PART 6

1402 Kata
Sudah seminggu lebih Sonia berada di rumah Charlie dan selama seminggu itu juga, Charlie dan Sean selalu memintanya untuk kembali. Namun, Sonia benar-benar membenci rumah itu, bagi Sonia, rumah itu bagaikan kesengsaraannya. Karena hidupnya mulai kacau saat memasuki rumah itu. "Kamu harus makan Son, wajahmu terlihat pucat." Sonia sama sekali tidak menghiraukan perkataan Charlie, nafsu makannya benar-benar hilang karena Sean. "Aku tidak lapar." "Tapi setidaknya kamu harus makan, aku benar-benar tidak menyukai Sonia yang seperti ini," kata Charlie kecewa, ia merindukan Sonianya yang ceria. Bukan yang lemah seperti ini. "Baiklah, tapi aku ingin pizza,"ucap Sonia pasrah karena dirinya terlalu malas mendengarkan ocehan Charlie. "Baiklah, aku akan memanaskannya di bawah," ucap Charlie lalu pergi keluar dari kamarnya menuju dapur untuk memanaskan pizza yang ada di kulkas. Disaat Charlie sedang di dapur, Sonia berjalan ke kamar mandi yang ada di kamar Charlie. Saat menginjakkan kakinya pada lantai kamar mandi, tiba-tiba saja dia terpeleset hingga badannya mengenai laintai kamar mandi yang licin. Sonia pun merintih kesakitan pada bagian belakangnya dan perutnya. "Agh...Char...to-tolong..." Sonia berusaha menjerit sekuat tenaga untuk meminta bantuan Charlie. Sungguh, Sonia merasakan rasa sakit yang dahsyat pada perutnya, bahkan Sonia seperti melihat cairan putih keluar dari selangkangannya. Hal itu sontak membuat Sonia sangat terkejut, dan dia semakin memanggil nama Charlie dengan keras. Lalu, Sonia semakin terkejut ketika ada darah yang mengalir dari selangkangannya dan itu membuat Sonia jatuh pingsan karena rasa sakit yang di deritanya. *** Sean, Charlie, dan Jessica tengah duduk di bangku putih depan ruang operasi dengan teratur. Tampak jelas bagaimana khawatirnya mereka terhadap kondisi Sonia. Charlie, pria itu terus saja menggigit jemarinya karena cemas, bahkan bajunya sudah berlumuran darah karena darah Sonia. Dia begitu terkejut tadi ketika melihat Sonia yang jatuh pingsan di toilet, dan dia pun segera membawa Sonia ke rumah sakit dan mulai menghubungi Sean. Sedangkan Sean, pria itu juga sama cemasnya dengan Charlie, bahkan dia rela meninggalkan meeting pentingnya hanya untuk Sonia. Lampu tanda operasi selesai sudah menyala, Sean dan Charlie langsung berdiri untuk menanyakan keadaan Sonia pada dokter. "Bagaimana, Dok?" tanya Sean dan Charlie serempak. "Pasien baik-baik saja," jawab dokter itu. Sean, Jessica, dan Charlie mulai menghela napas lega. "Tapi..." "Tapi kenapa, Dok?" tanya Sean panik begitu juga yang lainnya. Mereka bertiga menatap dokter itu untuk diberikan penjelasan. "Bayinya tidak bisa kami selamatkan, usia kandungan yang memasuki 4 minggu membuat janinnya lemah sehingga tidak bisa menahan benturan." Seketika saja Sean, Charlie, dan Jessica terkejut dengan ucapan Dokter itu. "Ha-hamil?" tanya Sean tidak percaya. "Ta-tapi bagaimana bisa, dok?" tanya Jessica dan Charlie serempak. "Apa anda tidak mengetahuinya? Maafkan kami," ucap dokter itu lalu pergi meninggalkan mereka bertiga yang masih melamun. Diantara ketiga orang itu, ada satu orang yang tampak frustrasi. Siapa lagi jika bukan Sean. Pria itu merasa bodoh karena tidak tahu apapun mengenai keadaan Sonia, dia pun berpikir bahwa perubahan Sonia saat itu adalah tanda kehamilannya. Ia seharusnya mengetahui kehamilan Sonia dan mulai merawat gadis itu beserta bayinya. Sean merasa hancur saat ini juga. Sedangkan Charlie, pria itu tidak mempercayai pendengarannya. Dia bingung kenapa Sonia nya bisa hamil seperti itu? Setahunya Sonia tidak mengenal banyak lelaki. Karena merasa frustrasi, Charlie pun memilih pergi ke taman rumah sakit untuk merenungkan apa yang baru saja terjadi. Lalu Jessica, wanita itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dan mulai berjalan menuju ruang rawat Sonia yang sudah dipindahkan tadi. Disana, Jessica melihat Sonia yang sedang bersender dengan santainya di ranjang rumah sakit. Jessica pun menghampirinya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Jessica. "Aku tidak apa-apa, Ma," jawab Sonia santai. "Tapi kenapa wajah Mama seperti itu?" tanya Sonia yang mengerutkan dahinya karena wajah Jessica yang seperti itu. "Siapa yang melakukannya?" tanya Jessica langsung tanpa menjawab pertanyaan Sonia. "Apa maksud Mama?" tanya Sonia tidak mengerti. "Kamu keguguran, sayang." "APA?!" teriak Sonia yang tidak mempercayai pendengarannya. Ia malah berpikir mungkin saja pendengarannya sedang rusak. "Hahaha....jangan konyol, Ma!" "Mama sedang tidak dalam keadaan bercanda." Sonia lalu menatap mata Jessica dengan jelas, dan benar bahwa Jessica sedang tidak berbohong. Tapi kenapa dia bisa keguguran? Apa sebelumnya dia hamil? "Mamamu benar." Sonia menoleh dan menemukan Sean yang berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang sendu. Sonia pun mulai berpikir, dia berpikir mungkin saja perubahan yang ada di dirinya adalah akibat dari kehamilannya. Tanpa sengaja Sonia mulai menyentuhkan tangannya pada perutnya. "Siapa yang melakukannya ?" Sonia menoleh ke Jessica. Sonia tidak tahu harus menjawab apa, dia tidak mungkin memberitahu Jessica bahwa pria yang menidurinya hanyalah Sean,suminya dan ayah tirinya. "Katakan saja!" Sonia menoleh ke Sean dan mulai mencerna ucapan Sean. Apakah maksud dari pria itu bahwa dia ingin Sonia memberitahukan yang sebenarnya? "A-anu..." "Saya yang menghamilinya." Sonia, Sean, dan Jessica menoleh ke asal suara dan menemukan Charlie yang tengah berdiri di ambang pintu samping Sean. "Saya yang menghamilinya," ucap Charlie sekali lagi. "Bu-bukan bukan... Charlie bahkan tidak pernah menyentuhku." kata Sonia sambil menggelengkan kepala nya kuat-kuat. "Mana yang benar?" tanya Jessica bingung. "Jes..." "Aku diperkosa," kata Sonia yang menyela ucapan Sean agar pria itu tidak membuka mulutnya. Semuanya pun menatap ke arah Sonia dengan tatapan tidak percaya. "Apa maksudmu ?" tanya Jessica. "Waktu itu aku berjalan sendirian di halaman apartemen Charlie dan ada seseorang yang membawaku lalu hal itupun terjadi," cerita Sonia bohong. Charlie dan Sean yang mengetahui kebohongan Sonia hanya bisa melebarkan matanya. Mereka tidak percaya Sonia bisa berbohong seperti itu. "Sonia bohong, aku lah yang menghamilinya. Saat itu aku sedang mabuk lalu mulai menerkam Sonia." "Char, ap-" "Mungkin Sonia berkata seperti itu hanya untuk melindungiku, aku minta maaf karena tidak bisa menjaga Sonia," ungkap Charlie sambil membungkukkan badannya 90° pada Jessica. Sean dan Sonia hanya bisa terdiam. "Baiklah, lagipula itu semua hanyalah kesalahan. Sekarang sebaiknya kamu istirahat, Mama akan mengambil pakaianmu untuk besok dan lusa," ucap Jessica lalu pergi meninggalkan mereka bertiga sendiri. *** "Apa kamu gila? Kenapa kanu bisa mengarang cerita seperti itu?" teriak Sonia pada Charlie ketika memeriksa bahwa Jessica sudah pergi. "Seharusnya kamu berterimakasih karena aku melindungimu dan Sean," ucap Charlie dingin lalu pergi meninggalkan kedua orang itu yang membeku karena Charlie mengetahuinya. Charlie berjalan ke luar dengan wajah yang kecewa, ia tadi sudah memikirkan semuanya dan tiba-tiba saja pikiran tentang hubungan antara Sonia dan Sean muncul di kepalanya, dan ternyata tebakannya benar ketika melihat ekspresi Sonia yang menyela ucapan Sean, dan ekspresinya ketika Charlie mengatakan hal itu. Charlie benar-benar kecewa, dan ia juga merasa bersalah karena satu hal yang tidak Sonia ketahui. *** Hari ini Sonia sudah diperbolehkan pulang, dirinya pun dibantu Sean dan Jessica untuk membaringkannya di ranjang. "Mama akan keluar sebentar," ungkap Jessica dan pergi meninggalkan mereka di kamar. Sonia menghembuskan napasnya dalam-dalam ketika melihat kepergian Jessica. Dia tidak tahu jika masalahnya bisa seperti itu, dan dia merasa bersalah pada Charlie, pria itu pasti kecewa kepadanya karena pria itu tidak pernah mengunjungi Sonia dirumah sakit. "Kamu baik-baik saja?" tanya Sean yang membuyarkan lamunannya dan sudah duduk di samping Sonia. "Aku baik-baik saja," jawab Sonia. "Apa kamu sungguh tidak mengetahuinya?" tanya Sean. Sonia menggelengkan kepalanya. "Aku benar-benar tidak membayangkan ada janin di tubuhku." "Son..." lirih Sean. "Ini benar-benar aneh, apa kamu tidak mengenakan pengaman?" tanya Sonia. "Maaf." "Sudahlah, lagipula aku sudah keguguran," kata Sonia pasrah. Ia tidak ingin memperbesar masalah. "Aku ingin istirahat," lanjut Sonia. "Istirahatlah," ucap Sean sembari membantu Sonia berbaring dengan nyaman di ranjangnya. "Tidurlah di sini!" ajak Sonia ketika Sean hendak pergi. Sean pun mengikuti permintaan Sonia dan tidur disamping gadis itu sembari memeluknya hangat. "Bisakah kau menghubungi Mama untuk tidak pulang? Aku benar-benar membutuhkanmu hari ini." Sean pun mengikuti perkataan Sonia, dan mulai menghubungi Jessica untuk menanyakan keberadaannya lalu membuatnya sibuk dengan dunianya. "Aku tidak bisa tidur," kata Sonia sembari mengeratkan pelukannya pada Sean hingga bagian wajahnya dia sembunyikan di d**a bidang Sean. Sean kemudian merasakan bahwa kemejanya basah dan mulai menyadari jika Sonia sedang menangis. "Son..." "Jangan khawatir, ak-aku tidak menangis." Sean berniat melihat wajah Sonia, tapi cengkraman Sonia begitu kuat. "Aku merasa bodoh, sharusnya aku menjaganya kan?" "Sonia, itu bukan salahmu." "Tidak, itu salahku, seharusnya aku menjaga bayi kita." Sean merasa sakit saat Sonia menyebutkan hal itu. Ia pun menarik Sonia hingga tatapan mereka beradu. "Dengar, itu bukan kesalahanmu dan jangan pernah merasa bersalah. Aku minta maaf karena sudah membuat semuanya menjadi rumit, aku janji aku bakalan cari jalan keluar dari ini semua, mengerti?" Sonia merasa lega, ia pun menganggukkan kepalanya. "Aku merindukanmu," ungkap Sean tulus, lalu dirinya segera mencium bibir Sonia, ia benar-benar merindukan bibir itu.Selama seminggu dirinya tidak bisa mencicipi bibir ranum itu. "Sea....mphhh..." "Jangan bergerak, aku benar-benar merindukanmu," ucap Sean sebentar lalu melanjutkan aksi ciumannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN