Apa sekarang ayah tirinya itu sedang gila? Astaga Sonia baru pertama kali menghadapi pria gila seperti ayah tirinya itu.
"K-kamu, apa katamu tadi?" tanya Sonia lebih jelas untuk meyakinkan pendengarannya.
"Kamu jadi pacarku."
Sonia tertawa dengan kerasnya hingga membuat perutnya sakit dan air matanya keluar, menjadi pacarnya? Astaga dunia ini pasti sudah membuat hidupnya jadi sulit.
"Jangan bercanda! Kamu ini sungguh pria yang gila," ucap Sonia yang masih menyeka air matanya.
"Apa aku terlihat bercanda?" tanya Sean serius.
Sonia pun menatap Sean dengan serius dan mencoba melihat apakah ada kebohongan di mata pria itu, dan ia tidak melihat kebohongan itu.
"Apa maksudmu?"
"Maksudku, aku menyukaimu," jawab Sean.
"Benarkah? Aku juga menyukaimu," ucap Sonia lalu berlari ke lantai atas menuju kamarnya.
Sean tersenyum karena melihat tingkah Sonia yang seperti itu. Dia tahu maksud dari perkataan Sonia yang mengatakan menyukainya, Sonia hanya suka bukan cinta. Sean memikirkan lagi perkataannya pada Sonia, ia benar-benar tidak tahan karena harus memendam perasaan sukanya pada Sonia.
Sean, pria itu mulai mencintai Sonia setahun yang lalu. Saat itu, Sonia hampir saja digoda oleh preman sehingga Sean membantunya dengan cara memukul habis-habisan preman itu. Sean berpikir mungkin saja Sonia sudah melupakannya. Saat ini Sean benar-benar mencintai Sonia dan ingin memiliki gadis itu. Namun, sifat tertutupnya membuat Sean sulit mendekatinya. Hingga dia memilih cara dengan menikahi Jessica, ibu tiri Sonia. Tapi ada alasan lain kenapa Sean menikahi Jessica, yaitu untuk melindungi Sonia dari Jessica.
Jessica, wanita itu memang menyayangi Sonia, tapi wanita itu berambisi untuk mengambil harta milik Sonia, sehingga apapun akan dilakukannya untuk mendapatkan seluruh hartanya yang ditinggalkan oleh Seth. Sean pernah mengatakan jika dia menikahi Jessica untuk kemenangannya itu, dan kemenangannya adalah mengambil seluruh harta Jessica dan memberikannya pada Sonia.
***
Lusanya, mereka bertiga sarapan seperti biasa, Sonia sudah melupakan perkataan Sean yang mengatakan bahwa pria itu menyukainya. Hari ini Sonia tidak kuliah karena kampusnya sedang libur dikarenakan dosen-dosennya tengah menghadiri pesta di pulau Lombok.
"Mama, bisakah aku mengambil kartuku? Aku ingin membeli sebuah buku baru," rengek Sonia kepada Jessica.
Perlu diketahui bahwa Sonia merupakan pecandu buku, bahkan dia akan lebih memilih membeli toko buku daripada membeli mobil. Mengenai kartu emas Sean, ia ingin menyimpannya untuk membeli toko buku. Bukankah ia gila? Biarkan saja.
"Bukannya Sean sudah memberimu kartu emas," kata Jessica tanpa menoleh ke arah Sonia dan masih fokus ke makanannya.
Sonia melebarkan matanya tidak percaya karena pria itu berani-beraninya memberitahu Jessica.
"Ma, aku ingin uang dari Mama,"rengek Sonia.
"Kalau begitu kembalikan kartunya!" sahut Sean.
"Aishh ... kalian berdua memang menyebalkan," kata Sonia kesal. lalu pergi meninggalkan ruang makan dan berlari ke ruang tengah untuk menonton acara spongebob.
"Kamu bisa menggunakan kartuku itu."
Sonia tersentak dan menoleh ke asal suara, lalu menemukan Sean yang sudah duduk di sampingnya.
"Benarkah? Apa aku bisa membeli sebuah toko buku yang di mana di lantai atas ada kamar khusus?" tanya Sonia dengan wajah yang berbinar.
Sean menganggukkan kepalanya
"Wah.... Terima kasih, Papa," ucap Sonia sambil memeluk Sean dengan erat.
Sean yang mendapat perlakuan seperti itu dari Sonia langsung mendapatkan detak jantung yang begitu besar.
"Baguslah, kamu manjakan saja dia!" Sean dan Sonia menoleh ke sumber suara dan menemukan Jessica yang sudah duduk di samping kanan Sonia dengan sepiring buah apel di tangannya.
"Apa Mama cemburu?" tanya Sonia yang sudah membalikkan badannya menghadap Jessica.
"Untuk apa Mama cemburu? Mama bisa membeli lebih."
"Mama menyebalkan!" ucap Sonia geram.
"Sudahlah, aku terlalu lelah mendengar keributan kalian!" suara Sean itu langsung membungkam mulut Sonia dan Jessica.
Mereka bertiga pun langsung terdiam dalam keheningan.
"Aku bosan, aku pergi dulu," ucap Jessica lalu pergi meninggalkan kedua manusia itu di depan televisi.
"Kamu libur?" tanya Sean.
Sonia mengangguk.
"Bukan, maksudku tamu bulananmu?"
Sonia lalu menoleh ke arah Sean dengan polosnya. Dia masih belum bisa mencerna ucapan Sean.
"Sudah datang atau belum?" tanya Sean lagi untuk memperjelas ucapannya.
Dia tidak menyangka gadis di hadapannya itu begitu polos.
"Oh, belum," jawab Sonia polos lalu melanjutkan cemilannya.
"Sukurlah," ucap Sean pelan.
"Apa maksudmu?" tanya Sonia bingung.
"Tidak ada," jawab Sean dengan ekspresi polos yang dibuatnya.
"Bagaimana dengan tawaranku kemarin malam?"
Deg
Sonia langsung menghentikan camilan fullo-nya yang masih bersinggah di mulutnya.
Sean menatap Sonia yang di mulutnya masih terdapat cemilan fullo. Sean lalu memajukan wajahnya dan mulutnya ikut memakan camilan yang ada di mulut Sonia. Sonia hanya bisa melebarkan matanya melihat apa yang dilakukan ayah tirinya itu.
Sedetik
Dua detik
Tiga detik
Camilan itu sudah dimakan dengan lahapnya oleh Sean, tapi bibirnya tetap tidak melepaskan diri dari bibir Sonia.
Sonia semakin terkejut ketika Sean melumat habis bibirnya dan memainkannya dengan cepat.
Sonia berusaha mendorong tubuh Sean, tapi tubuh pria itu terlalu kuat untuk Sonia rubuhkan.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Sonia polos setelah Sean menghentikan ciumannya.
"Aku Mencintaimu."
Deg
Lagi, jantung Sonia berdetak dengan kencangnya. Ia tidak bisa mencerna perkataan Sean barusan.
"Kamu? Mencintaiku?" tanya Sonia lagi.
Sean lalu menganggukkan kepalanya.
"Tu-tunggu dulu, kamu salah orang! Aku Sonia, bukan Mama Jessica," ucap Sonia sembari menggerakkan tangannya di depan wajah Sean.
"Apa kau pikir aku buta?" kata Sean dingin.
"Mungkin saja," balas Sonia dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari Sean.
Sonia menundukkan kepalanya karena dirinya tidak memiliki keberanian untuk menatap mata Sean.
"Tatap aku!" perintah Sean.
"Tidak, tatapanmu mengerikan!" balas Sonia.
"Sonia!" geram Sean.
Akhirnya, Sonia memberanikan diri menatap Sean.
Sungguh rasanya Sean tidak tahan ingin memiliki gadis di hadapannya itu,wajahnya yang polos membuat bentengnya runtuh. "Apa aku terlihat main-main?" tanya Sean.
Sonia pun mendekatkan wajahnya ke wajah Sean dan mencari tahu pikiran Sean dari mata pria itu. Dan sungguh hal itu membuat jantung Sean semakin berdetak dengan kencang.
"Tidak, aku melihat ketulusan," jawab Sonia masih dengan wajah polosnya.
"Aku tidak tahu kamu sebegitu polosnya,"ujar Sean dengan senyuman nakalnya.
"Apa kau benar mencintaiku?" tanya Sonia lagi.
"Haruskah aku mengatakannya hingga seribu kali?"
Sonia kemudian mengembuskan napasnya. "Lalu, kenapa kamu menikahi Mamaku jika kamu mencintaiku? Apa alasannya?"
"Karena dengan begitulah aku bisa mendekatimu."
Sonia semakin bingung,kenapa pria itu tidak langsung mendekatinya.
"Kamu pasti memiliki alasan lain?" tebak Sonia.
"Kamu benar!"
"Lalu apa?" tanya Sonia lagi.
"Haruskah aku memberitahumu?"
Benar, apakah Sonia harus mengetahuinya? Itu bukanlah gaya Sonia yang ingin mencampuri urusan orang lain, tapi masalahnya adalah pria yang ada di hadapannya ini adalah ayah tirinya.
"Sudahlah, aku harus pergi," ujar Sonia lalu hendak bangkit tapi tangannya dihentikan langsung oleh Sean.
"Akan aku antar."
Sebelum membalas perkataan Sean, pria itu sudah lebih dulu pergi ke arah kamarnya untuk mengambil kunci mobil, sedangkan Sonia berjalan ke kamarnya untuk mengganti pakaian.
Di dalam mobil, mereka hanya terdiam sambil mendengarkan musik. Sonia tengah asyik memainkan smartphone-nya, sedangkan Sean tengah fokus mengendarai mobilnya.
Butuh waktu tiga puluh menit untuk sampai di tempat yang ditujukan oleh Sonia. Tempat itu adalah sebuah kafe dengan perpustakaan mini dan toko buku. Bangunan itu berlantaikan dua lantai yang di mana lantai atasnya merupakan kamar khusus yang memiliki kedap suara. Sesuai dengan keinginan Sonia, faktanya Sonia berniat membeli bangunan itu.
Selain sesuai dengan keinginan Sonia, bangunan itu juga memiliki letak yang strategis dimana banyak pengunjung yang datang walaupun hanya sekedar mampir.
"Kamu ingin membeli bangunan ini?" tanya Sean yang sedari tadi hanya fokus melihat arsitektur banginan itu.
Sonia menganggukkan kepalanya. "Aku sudah mendapatkan surat bangunan dan perjanjiannya, jadi aku hanya tinggal melunasinya .Bangunan ini milik temanku, tapi dia menjualnya karena kebutuhan ekonomi," jelas Sonia dengan senyuman yang tidak pernah sirna dari wajahnya sejak memasuki bangunan itu.
"Sonia." Sonia dan Sean menoleh ke asal suara dan menemukan Gia serta kedua teman wanitanya di kafe itu.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Sonia heran.
"Tentu saja meminum secangkir teh hangat dan beberapa potong kue," Jawab Gia.
"Hari ini cuaca lagi panas, kenapa kalian meminum teh?" tanya Sonia bingung
Duar...
Tiba-tiba saja suara petir dan guyuran hujan mengejutkan Sean dan Sonia.
"Nah kan, hujannya datang," ucap Gia lalu duduk di kursi bersama kedua temannya, sedangkan Sonia berjalan ke arah kasir untuk meminta pertemuannya dengan pemilik bangunan itu.
"Oh, kamu juga di sini? Selamat pagi," sapa Gia pada Sean.
"Ngomong-ngomong anda ke sini untuk mengantar Sonia beli bangunan ini ya?" tanya Gia.
Sean hanya menganggukkan kepalanya lalu ikut bersama Sonia yang sedang melunasi pembayarannya.
Sebelum dia pergi menemui Sonia, Sean dapat mendengar semua pelanggan dan teman-teman Sonia mulai memuji ketampanannya.
"Kamu sudah selesai?" tanya Sean yang melihat Sonia sedang sibuk dengan surat-surat bangunan.
"Belum," jawab Sonia yang masih sibuk dengan surat-surat bangunan itu.
***
Siapa yang menyangka bahwa mereka berada di bangunan itu sampai pukul satu siang. Itu terjadi karena setelah penyelesaian kepemilikan bangunan, Sonia lebih memilih membaca beberapa buku hingga mau tidak mau Sean harus menemani Sonia. Dan siapa yang menyangka bahwa Sonia tertidur dengan pulasnya hingga membuat Sean membawa Sonia ke lantai atas dan menidurkannya di ranjang kamar itu.
Setelah membaringkan Sonia, Sean ikut tertidur di samping Sonia. Sean merasa senang karena dirinya bisa menikmati wajah cantik Sonia dari jarak sedekat itu.
"Engg..."
Sean semakin tersenyum karena erangan Soonia dan membuat gadis itu terbangun.
"Kita ada di mana?" tanya Sonia pelan sembari menarik selimut itu hingga menutupi seluruh tubuhnya.
"Di kafe," jawab Sean
Sonia pun membuka matanya dengan lebar dan menatap Sean yang berada di sampingnya. Dia bertanya-tanya dalam batinnya kenapa Sean bisa berada di sampingnya. Lalu tanpa sengaja Sonia memandang mata indah Sean dengan tulus.
Dia sempat berpikir bahwa semua perkataan Sean adalah benar dan tulus. Tanpa Sonia sadari, tangan Sean sudah mendarat dengan sempurna di wajah Sonia dan hal itu langsung membuat detak jantung Sonia bergerak dengan cepatnya.
"Kamu benar mencintaiku?"tanya Sonia lagi, mungkin Sean sedikit kesal karena Sonia terus menanyakan hal yang sama, tapi ia harus menanyakannya untuk melihat apakah itu merupakan sebuah kebenaran atau tidak.
Sean hanya terdiam tanpa ada niatan menjawab pertanyaan Sonia. Lalu tangan Sean yang semula berada di wajah Sonia mulai dia pindahkan ke tengkuk Sonia dan menariknya hingga wajah mereka hanya berjarak kan satu sentimeter. Dalam keadaan seperti itu, Sonia dapat merasakan deru napas Sean yang hangat dan menerpa wajahnya, begitu pula Sean yang sudah merasakan deru napas Sonia.
Reflek, Sonia mulai menutup matanya ketika Sean menyentuhkan bibirnya di bibir Sonia. Ciuman yang semula terasa lembut berubah menjadi ciuman yang menggairahkan saat Sonia membalas ciuman Sean.
Mungkin Sonia akan disebut sebagai anak kurang ajar karena berciuman dengan ayah tirinya. Tapi sungguh, Sonia tidak bisa menolak pesona dan kenikmatan yang diberikan Sean kepada dirinya.
Di sisi Sean, dirinya merasakan sebuah kemenangan karena sedikit lagi dia bisa memiliki Sonia.
Mungkin karena terlalu hanyut dalam ciumannya, Sonia tidak sadar bahwa pakaiannya sudah ditanggalkan oleh Sean.
"Hmpt...hmpt..." Sonia melepaskan ciumannya karena dirinya tidak bisa bernapas lagi.
Lalu tatapannya teralihkan pada tubuhnya yang sudah tidak memakai sehelai benang pun. "Kamu menyebalkan!" ucap Sonia kesal lalu menutupi tubuhnya dengan selimut yang ada di ranjang itu.
"Maaf, bisakah kita melanjutkannya?" tanya Sean serius.
Sonia membulatkan matanya, melanjutkan? Tunggu dulu, haruskah ia melakukan itu?
"Hmpt..." tanpa menunggu persetujuan Sonia, Sean langsung menciumi Sonia dengan rakus.
***
Jika dipikirkan lagi, ini pertama kalinya Sonia tidur dengan nyenyak semenjak kepergian ayahnya.
"Eng...." Sonia pun terbangun sambil merentangkan kedua tangannya.
"Selamat sore."
Sonia terkejut karena suara berat Sean disampingnya hingga hampir membutnya terjatuh.
"Kamu mengejutkanku," ucap Sonia kesal.
"Maaf, apa tidurmu nyenyak?" tanya Sean dengan wajah yang di hiaskan senyuman manisnya.
"Ini pertama kalinya tidurku terasa nyenyak, Terima kasih," seru Sonia senang.
"Aku tidak melakukan apa pun, sayang," balas Sean sembari mengecup lembut kening Sonia.
"Omong-omong jam berapa sekarang?"tanya Sonia tiba-tiba.
"Em, jam lima sore."
Perkataan Sean itu langsung membuat Sonia terbangun dan duduk di ranjang.
"Kita harus pulang, cepat!" teriak Sonia.
Mereka berdua harus segera pulang ke rumah sebelum Jessica kembali, dan jika mereka tidak di temukan oleh Jessica di rumah, maka semuanya akan kacau.
Mereka pun tiba di depan rumah, Sonia membuka pintu rumah dengan pelan agar tidak berbunyi.
"Kalian dari mana?" tanya Jessica ketika melihat Sean dan Sonia yang pulang bersama.
"Tentu saja bersenang-senang," jawab Sean lalu berjalan ke arah Jessica dan mulai mencumbu wanita itu.
Sonia merasakan sakit di hatinya karena melihat Sean yang langsung mencumbu Jessica di hadapannya. Sialan!
Sonia berjalan dengan langkah yang berat menuju kamarnya dan menutup pintu itu dengan keras.
"Kenapa rasanya sakit?" tanya Sonia pada diri sendiri sambil memegang dadanya yang nyeri akibat pemandangan itu.
"Agh....apa yang sudah kulakukan? Apa aku menyesalinya?" gumam Sonia karena tiba-tiba saja kejadian tadi yang dilakukannya bersama Sean terulang lagi di kepalanya. "Tapi kenapa aku begitu menikmatinya?"gumamnya lagi pada diri sendiri.
"Apa aku mencintai ayah tiriku? Secepat itu, kah?" tanya Sonia bingung.