Bab 8. Tolong Aku!

954 Kata
Keadaan Maria belum bisa dikatakan baik-baik saja, walaupun wanita itu sudah dioperasi. Akan tetapi, kankernya masih tetap bersarang ditubuhnya. Operasi paru-paru hanya untuk membuatnya bertahan, bukan untuk menyembuhkan penyakitnya. Malam itu, setelah ibunya tidur sehabis meminum obat dan makan malam. Bella memutuskan untuk pulang ke rumahnya terlebih dahulu dan membersihkan dirinya, serta mengganti baju. "Suster, saya titip ibu saya ya? Saya akan pulang ke rumah sebentar." Bella berbicara pada seorang suster yang bertugas jaga memeriksa ibunya pada malam ini. Bella sudah cukup lama mengenal suster itu, karena ibunya sudah lama berada di rumah sakit. "Baik, Nona." "Kalau ada apa-apa, tolong beritahu saya. Suster tahu kan nomor kontak tetangga saya, yang pernah saya berikan waktu itu?" kata Bella mewanti-wanti. "Iya Nona, saya sudah tahu. Nona tenang saja, saya akan mengabari bila terjadi sesuatu pada Nyonya Maria." Suster itu terlihat ramah pada Bella. "Terimakasih, Suster." Setelah berpamitan kepada suster itu dan memastikan ibunya sudah tertidur lelap. Bella melangkahkan kakinya pergi meninggalkan rumah sakit. Baru saja dia keluar dari ruang rawat ibunya, seorang dokter muda sedang berjalan di belakangnya. Dia memperhatikan Bella sedari tadi. "Selamat' malam dokter Harison!" sapa suster yang tadi berbicara dengan Bella, kepada dokter muda itu. "Selamat malam juga, suster." Suster itu langsung tersenyum senang saat dia mendengar dokter muda itu membalas sapaannya. Padahal biasanya si dokter muda itu tidak pernah membalas sapaan siapapun. "Suster, siapa gadis yang baru saja keluar dari ruangan ini?" tanya dokter muda itu seraya melirik sekilas ke arah ruang rawat Maria. "Gadis itu adalah anak dari seorang wanita yang dirawat di ruangan ini, Dok. Kenapa dok? Apa dokter mengenalnya?" Suster itu bertanya balik pada si dokter, barangkali dokter itu mengenal Bella. "Tidak apa-apa. Hanya saja ..." Dokter muda itu menggantung kalimatnya di sana. Dia tampak memikirkan sesuatu. "Wajahnya tidak asing," sambung dokter muda itu dalam hatinya. Dia merasa Bella tidak asing baginya. "Hanya apa dok?" "Tidak apa-apa." Tidak mau membahas lebih lanjut tentang Bella, kepada suster itu. Dokter muda tersebut melangkah pergi begitu saja dari sana. Suster itu merasa sedih, karena dokter muda incarannya terlihat tertarik pada Bella. Sebab, selama ini dokter muda itu tidak pernah menanyakan seorang wanita, jadi suster tersebut beranggapan bahwa dokter muda itu memiliki ketertarikan pada Bella. *** Sesampainya di rumah sewaan yang berada di pinggiran kota, Bella langsung masuk ke dalam rumah yang hanya memiliki satu kamar, satu kamar mandi dan dapur kecil saja. Rumah tanpa ruang tengah, bahkan rumah itu tidak sebesar kamar mandi di kediaman Leandro. "Aku harus segera minum pil kontrasepsi, hampir saja aku lupa." Sebelum masuk ke dalam kamar mandi, Bella teringat untuk meminum pil kontrasepsi yang sudah dibelinya dari apotik. Setelah meminum obatnya, Bella masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya yang lengket. Dia mengguyur kepalanya dengan air dari gayung. Beberapa menit kemudian, setelah membersihkan tubuhnya dan keramas. Bella memakai pakaiannya, piyama tidur dengan motif bunga-bunga. Bella pun duduk sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil, karena hanya itu yang bisa dia pakai untuk mengeringkan rambutnya. Terdengar suara ketukan pintu, yang membuat Bella menghentikan mengeringkan rambutnya. Bella menyimpan handuk basahnya ke atas gantungan, kemudian melangkahkan kaki menuju ke depan pintu rumah sewaannya itu. "Sebentar!" teriak Bella dari dalam rumah, karena ketukan pintu itu terkesan tidak sabar. Begitu Bella membuka pintunya, dia terkejut saat melihat seseorang yang tidak diinginkannya berada di sini. "Tu-tuan Roberto?" Roberto, pria yang memilki kumis tebal di bawah hidungnya itu, terlihat menatap Bella dengan tatapan genit. Dia menelisik melihat tubuh Bella, seolah ingin menelanjanginya dan Bella tidak menyukai itu. "Hey manis! Hari ini aku ke tempat kerjamu, ke rumah sakit, tapi kau tidak ada di sana. Sebenarnya kau dari mana saja?" tanya Roberto sambil mengulurkan tangannya untuk menyentuh Bella, tapi dengan cepat wanita itu menghindar. Bella bisa mencium aroma minuman keras yang menyengat dari mulut Roberto saat pria itu berbicara. Sudah jelas kalau pria itu mabuk. "Tuan, ada apa anda ke sini? Seingat saya, jatuh temponya masih 6 hari lagi." Benar, Bella masih memiliki hutang pada Roberto yang belum dilunasinya. Hutang itu adalah hutang bekas biaya rumah sakit Maria yang dulu. Roberto yang merupakan seorang lintah darah, tentunya mengambil keuntungan besar dengan bunga berkali-kali lipat, karena memang itu sudah jadi tugasnya sebagai seorang rentenir. "Aku tahu Bella. Aku ke sini hanya ingin melihatmu saja, aku rindu padamu." "Maaf Tuan, lebih baik anda pergi dari sini. Nanti istri anda akan mencari anda," kata Bella mengusir dengan sopan. Meski menyimpan sejuta perasaan jengkel terhadap Roberto. "Kenapa kau malah membicarakan si tua itu? Aku datang ke sini untuk bersenang-senang denganmu Bella! Aku ingin memilikimu! Jadilah wanitaku Bella, jadilah milikku, aku akan menceraikan istriku kalau kau mau. Aku akan menganggap lunas semua hutangmu. Bagaimana?" Perkataan Roberto sudah mulai ngawur dan membuat Bella tak tenang, akhirnya wanita itu memutus untuk menutup pintunya. Daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, sebelum Bella menutup rapat pintu kamar itu. Kaki Roberto sudah lebih dulu menahannya. "Tuan Roberto! Singkirkan kaki, Anda!" teriak Bella marah. Tapi bukannya menyingkirkan kaki, Roberto malah menendang pintu kayu rumah itu dengan keras, sehingga Bella terjatuh ke lantai. "Aw!" Bella meringis kesakitan saat merasakan tubuhnya menyentuh lantai keras itu. "Tuan Roberto!" Wanita itu terkejut manakala dia melihat Roberto mendekatinya dan mengunci pintu rumahnya. Bella beranjak bangun, dia panik dan berlari ke arah jendela. Jalan satu-satunya untuk keluar dari sana. "Mau kemana, manis?" Roberto dengan cepat membopong Bella, sebelum wanita itu berhasil keluar lewat jendela. "Kau harus menemaniku di sini," kata Roberto sambil menghirup aroma tubuh Bella yang semakin memabukkannya. Selain cantik, Roberto juga ingin memiliki tubuh Bella. Merasakan tubuh indahnya. "Tidak! Lepaskan!" "TOLONG! TOLONG AKU!" teriak Bella meminta tolong, sambil menggerak-gerakkan tubuhnya untuk melawan tubuh besar Roberto. Akan tetapi, pria itu berhasil membopong Bella dan membawanya ke atas ranjang. BRAK! Pintu itu di tendang seseorang di luar sana dengan keras. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN