jawab ibu!" seru Maria. "Ada ... seorang pria baik yang sudah meminjamkanku uang, Bu. Aku akan bekerja untuknya," ucap Bella menjelaskan sambil tersenyum. Berusaha terlihat jujur, menutupi dustanya pada sang ibu. "Kerja apa Bella? Kau tidak kerja macam-macam kan?" cerca Maria dengan curiga. Dia tau biaya operasinya tidak sedikit, pastinya orang yang meminjamkan uang pada Bella, menginginkan sesuatu yang besar juga. "Aku bekerja sebagai ..." Bella menjeda kalimatnya di sana. Dia tampak ragu mau menjawab apa. "Sebagai apa, Bella?" tanya Maria yang penasaran, karena putrinya menggantung ucapannya di sana. "Aku bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumahnya." "Ibu, maafkan aku sudah berbohong kepada ibu. Sekali ini saja." Batin Bella merasa bersalah. Wanita cantik berambut coklat itu, sselama ini dia selalu berkata jujur kepada ibunya dan tidak pernah berbohong sekalipun mengenai apapun. Tapi, untuk sekali ini dia berdusta pada ibunya. Maria tampaknya tidak langsung percaya begitu saja dengan perkataan Bella. Matanya menelisik ke dalam mata Bella, keningnya berkerut dan menunjukkan keraguan. "Ibu mau bicara dengan orang baik yang meminjamkan uang kepadamu itu." "A-apa, Bu?" Bella terkejut mendengar perkataan ibunya. "Apa kau bisa membawanya kemari, sekarang, Bella?" Pinta Maria kepada gadis itu. "Tidak bisa sekarang Bu. Majikanku sedang sibuk dan keadaan ibu juga masih belum pulih. Kita bisa bertemu dengan majikanku, nanti lagi ya." Alibi Bella agar bisa mengulur waktu dan membuat ibunya tidak menanyakan Leandro lagi. "Bisa gawat kalau sampai ibu tahu tentang si tuan gila itu. Aku juga belum bicara apa-apa padanya dan meminta berbohong di depan ibu." Batin Bella panik. "Baik, tapi kau harus mempertemukan ibu dengannya nanti Bella. Ibu harus berterimakasih kepadanya dan tahu seperti apa majikanmu itu. Tampaknya dia sangat baik, dia adalah malaikat penolong kita." Maria mulai berpikiran positif, jika sosok Leandro adalah sosok malaikat penolong untuknya dan Bella. "Kau salah ibu, dia bukan malaikat penolong ... sepertinya dia lebih cocok disebut malaikat maut," jawab Bella dalam hatinya. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN