Bab 18. Ciuman tak biasa

1068 Kata
Bella merasa ini hanya mimpi, suara lembut Leandro yang menyapanya dan raut wajah lelaki itu yang tidak biasa. Tak mungkin ini nyata, karena Leandro itu adalah pria berdarah dingin dan sering kali dia mengumpati Leandro dengan sebutan tuan kulkas. Saking dingin dan menyebalkannya pria itu. "Kau panggil aku apa? Tuan kulkas?" tanya Leandro seraya mengerutkan keningnya, menyiratkan kebingungan yang nyata. "Aku pasti sudah mati," gumam Bella pelan, sambil beranjak duduk dari posisinya yang semula berbaring tadi. Dia terlihat bingung dan merasa ini mimpi. "Apa ini yang namanya akhirat?" tanyanya lagi. "Bella, kau—" Sebuah tamparan keras yang mendarat di pipi Leandro yang seketika, menghentikannya berbicara. Leandro terdiam sambil memegang pipinya yang terasa panas. Raut wajahnya berubah, tatapannya yang semula biasa saja pada Bella, kini menajam. Rahangnya mengeras dan gurat gurat kemarahan tercetak di wajah tampannya itu. "Tu-tuan." Bella tersentak kaget, begitu dia merasakan tangannya sedikit sakit setelah menampar pipi Leandro. "Jadi, saya masih hidup?" tanyanya dengan wajah bingung dan pertanyaan itu terdengar konyol di telinga Leandro. "Kau pikir apa bodoh? Lancang sekali kau menampar pipiku!" hardik pria itu seperti biasanya kepada Bella. "Nah ... ini baru tuan kulkas. Dia pasti akan marah seperti ini," ucap Bella yang terlihat linglung. Pria itu yang tadinya ingin marah pada Bella, tidak jadi marah padanya. Leandro menggeleng-gelengkan kepalanya saat mendengar Bella yang linglung. Lantas, pria itu menyentuh kening Bella yang ditempeli perban oleh Samuel tadi. "Apa ini efek terbentur?" Tangan Leandro terasa hangat saat menyentuh kening wanita itu, Bella dapat merasakannya. Kehangatan tangan itu sampai menjalar ke hatinya. Bahkan mempengaruhi jantungnya yang saat ini berdebar kencang tak karuan. "Aku mengampunimu yang menampar pipiku, karena kau sedang sakit." "Tuan ....," lirih Bella dengan kedua mata yang berkaca-kaca dan menatap Leandro dengan lekat. Tatapan dari mata hazel itu, membuat hatinya terasa aneh. Darahnya berdesir hebat, ingin menunjukkan sesuatu yang lain di sana. Lagi-lagi, Leandro berusaha menyingkirkan perasannya ini. "Jangan menatapku seperti itu, atau aku bunuh kau—" Kedua tangan Bella langsung memeluk tubuh pria itu, dan seketika membuat Leandro menghentikan kalimatnya yang belum usai. "Terimakasih sudah membukakan pintunya untuk saya, Tuan. Saya takut gelap," ucap Bella yang memeluk Leandro semakin erat. Meskipun pria ini sering menyakitinya, tapi entah kenapa dia merasa nyaman di dekat Leandro. Dia percaya Leandro tak sejahat itu padanya. Leandro terdiam sejenak, setelah mendengar kata-kata Bella yang menyatakan kalau dia takut gelap. Itulah yang membuat keadaannya sampai mengkhawatirkan seperti tadi. "Lepaskan aku! Atau aku akan membunuhmu." Ancam Leandro dengan kesal. "Buktinya tuan tidak membunuhku. Tuan menyelamatkanku," kata wanita itu sambil tersenyum di dalam dekapan Leandro. Pria itu langsung menyangkal perkataan Bella. "Siapa yang menyelamatkanmu hah? Jangan terlalu percaya diri!" "Sial! Kenapa jantungku terasa aneh saat dia memelukku?" Meski terlihat biasa saja di luar, sebenarnya Leandro merasa panik. Dia tidak mampu menghindar dari rasa yang berkecamuk aneh di dadanya, saat Bella memeluknya seperti ini. Degup jantungnya terasa berkali-kali lipat lebih kencang dan cepat. Entah mengapa dia seperti ini. Pikirannya ingin mendorong wanita yang berani memeluknya ini, akan tetapi hatinya berkata sebaliknya. "Saya tahu, kalau tuan tidak sejahat itu. Jika tuan ingin membunuh saya, mungkin sudah dari dulu tuan membunuh saya. Tapi, tuan tidak melakukannya," tutur Bella berasumsi tentang Leandro. "Aku tidak membunuhmu, karena kau masih berguna," desis Leandro. "Bohong. Saya tahu, Tuan tidak membunuh saya, karena tuan itu sebenarnya baik." Betapa polosnya Bella, karena dia merasa bisa memahami sikap Leandro kepadanya hanya berdasarkan satu kebaikan saja. Leandro tidak habis pikir dengan pemikiran bodoh Bella terhadapnya. Bisa-bisanya Bella mengatakannya baik, terhadap iblis sepertinya. Bella tidak tahu saja, seperti apa dunia Leandro yang sebenarnya. "Terserah kau saja!" seru Leandro sambil memutar bola matanya malas. "Lebih baik kau lepaskan aku sekarang, sebelum aku mencincangmu," ancamnya lagi. Wanita itu menurut, dia pun melepaskan pelukannya pada Leandro. Bibirnya tersenyum lembut, tangannya mengusap sisa-sisa basah di pipinya. Melihat senyuman itu, Leandro langsung membuang muka, menghindarinya. Sebelum hatinya semakin kacau. "Aku akan bawakan makanan, kau tunggulah di sini." "Tuan, perhatian sekali." Perkataan Bella membuat Leandro kesal. Ya, wanita ini memang tahu cara untuk membuatnya naik darah. Namun, di saat bersamaan, wanita ini punya cara untuk membuatnya merasa nyaman disisinya. Bella bukan sekedar hiburan, pelampiasan nafsunya. "Kalau kau sakit, kau tidak bisa melayaniku." Setelah mengucapkan itu, Leandro melangkah pergi keluar dari kamar yang ditempati oleh Bella. Meninggalkan Bella seorang diri di sana. "Aku tahu ... sebenarnya kau itu baik, Tuan." Bella bergumam, dia bisa merasakan kalau Leandro masih punya hati untuk tidak membiarkannya mati di sana. Tiba-tiba saja, Bella merasa dadanya berdenyut sakit. Tangannya menyentuh d**a dan merematnya, merasakan rasa sakit itu. "Uh ... dadaku masih saja sakit." Tak lama kemudian, Leandro membawakan kotak berisi makanan untuk Bella yang dibeli oleh Carlos tadi. Leandro meminta Bella untuk memakannya. Wanita yang memang belum makan dari kemarin siang itu, langsung memakan makanannya tanpa pikir panjang. Perutnya sudah minta diisi, dia juga tak punya tenaga. "Terimakasih Tuan!" kata Bella setelah makanannya habis dan tanpa disangka, Leandro berada di sana sampai Bella menghabiskan makanannya. "Tidak perlu, karena aku melakukannya untuk sendiri," sahut Leandro sinis seperti biasa dan Bella seakan bisa memakluminya. "Eum ... kalau begitu, maafkan saya. Karena saya sudah menampar Tuan, karena saya pikir kalau rasa khawatir tuan itu adalah mimpi saya saja." Mendadak Leandro membeku oleh kata-kata Bella. Tidak mau memikirkan hal yang menganggunya lagi, Leandro memilih acuh. "Makan obatmu, lalu tidurlah. Hari ini dan besok, kau bebas." Kedua mata Bella berbinar-binar saat mendengarnya. "Apa? Benarkah Tuan? Besok saya bebas? Libur?" "Ya." Sesingkat itu Leandro menjawabnya. "Terimakasih Tuan!" Bella terlihat senang, sampai dia tersenyum lebar mendengar jawaban singkat dari Leandro. Tak tahan melihat bibir Bella yang seperti magnet dan seolah melambai kepadanya minta disentuh. Akhirnya perasaan berhasil mengalahkan logika Leandro. Pria itu pun mendekati Bella dan menempelkan bibirnya pada bibir Bella. Awalnya Bella tercekat dengan tindakan Leandro yang tiba-tiba padanya, tapi lama-lama nalurinya malah membalasnya juga. Bukan hanya sekedar menempel, melainkan bermain lidah juga. "Eungh-" Bella melenguh manja, kala dia merasakan tangan Leandro meremas dua buah ranumnya yang masih tertutup kain penghalang itu. Ciuman Leandro tidak kasar seperti sebelumnya, anehnya kali ini ciumannya lembut. Bella tidak diperlakukan dengan nafsu. Seakan Leandro sedang menyalurkan kehangatannya pada Bella. "Ciuman Tuan, berbeda dari biasanya." Batin Bella. Usai puas dengan pergulatan lidah dan penyatuan bibir itu, Leandro melepaskannya lebih dulu. Kemudian, mengusap bibir Bella yang basah dengan ibu jarinya. "Cepat sembuh." Satu kata dari bibir Leandro, mampu membuat hati Bella yang lembut langsung luluh. Padahal dia tidak boleh memiliki perasaan kepada pria ini. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN