“Kamu kenapa?" itulah yang didengar Sonia dari Sean ketika dia sibuk memuntahkan isi perutnya. Sungguh, ia bingung dengan dirinya yang tiba-tiba mual seperti ini. Sebelumnya ia jarang seperti ini, pasti terjadi sesuatu. Namun, Sonia tipe gadis yang tidak ingin memikirkannya.
"Mana aku tahu," jawab Sonia dingin lalu berjalan menuju sofa ruang tengah dan mendudukkan dirinya di sana.
Sean pun mengikuti Sonia dan memeriksa kening Sonia, ketika dia sudah duduk di samping Sonia. Ia ingin memastikan apakah tubuh Sonia sedang sakit atau tidak.
"Tidak panas," kata Sean setelah mengecek suhu tubuh Sonia.
"Tentu saja tidak panas, bodoh!" ucap Sonia sembari menghentakkan tangan Sean agar terlepas dari keningnya.
"Wow, apa kamu baru saja menyebutku bodoh?! Dasar!"
"Aww..." Sonia meringis kesakitan karena jitakan Sean.
"Apa sebaiknya kita ke dokter?" tawar Sean cemas.
"Tidak perlu, mungkin aku hanya masuk angin," jawab Sonia malas.
Perlu diketahui bahwa Sonia sangat membenci bau rumah sakit, ia tidak pernah menyukainya.
"Yakin?" tanya Sean khawatir.
Sonia mengangguk. "Aku yakin."
"Baiklah, jika begitu apa kamu ingin makan sesuatu?" tanya Sean perhatian.
Sonia pun mulai memikirkan makanan apa yang dia inginkan.
"Es loli, buah jeruk, hamburger, pizza, dan satai ayam."
Sean melebarkan matanya ketika Sonia menyebutkan nama makanan yang menurutnya sangatlah banyak.
"Kamu yakin ingin makan itu?" tanya Sean memastikan karena setahunya Sonia tidak menyukai makanan seperti itu.
"Aku yakin ... cepat belikan!" perintah Sonia.
Sean tampak memikirkannya kembali sebelum menjawab. "Oke, aku akan meminta seseorang untuk membelikannya."
"Terima kasih, sayang," ucap Sonia sembari memberikan Sean ciuman di bibirnya.
Sonia sendiri merasa heran kenapa dia ingin memakan makanan seperti itu. Tiba-tiba saja makanan itu muncul di kepalanya dan membuatnya ingin semua itu. Ini sangat aneh, melihat ia tidak terlalu menyukai makanan yang di sebutkannya tadi.
Tidak butuh waktu yang lama sampai makanan yang dipesannya tiba, Sonia pun segera mengambil makanan itu dari tangan Sean dan memakannya secepat kilat. Sean yang melihat hal itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan khawatir jika ia tersedak.
"Hati-hati kau akan terse..."
"Uhukk...uhukk..." belum selesai Sean menyelesaikan ucapannya, Sonia sudah terlebih dulu tersedak karena hamburgernya.
"Minum ini!" Sonia mengambil minuman yang disodorkan Sean dan meminumnya sekali tegak.
"Terima kasih," ucap Sonia dengan nada manjanya dan itu membuat Sean terkekeh geli.
***
Malam harinya, Sean tengah memeriksa laporannya di ranjang kamar pribadinya. Laporan itu harus segera ia selesaikan dan mengirimkan filenya ke sekertarinya.
Tok... Tok...
"Masuk!" seru Sean yang tetap melanjutkan laporannya, tanpa melihat Sonia yang masuk ke kamar dengan sebuah bantal di tangannya.
"Kamu sedang apa?" tanya Sonia begitu dia merebahkan kepalanya di bahu Sean.
"Memeriksa laporan," jawab Sean singkat.
Sonia hanya mengangguk dan mulai memainkan smartphone nya. Tapi hal itu membuat Sonia merasa bosan, ia ingin Sean berhenti dari kerjaannya dan mulai memperhatikannya.
"Seannnn..." gumam Sonia tidak jelas, alhasil ia hanya mendapatkan tatapan tajam dari Sean yang kesal karena gadis itu berani memanggil namanya seperti itu.
"Aku bosan..." rengek Sonia sembari mengubah posisi duduknya di hadapan Sean.
"Lalu?" tanya Sean yang mulai fokus lagi pada kerjannya.
Sonia mengembuskan napasnya kesal, Sean sama sekali tidak peka dengan maksud dari ucapan Sonia.
"Kamu menyebalkan!" gerutu Sonia.
"Hem..."
Sonia semakin kesal, apa sekarang Sean lebih mementingkan kerjaannya daripada dirinya? Itu membuat Sonia ingin mengerjai Sean, alhasil ia berhasil mendapatkan sebuah ide yang menurutnya akan membuat Sean panas. Ia mengambil ponselnya dan mulai menghubungi seseorang.
"Charlie...." teriak Sonia dengan bahagianya.
Sean pun terkejut dan mengerutkan dahinya, Kenapa Sonia menelepon seorang pria?
"Ada apa princess, apa kamu membutuhkan sesuatu?"
Sonia menganguk, meskipun ia tahu bahwa Charlie tidak akan melihat anggukannya.
"Aku merasa bosan, bisakah kamu mengajakku keluar?"
"Ah jangan, sebaiknya kamu datang ke rumahku karena kebetulan sekali orang tuaku sedang perg..."
"Apa yang kamu lakukan?" Sonia berteriak karena Sean sudah lancang mengambil ponselnya dan memutuskan teleponnya dengan Charlie.
"Kamu ini, apa kamu akan begitu jika kutinggal beneran?"
"Ya itu juga salahmu, aku ini bosan. Aku ingin melakukan suatu hal, misalnya ciuman denganmu---" Sonia langsung membungkam mulutnya ketika kata-kata itu keluar dengan halusnya dari mulut cantiknya itu. Ia benar-benar merutuki dirinya yang sudah mengatakan sebuah kalimat yang dapat membangkitkan gairah Sean.
"Kamu bilang apa tadi?" tanya Sean yang berusaha menahan senyumannya untuk menggoda Sonia.
"Tidak ada, aku tidur dulu," jawab Sonia lalu berbaring dengan badan yang membelakangi Sean.
"Son..."
Sonia tidak mengindahkan panggilan Sean karena dirinya masih terlalu sibuk menyumpah serapah dirinya. Karena tidak mendapatkan respon, akhirnya Sean pun turun tangan dengan cara memeluk Sonia dari belakang. Sean juga mengecup pelan bagian kepala Sonia dan dia dapat mencium aroma shampo buah strawberry yang Sonia pakai.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku," ucap Sean.
"Pertanyaan apa?" tanya Sonia.
"Apa kamu mencintaiku?" Akhirnya Sonia mengingat pertanyaan itu. Pertanyaan yang hampir ia lupakan. Pertanyan yang mungkin akan mengubah nasibnya.
"Jawab aku, Sonia."
Sonia tidak juga menjawab hingga membuat Sean mau tak mau mulai membalikkan tubuh Sonia agar berhadapan dengannya. Setelah tubuh Sonia berbalik, sekarang giliran Sean untuk menindih Sonia. Sean berharap Sonia menatapnya, tapi gadis itu sama sekali tidak menatap Sean dan lebih memilih memainkan kancing kemeja Sean yang masih melekat di tubuhnya.
Akhirnya mau tidak mau mereka harus berbicara dalam posisi seperti itu. Tanpa beradukan mata.
"Kenapa kamu belum menjawabnya?"
"Aku hanya bingung," jawab Sonia langsung.
"Bingung kenapa?" tanya Sean.
"Ya bingung, aku tidak tahu bagaimana perasaanku kepadamu."
Itu merupakan kebenarannya. Sonia belum tahu mengenai perasaannya pada Sean. Masih samar-samar.
Sean menghembuskan napasnya kuat-kuat. "Kamu nyaman denganku?"
Sonia menganggukkan kepalanya. Ia merasa nyaman saat bersama Sean, bahkan melebihi kata nyaman.
"Itu lebih dari cukup, aku akan menunggu sampai kamu menyadari perasaanmu."
Karena ucapan Sean itu, Sonia mulai mengalihkan perhatiannya dari kancing kemeja Sean. Ia mendongak dan matanya beradu dengan mata Sean.
"Sekarang waktunya mengabulkan permintaanmu," kata Sean nakal
"Hah? Permintaan ap...hmpt..." Sebelum menyelesaikan ucapannya, Sean sudah membungkam mulut Sonia dengan mulutnya. Mereka berciuman cukup lama dan Sonia benar-benar menikmati ciuman itu hingga dia melingkarkan lengannya di leher Sean. Entah karena apa, tapi malam ini Sonia benar-benar menikmati kebersamaannya dengan Sean.
***
Terlihat jelas senyuman yang ada di wajah Sonia ketika dirinya bangun pagi hari ini.
Tapi...
Senyuman itu tiba-tiba saja berubah menjadi wajah sedih karena melihat seseorang yang semalam bersamanya menghilang. Sonia pun bangkit dan mulai menutupi seluruh tubuhnya yang polos tanpa pakaian dengan selimut dan tidak lupa juga dirinya membawa body lotion lalu dirinya mulai berjalan menuju lantai bawah untuk menemui seseorang yang sudah meninggalkannya sepagi itu.
"Aku benci kamu," ujar Sonia sembari melempari Sean dengan body lotion yang dibawanya tadi.
Sean yang sedang memasak langsung melebarkan matanya karena bingung dengan tingkah Sonia.
"Kamu kenapa?" tanya Sean sambil berjalan mendekati Sonia.
"Kamu meninggalkanku dan aku benci itu."
Awalnya Sean agak bingung dengan perkataan Sonia, tapi dia akhirnya memahaminya. "Maaf, aku harus bangun pagi untuk menyiapkan sarapan."
"Dasar, jika kau melakukannya lagi maka tidak akan kumaafkan," kata Sonia tajam.
"Aku janji, tapi kenapa kamu akhir-akhir ini sensitif sekali?" tanya Sean yang bingung dengan perubahan Sonia. Sonia sekarang menjadi lebih sensitif.
"Entahlah, jangan pikirkan itu! Sekarang apa makanannya sudah siap?" tanya Sonia dengan wajah yang berbinar.
"Kamu jangan banyak makan," kata Sean.
"Jangan dibahas lagi, cepat siapkan sarapannya selagi aku mandi," perintah Sonia kesal lalu berjalan ke lantai atas menuju kamarnya untuk membersihkan diri.
Sonia hanya mandi selama 15 menit karena dia tidak tahan menahan rasa laparnya. Dia pun turun ke lantai bawah dan dirinya sangat terkejut karena menemukan Sean yang sedang b******u dengan Jessica di dapur.
Saat itu juga Sonia merasa marah dan berjalan meninggalkan rumah itu. Ia benar-benar tidak paham dengan Sean. Di lain sisi ia bersama dengan Sonia, tapi di sisi lain ia bersama Jessica. Sonia benci itu!
"Dasar berengsek, b******n!" maki Sonia yang berjalan dengan malas di pinggir jalan.
Dia menghentikkan langkahnya ketika melihat kaleng minuman yang kosong, dan dia pun menendangnya sekuat tenaga hingga mengenai seorang pria. Sonia terkejut setengah mati, ia pun berlari ke arah pria itu memina maaf.
"Maafkan saya...saya ti... Kamu..." Sonia menghentikkan acara permohonan maafnya karena mengetahui siapa yang dilukainya, Charlie.
"Astaga Son, kamu ini preman atau apa?!" ujar Charlie sembari merintih kesakitan karena kaleng itu mengenai kepalanya.
"Maaf," kata Sonia pelan.
"Sudahlah, tapi kenapa kamu di sini? Bukannya kamu kuliah?"
Astaga, Sonia lupa bahwa ia sekarang harus kuliah.
"Astaga...apa yang harus kulakukan?" tanya Sonia bingung.
Charlie hanya mengedikkan bahunya. "Kuliah!"
"Aku tahu, tapi aku izin saja hari ini."
"Kenapa?"tanya Charlie penasaran.
"Aku hanya males, bisakah kita ke apartemenmu? Sekalian aku ingin meminjam ponselmu untuk menghubungi Gia. Aku harus memberitahunya bahwa hari ini aku tidak akan kuliah."
Sebelum menjawab pernyataan Sonia, tangan Charlie sudah ditarik lebih dulu oleh Sonia dan gadis itu membawa mereka ke apartemen Charlie.
"Ponselmu!" perintah Sonia ketika mereka tiba di apartemen Charlie.
Charlie pun langsung memberikan ponselnya kepada Sonia, dan Sonia mulai menghubungi Gia untuk meminta izin.
Sekarang, mereka berdua sedang menikmati segelas teh di ruang tengah, Charlie yang notabene merupakan mahasiswa pindahan terpaksa izin dikarenakan Sonia yang tidak ingin ditinggal sendiri, padahal setahunya Sonia lebih baik sendirian agar bisa menenangkan dirinya.
"Kamu tidak ingin cerita?" tanya Charlie yang berusaha mencari tahu apa masalah Sonia.
"Besok saja," jawab Sonia malas.
"Kamu yakin?"
"Hem," jawab Sonia singkat lalu berjalan menuju kamar Charlie untuk istirahat, entah kenapa akhir-akhir ini tubuhnya begitu lemah. Dan ia sangat membutuhkan ketenangan.
Sonia pun berbaring di ranjang Charlie dan itu langsung membuat tubuhnya jauh lebih nyaman hingga membuatnya terlelap. Charlie pun masuk ke kamarnya untuk melihat keadaan Sonia, dan dirinya langsung menghela napas lega karena Sonia sudah tertidur dengan pulasnya.
Drt... Drt...
Charlie segera mengangkat ponselnya yang berdering tanpa melihat siapa yang menelepon.
"Sonia di sana?"
Charlie langsung menjauhkan ponselnya dan melihat nama yang tertera di teleponnya. Ia lalu meletakkan lagi ponselnya di telinganya dan mulai menjauh dari kamarnya.
"Iya, dia di sini."
"Aku akan ke sana sore ini, pastikan dia baik-baik saja".
"Iya, hat..."
Belum selesai Charlie berbicara, Sean sudah mengakhiri teleponnya.
"Mertua jahat," gerutu Charlie.
***
Sonia bangun dari tidur siangnya pada pukul 4 sore. Ia segera melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil air minum karena tenggorokannya terasa kering.
"Apa yang kamu lakukan?" teriak Sonia karena dirinya sudah dikejutkan oleh keberadaan Sean di apartemen Charlie.
"Ayo pulang!"ajak Sean sambil menarik tangan Sonia.
"Lepas!" tolak Sonia sambil menghentakkan tangannya dari cekalan Sean.
Sean pun menatapnya dengan tatapan tajamnya. "Kamu ini kenapa? Hah?" bentak Sean.
"Kamu yang kenapa?" balas Sonia tak mau kalah.
Sean pun mengerutkan dahinya. "Bisa tidak, kamu jangan bersikap seperti anak kecil begitu?"
"Anak kecil?" tanya Sonia tidak percaya.
"Kalau kamu punya masalah, bilang! Jangan sembarangan main kabur dan diam!" bentak Sean lagi.
"Aku hanya tidak suka kamu mencium Mama, aku benci melihat kemesraan kalian. Setiap kali aku melihatnya, itu mengingatkanku pada Papa," teriak Sonia di sela isakannya.
"Son..."
"Asal kamu tahu, aku juga sakit setiap kali melihat kalian. Hatiku sakit!"
"Apa yang terjadi?" Sean dan Sonia pun menoleh dan mendapati Charlie yang baru saja pulang dari minimarket, Sonia pun berlari ke arah Charlie dan memeluk laki-laki itu dengan erat.
"Aku tidak ingin bertemu dengannya," seru Sonia.
Charlie tidak bisa berkata apapun, lalu ia menatap Sean dan merasa sangat bersalah kepada pria itu. "Pulanglah! Aku akan menjaga Sonia," ucap Charlie. lalu membawa Sonia ke dalam kamarnya dan merebahkan tubuh gadis itu ke ranjangnya.
"Maafkan aku, Son," gumam Sean.