Keesokan harinya, Sonia memilih untuk bangun lebih awal walaupun kuliahnya masih libur. Dia ingin menikmati waktu sebelum matahari terbit di taman. Hari ini Sonia mengenakan tshirt putih kebesaran dan hot pant, tidak lupa juga dia menggunakan sepatu olahraga dan topi. Mobilnya dia tinggalkan di parkiran, lalu dia berjalan menuju bangku panjang di pinggir taman dan merebahkan dirinya di sana sembari mendengarkan musik kesukaannya, Chris Brown- Without You.
Disaat dirinya sedang asyik mendengarkan musik, tiba-tiba saja dia membuka matanya yang sedari tertutup karena dia merasa ada seseorang di sampingnya.
"Halo," sapa laki-laki itu dengan menggerak-gerakkan tangannya.
"Ha-hai," balas Sonia dengan senyum yang dipaksakan.
"Maaf aku mengganggumu, tapi bisakah aku meminta nomor teleponmu?"
"Untuk?" tanya Sonia was-was.
"Tentu saja menghubungimu karena aku tidak yakin besok kita akan bertemu lagi," jawab laki-laki itu.
Sonia hanya terdiam karena dia sedang menimbang-nimbang perkataan laki-laki itu yang mendadak mengatakan hal aneh seperti ini kepadanya, tapi tiba-tiba saja ponselnya sudah diambil secara paksa oleh laki-laki itu.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Sonia bingung.
Tapi laki-laki itu masih berkutat pada ponsel Sonia dan tidak menggubris Sonia.
"Ini," ujar laki-laki itu sembari menyodorkan ponsel Sonia, lalu pergi meninggalkan Sonia yang masih bingung dengan apa yang barusan terjadi.
Sonia lalu memeriksa apa yang dilakukan laki-laki itu dan laki-laki itu malah memasukkan nomornya kedalam kontak Sonia.
"Charlie Arnata, laki-laki yang aneh," gumam Sonia setelah mengetahui nama dari laki-laki itu.
Setelah itu, Sonia memilih kembali karena perut laparnya yang terus saja mengeluarkan bunyi. Mobilnya sudah terparkir dengan mulus dirumah mewah itu, Sonia pun keluar dari mobilnya dan berjalan memasuki rumah.
Dan lagi-lagi untuk kesekian kalinya, dia menemukan dua makhluk gaib itu yang sedang b******u di sofa ruang tengah.
"BISAKAH KALIAN MELAKUKANNYA DI KAMAR?" teriak Sonia kesal lalu berjalan ke ruang makan untuk sarapan.
Di sana sudah tersaji masakan kesukaan Sonia,nasi goreng dan dadar telur saus balado.
"Kenapa setiap pagi kamu selalu membuat masalah dengan Jessica?" Sonia menoleh dan menemukan Sean yang sudah duduk di hadapan Sonia.
Sonia tidak menjawab dan lebih memilih untuk menikmati nasi gorengnya.
"Apa sekarang kamu sedang mengabaikanku."
Sonia tidak juga menjawabnya karena tiba-tiba saja ponselnya berdering menandakan ada pesan masuk.
From : Charlie Arnata
Namamu?
Sonia mengerutkan dahinya karena pesan Charlie. Ia seperti seorang stalker dan Sonia tidak suka itu.
Dear: Charlie Arnata
Namaku? Apa kamu sedang berkenalan denganku?
Sonia lalu meletakkan ponselnya dan melanjutkan sarapannya.
"Hebat, kamu mengacuhkanku seperti ini."
"Aku tidak mengacuhkanmu," jawab Sonia sinis.
"Lalu ap..."
Sebelum menyelesaikan ucapannya, Sean harus merasakan lagi rasanya diabaikan karena ponsel Sonia yang berdering dan gadis itu cepat-cepat membukanya.
From: Charlie Arnata
Jangan menggodaku, cepat berikan namamu!
Sonia mendengus kesal karena Charlie memaksanya. Menggoda? Bagaimana bisa laki-laki itu berpikiran seperti itu?
Dear: Charlie Arnata
Pemaksa! Sonia!
Setelah itu, Sonia meletakkan ponselnya dengan kesal dan melanjutkan sarapannya.
"Pria aneh," gerutu Sonia.
"Pria?" tanya Sean.
Sonia mengangkat kepalanya menatap Sean lekat-lekat. Ia melupakan fakta bahwa Sean ada di dekatnya.
"Kenapa kamu masih di sini?" tanya Sonia heran.
"Apa kamu berniat mengusirku?" tanya Sean kembali.
"Tidak," jawab Sonia lalu bangkit dari kursinya dan berjalan menuju kamarnya.
Sonia dapat merasakan bahwa Sean sedang mengikutinya hingga ke kamarnya.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Sonia kesal ketika dirinya sudah tiba di kamar dan masih mendapati Sean yang mengikutinya.
"Kamu kenapa? Kenapa kamu mengacuhkanku?" tanya Sean meminta penjelasan. Ia benci saat dirinya di acuhkan.
"Aku tidak mengacuhkanmu, sekarang keluarlah, aku mau mandi," kata Sonia sembari mengambil handuk putihnya yang digantung di tempat gantungan.
"Kenapa kamu belum keluar?" tanya Sonia saat melihat Sean yang belum juga keluar dari kamarnya.
"Mandilah. Akan aku tunggu di sini," ucap Sean lalu berjalan menuju ranjang Sonia dan merebahkan tubuhnya di sana.
Sonia hanya bisa mengembus napasnya kesal lalu berjalan menuju kamar mandi dan membanting pintu kamar mandi dengan keras. Sonia membutuhkan waktu selama tiga puluh menit untuk menyegarkan dirinya di kamar mandi. Sonia pun keluar hanya dengan menggunakan handuk putih yang menutupi sebagian tubuhnya dari d**a hingga lutut.
Sonia lagi-lagi mengembuskan napasnya saat melihat Sean yang masih berbaring di ranjangnya dan masih berkutat dengan ponselnya.
"Bisakah kamu keluar? Aku ini perempuan!" pinta Sonia.
Sean lalu bangkit dan mengalihkan perhatiannya pada Sonia. "Lalu kenapa? Lagipula aku sudah melihat tubuhmu kemarin bahkan aku hapal lekuk tubuhmu." Ucapan Sean itu langsung membuat wajah Sonia merona sekaligus kesal, ia baru saja melupakan fakta bahwa dirinya dan Sean sudah berhubungan.
"Aku tahu, tapi sebaiknya kamu keluar sebelum Mama datang!"
"Jessica sudah pergi," seru Sean.
"Lalu, apa kamu tidak bekerja? Kemarin juga kau tidak bekerja."
"Aku bosnya."
Sungguh, Sonia benar-benar kesal karena harus menghadapi ayah tirinya itu. Ia ingin sekali memakinya.
Drt... Drt....
Sonia menoleh dan berjalan ke atas nakas untuk mengangkat teleponnya yang berbunyi dan berjalan menuju balkon kamarnya.
"Halo."
"Sekarang?"
"Aku benar-benar tidak bisa, Gi."
"Percayalah, aku harus mengerjakan laporan untuk presentasi besok."
Sean yang merasa bosan di ranjang Sonia, segera berdiri dan berjalan menuju Sonia, ia memeluk Sonia dari belakang dan mulai mencium aroma tubuhnya yang beraroma buah-buahan.
Sonia merasa risih karena perlakuan Sean itu. Tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa.
"Apa kamu tidak ingat? Astaga Gia, presentasinya besok," ucap Sonia mengingatkan.
Sonia semakin risih karena Sean mulai mencumbunya dan memberikan beberapa ciuman di bahu Sonia yang terekspos.
"Baiklah, kerjakan presentasimu. Akan kututup." Sonia pun menutup ponselnya dan berbalik menghadap Sean dengan wajah yang kesal.
Sean tidak menggubris ekspresi kesal Sonia, tapi ia malah semakin melayangkan beberapa ciuman di leher Sonia.
Sonia pun mendorong Sean hingga pria itu menghentikkan ciumannya.
"Berhentilah melakukan ini! Sebaiknya kamu layani Mama!" ucap Sonia dingin lalu mulai melangkahkan kakinya untuk pergi. Tapi Sean menghentikkan pergerakannya dengan cara memegang tangannya dan menarik gadis itu hingga ke hadapannya.
"Kamu cemburu?"
Sonia membulatkan matanya karena pertanyaan Sean. "Cemburu? Untuk apa aku cemburu? Jangan konyol!"
"Lalu apa? Kenapa kamu menjauhiku?"
"Aku tidak pernah menjauhimu," kata Sonia.
"Kenapa kamu bersikap seolah kita memiliki sebuah hubungan?" sambung Sonia.
"Hubungan? Lalu apa yang terjadi kemarin masih belum bisa menjawab semuanya, iya?" balas Sean frustrasi.
Sonia terdiam tanpa ada niatan untuk berbicara lagi. Bukankah hubungan yang mereka lakukan kemarin hanya karena nafsu? baginya itu sama sekali bukan hubungan seperti hubungan yang biasanya. Apa sekarang mereka adalah sepasang kekasih? Begitu? Ini semua berada di luar bayangan Sonia, dia tidak menyangka kondisinya menjadi rumit seperti ini.
Karena belum mendapatkan jawaban dari Sonia, Sean mulai menyentuh wajah Sonia dengan lembut. "Aku minta maaf jika sudah membuatmu bingung," ucap Sean pelan.
Sean merasa bersalah pada Sonia karena sudah membuat gadis itu menjadi bingung mengenai kondisi ini. Sedetik kemudian, Sean mulai mencium lembut bibir Sonia.
Oke, marahkan dia yang sudah berani-berani nya mencium bibir anak tirinya. Tapi sungguh, bibir mungil itu sudah menjadi tempat baru untuk Sean... dia selalu saja tergoda dengan bibir ranum itu.
Sean terus melumat bibir Sonia dengan rakusnya dan berharap bahwa gadis itu mengeluarkan desahan yang sungguh Sean nantikan.
"Sean...hmpt...hmptt...." Sonia berusaha melepaskan pagutannya karena oksigennya sudah habis, tapi Sean tidak memberinya izin.
Tanpa ia sadari, Sonia benar-benar menikmati ciuman itu, ia seperti tersihir oleh ciuman Sean. Disaat ciuman itu semakin menjadi-jadi, Sonia memegang kuat-kuat handuknya agar tidak melorot, sedangkan Sean masih memainkan bibirnya di bibir Sonia.
"Lepaskan!" bisik Sean serak hingga membuat tubuh Sonia bergetar.
Sonia tahu maksud dari perkataan Sean.
"Hentikan!" ucap Sonia.
Sean pun menatapnya dengan bingung.
"Aku capek, bisakah kita henti...hmpt...hhmpt.."
Sebelum menyelesaikan ucapannya,Sean sudah melumat bibir Sonia. Sonia sendiri tidak bisa menghentikkan pria itu dan hanya bisa mengikuti alur permainannya.
***
Sonia terbangun dengan rasa sakit di bagian bawahnya, ia melihat jam di atas nakas dan jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Dia merasakan nyeri dan menyesali keputusannya karena harus melayani Sean, pria itu benar-benar membuat Sonia jadi gila.
Sonia pun bangkit dari ranjangnya dan mulai masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah keluar dari kamar mandi untuk membersihkan diri, Sonia memilih mengenakan celana pendek sepaha dan kemeja biru berlengan panjang yang kebesaran. Setelah mengenakannya, ia pun menuruni tangga untuk mengambil beberapa cemilan dan dibawah sana, tepat di sofa ruang tengah sudah terdapat dua makhluk gaib yang sedang b******u.
Hati Sonia pun terasa sakit dan kesal, ia lalu berjalan dan duduk di tengah-tengah mereka sambil membawa beberapa cemilan.
"Astaga Sonia kamu ini..." geram Jessica karena melihat tingkah Sonia yang mengacaukan ciumannya dengan Sean.
Sedangkan Sean, ia hanya tersenyum melihat Sonia yang seperti itu.
"Mama," panggil Sonia lirih.
"Ada apa?" jawab Jessica sembari memainkan ponselnya.
"Apa Mama mencintai pria ini?"
Sean dan Jessica langsung menoleh ke arah Sonia dengan kening yang berkerut, Sedangkan Sonia masih fokus pada televisi dan cemilannya.
"Kenapa kamu menanyakan hal itu?" tanya Jessica bingung.
"Sudahlah, jawab saja!"
"Tentu saja Mama mencintainya," jawab Jessica senang, lalu Sonia mulai menatap Jessica dan menemukan ketulusan di mata wanita itu. Ternyata Jessica benar-benar mencintai Sean.
"Sudahlah, Mama ingin tidur siang dulu, bye," ucap Jessica lalu mencium pipi Sonia dan mencium bibir Sean sebelum pergi meninggalkan mereka.
Mereka berdua terdiam cukup lama hingga Sonia memutuskan untuk pergi. Tapi tangannya malah ditarik Sean hingga dirinya berada di atas Sean.
"Apa yang kamu lakukan?" berontak Sonia, ia khawatir jika Jessica melihatnya dan Sean dalam keadaan seperti itu. Ia tidak ingin terjadi apa yang tidak ia inginkan.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu pada Jessica?"
"Kenapa? Aku hanya bertanya," jawab Sonia lalu bangkit dari posisinya dan duduk bersebelahan dengan Sean.
"Aku ingin bertanya," kata Sean serius sambil menahan tubuh Sonia agar tidak lepas darinya.
"Tanya saja!" jawab Sonia pasrah.
"Apa kamu mencintaiku?"
Deg
Pertanyaan itu bagaikan tombak yang menghantam jantung Sonia. Benar, apakah Sonia mencintai Sean? Sonia memang menikmati semua perlakuan Sean dan jantungnya sering berdetak, lalu apakah itu bisa disebut sebagai cinta?
"Entahlah, aku tidak tahu." Akhirnya Sonia menjawab.
"Pikirkan lagi!"
"Aghhh ... sudahlah aku pergi dulu," ucap Sonia frustrasi lalu melepaskan diri dari Sean dan berlari ke kamarnya.
***
Keesokan harinya Sonia memilih berangkat dengan Charlie untuk menghindari Sean, semalam Charlie menghubunginya untuk berangkat bersama dan Sonia pun menggunakannya sebagai alasan agar ia menjauhi Sean.
"Kamu dari mana saja?" Sonia tersentak karena suara berat Sean yang berhasi membuatnya terkejut.
"Tentu saja dari kampus," jawab Sonia malas lalu berjalan menuju kamarnya.
Di dalam kamarnya, Sonia sudah siap dengan kemeja hitamnya dan bersiap-siap untuk tidur.
Brak
Suara hantaman pintu membuat Sonia menoleh dan mendapati Sean yang berdiri di ambang pintu dengan wajah kesalnya. Sonia tidak ingin menghiraukan Sean dan lebih memilih untuk tidur. Ia berjalan menuju ranjangnya dan merangkak naik, lalu ia merebahkan tubuhnya dalam posisi miring dan membungkus tubuhnya dengan selimutnya. Ia hampir saja memejamkan matanya jika saja Sean tidak memeluknya dari belakang.
Saat Sean memeluknya, Sonia dapat merasakan Sean menenggelamkkan wajahnya di punggung Sonia. Mau tidak mau, Sonia pun membalikkan badannya dan menatap Sean.
"Kamu kenapa?" tanya Sonia bingung.
Sean pun mengangkat kepalanya dan menatap wajah Sonia lekat-lekat. "Aku merindukanmu," ucap Sean, lalu sedetik kemudian bibirnya sudah mendarat dengan sempurna di bibir Sonia.
Lagi, Sonia membiarkan Sean mengambil alih tubuhnya.
***
Dua bulan pun berlalu sejak kedatangan Sonia di rumah itu. Selama itu pula Sonia masih bingung dengan perasaannya kepada Sean. Setiap malam, Sean selalu mendatangi kamar Sonia dan tidur bersamanya. Dan anehnya, Jessica sama sekali tidak merasa curiga mengenai hubungan mereka.
Selama itu juga, hubungan yang terjalin antara Charlie dan Sonia semakin dekat. Pria itu semakin memperlihatkan ketertarikannya pada Sonia. Bahkan, pria itu sudah kenal dekat dengan Sean dan Jessica.
Hari ini, Sean hanya tinggal berdua dengan Sonia karena Jessica sedang berlibur ke Jepang.
Sonia pun bangun dan hanya menggunakan baju tanpa lengan dan celana pendek kesukaannya. Ia menuruni anak tangga satu-persatu dan berjalan ke dapur untuk meminum segelas air. Di sana dia melihat Sean yang sudah rapi dengan kemeja kantornya. Sonia pun mengambil air dan berjalan menuju meja makan untuk melihat makanan yang sudah disiapkan.
Sonia melihat makanan kesukaannya dengan wajah yang berbinar, tapi yang didapatinya hanyalah rasa mual hingga membuatnya berlari ke wastafel dan mengeluarkan semua isi perutnya.
"Kamu kenapa?" tanya Sean panik.