Wajah tampan Tomoyoshi berubah gelap, sepasang mata hitam cerah miliknya tak lagi terlihat cerah saat dia mengambil dan melihat lembaran-lembaran hasil Rontgen juga CT-Scan atas nama Ichiharada Nanase. Dari hasil Rontgen, terlihat kalau tengkorak belakang Nanase retak beberapa milimeter, namun harusnya hanya dari kerusakan sekecil itu tidak akan melukai Nanase sangat banyak. Tapi jika dilihat kembali dari hasil CT - Scan, ada beberapa syaraf Nanase yang juga ikut terluka. Melihat hasil pemeriksaan CT - Scan yang diberikan Profesor Asanami, wajah Tomoyoshi yang sudah gelap sejak tadi berubah putih, pucat hampir seperti mayat. "Profesor, ini ...?"
Asanami mengangguk, "Karena benturan keras tiga tahun lalu, Nanase-kun mengalami kerusakan pada sistem Limbik-nya. Seperti yang sudah kau pelajari di sekolah dulu, sistem Limbik dibagi menjadi empat bagian. Mereka terdiri dari Amigdala dan Korteks Limbik. Di dalamnya juga termasuk pengaturan rasa di dalam kepalanya. Semua sistem itu saling tumpang tindih dan saling bekerja sama untuk membentuk emosi manusia, tapi dalam kasus Nanase-kun, sistem-sistem itu memicu konsleting tertentu hingga mengakibatkan peradangan yang mengakibatkan kerusakan beberapa memori yang seolah sangat tidak ingin dia ingat. Singkatnya, Nanase-kun mengalami Amnesia Lakunar."
"Jadi ...?" Tomoyoshi seolah menuntut kalimat lanjutan.
"Bagaimana ya, katakan kalau Nanase-kun mengalami Amnesia, namun dalam kasusnya berbeda seperti kebanyakan kasus Amnesia di mana pasien akan kehilangan semua memori tentang dirinya namun bukan berarti Amnesia bisa begitu saja menhilangkan identitas seseorang. Para pendetika Amnesia masih bisa mengenali siapa dirinya, identitasnya bahkan jati dirinya namun, mereka akan kesulitan dalam mengingat memori jangka pendek seperti tidak bisa membentuk memori baru atau pun mempelajari informasi baru.
Sementara Amnesia yang dialami Nanse-kun bukanlah jenis Amnesia seperti itu, Amnesia Lakunar yang diderita Nanase-kun adalah; hilangnya peristiwa spesifik. Ini adalah jenis Amnesia yang meninggalkan celah atau kekosongan dalam catatan memori di wilayah Kortex Otak. Penyebab utamanya jelas adalah kerusakan pada sistem Limbik. Namun, dalam kasus Nanse-kun adalah Amigdalanya masih bisa membentuk memori baru tanpa menghapus memori lama yang sudah terbentuk, bahkan kemampuan otak untuk mengingat bagaimana informasi terbentuk dan dia dapat masih sempurna hanya saja ada beberapa bagian memori yang seolah sengaja dihapus dari wilayah itu seperti untuk melindungi diri dari rasa sakit yang bisa mengganggu semua keseimbangannya.
Meski begitu, ingatan bawah sadar Nanase-kun masih bisa mengenali informasi yang tidak coba dibuang oleh otaknya. Jadi, meski dalam keadaan traumatis seperti itu, sistem bawah sadarnya selalu tahu kalau ingatan itu masih di sana namun dengan cepat wilayah Hipocampus menyingkirkannya saat dia kembali tersadar."
"Apa itu berhubungan dengan kondisi Momento?" tanya Tomoyoshi, namun tidak segera dijawab oleh Asanami. Pria tua itu mengambil sebuah bolpoin dari sisi mejanya juga sebuah kertas. Di sana dia menggambar dua buah bentuk sebagai perumpaan.
"Seseorang yang dalam kondisi Momento kemungkinan akan merasa tidak nyaman secara umum ketika mereka bertemu orang yang melukai mereka di masa lalu. Meski tidak bisa dijelaskan secara terperinci untuk alasannya, karena sebenarnya otak itu dirancang untuk menjaga ingatan yang kuat secara emosional.
Sementara kekosongan dalam Lakunar sendiri merujuk pada pengalihan dalam mekanisme perhatian yang mengakibatkan celah dalam pertahanan hingga Lakunar bisa masuk dan membuat penderitanya seolah melindungi diri mereka sendiri dari rasa sakit yang mereka rasakan, kemudian membuat bintik-bintik kabur yang seolah menyembunyikannya dan seperti tidak ingin dikembalikan."
Mendengar penjelasan Profesor Asanami Tadaichi, Tomoyoshi mengepal erat kertas-kertas Rontgen dan CT-Scan yang dia pegang. Tanpa dijelaskan pun, Tomoyoshi sudah tahu apa itu Amnesia Lakunar, tapi pertanyaannya, kenapa Nanase bisa mengalami hal seperti ini? Sementara Profesor Asanami bilang kalau kejadiannya tepat tiga tahun lalu, tahun di mana Nanase benar-benar menghilang darinya setelah kejadian itu. Dan sekarang, ketika mereka bertemu lagi, Nanase tidak lagi berada di Tokyo tapi di Fukushima, Prefektur Miyagi — Sendai. Jarak yang sangat jauh hanya untuk terlempar setelah pria itu mengalami Amnesia Lakunar.
Seolah bisa membaca pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepala Tomoyoshi, Asanami Tadaichi kembali bersuara, "Tiga tahun lalu, kudengar kau dan Nanase-kun punya sedikit masalah pribadi, setelah itu Nanase-kun pergi ke camp perekrutan relawan untuk demonstrasi Anti Nuklir yang diadakan oleh masyarakat di depan perusahaan itu waktu di Tokyo. Awalnya, Nanase-kun hanya jadi relawan medis untuk kasus ringan seperti dehidrasi dan penangan pertama saat gas air mata dilemparkan kalau situasi sudah tidak mendukung. Tapi, tanggal enam belas bulan empat, tiga tahun lalu, jadi hari nahas untuknya. Saat dia sedang membantu peserta demonstrasi yang pingsan, kericuhan terjadi, orang-orang mulai melempar batu-batu kerikil dan seseorang yang sekarang sudah dipenjara, memukul dengan sengaja kepala Nanase-kun sampai tulang tengkoraknya retak menggunakan tongkat baseball.
Saat berada dalam barisan relawan, dan terluka sangat parah seperti itu, Nanase-kun beruntung karena di sana ada Yuruizawa Maeda, dia dokter bedah umum dari Tohokudai, putra bungsu dari penanggungjawab Toma General Hospital. Waktu itu, sebagai dokter magang dan tidak punya pengalaman lebih, Yuruizawa Maeda menolong Nanase-kun yang kehilangan cukup banyak darah. Setelah beberapa minggu mendapat penanganan intensif, kondisinya berangsur membaik, setelah itu Yuruizawa Maeda mencoba menanyai tentang identitas yang saat itu tidak satupun dia bawa kecuali ID-Card yang dia peroleh dari asosiasi untuk tergabung dalam tim relawan.
Saat ditanya, Nanase-kun mengingat semuanya, namanya, pekerjaannya, usia. Tapi, saat aku bertanya tentang thesis-nya yang hampir rampung di bawah bimbinganku, dia mengeluh, katanya kepalanya sakit, dan jadi semakin parah saat aku bertanya kalau kau mencarinya ...."
" .... "
Tomoyoshi ingat bagaimana mereka bertemu kemarin malam. Dia ingat bagaimana terkejutnya dia saat melihat Nanase yang dia kenal, dengan mulut besar dan sikap ceplas-ceplosnya yang kekanakan, senyum yang sama, wajah yang sama namun mereka seperti orang lain. Dia pikir Nanase hanya sedang berpura-pura tidak mengenalnya karena masalah mereka yang tentu saja tidak akan dimaafkan dengan mudah, tapi ternyata dia salah. Dia memang seperti orang asing untuk Nanase, apalagi saat dia mengatakan "senang berkenalan denganmu."
Apalagi Nanase yang ada di sana tidak memanggilnya seperti dia memanggilnya dulu, malam itu di sana, Nanase bahkan memanggilnya Tomoyoshi-sensei.
Dia tahu kalau Amnesia Lakunar adalah jenis Amnesia yang pemicu terbesarnya adalah tauma atau stres parah yang dapat menyebabkan hilangnya ingatan yang bersifat disosiatif. Pada kondisi ini, otak akan membuang jauh-jauh pikiran, perasaan, dan informasi yang terlalu sulit untuk dicerna oleh penderitanya. Tomoyoshi tidak pernah berpikir kalau apa yang terjadi tiga tahun lalu benar-benar membuat kondisi psikis dan mental Nanase sampai demikian.
"Lalu, kenapa dia bisa ada di Prefektur Miyagi? Kalau dia masih ingat semua hal kecuali aku, kenapa dia tidak datang lagi kemari?"
"Di tahun pertama, setelah insiden tersebut, Nanase-kun dirawat di rumah sakit setempat. Aku sendiri yang mengawasi semua perkembangan kondisi anak itu, tapi aku tidak berani bicara apapun tentangmu atau soal thesis yang sedang dia selesaikan, setelah respon terakhir yang kudapat. Karena, aku takut itu akan memicu trauma otak yang lebih parah, aku takut kerusakan Limbik yang lebih banyak dan membuatnya kehilangan lebih banyak ingatan. Aku bahkan yang meminta sendiri pada Maeda Oshima — penanggungjawab Toma General Hospital untuk memperkerjakan Nanase di sana."
" ... apa, jika aku menemuinya lagi itu akan memicu kerusakan yang lebih parah, Profesor?"
"Kita tidak tahu untuk itu, selama ini aku hanya mencoba membuat kondisi psikis Nanase lebih tenang dengan membiarkannya menetap dan bekerja di Prefektur Miyagi."
"Tapi, kenapa anda meminta saya pergi ke Prefektur Miyagi kemarin? Apa anda sudah memprediksi ini? Maksudku, respon Nanase kemarin memang tidak menunjukan apapun kecuali dia yang seolah benar-benar tidak mengenalku?"
"Bukan 'seolah dia tidak mengenalmu', tapi Nanase-kun yang sekarang memang tidak pernah mengenalmu. Dalam memori barunya, dia menganggapmu adalah orang asing, yang harus diarsipkan dalam file baru di ingatannya."
"Kalau begitu, anda sudah tahu jika saja file lamanya tiba-tiba berontak?"
Profesor Asanami mendesah, "Katakan saja, itu seperti Terapi ECT ( Elektrokonvulsif ) untuk Skizofrenia Paranoid."
Tomoyoshi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat profesor yang sangat dia kagumi mengatakan kalau pertemuan mereka bisa dikatakan sebagai ECT, dalam metode medis, di mana pada terapi ini hal pertama yang dilakukan pada pasien adalah memberikan anestesi umum dan obat yang berfungsi untuk melemaskan otot-ototnya. Lalu, sejenis elektroda magnetik akan diletakkan pada kulit kepala pasien, kemudian dokter akan mengirimkan arus listrik yang dikontrol dengan baik melalui elektroda. Meski ECT diberikan dalam waktu singkat, tapi hal tersebut dapat menyebabkan kejang yang singkat pada otak dan akan membuat pasien kesakitan dalam tingkatan tertentu.
Mungkin maksud Profesor Asanami adalah memberi kejutan pada otak untuk merangsang sel-sel dalam sistem Limbik agar saling terkontradiksi untuk memicu file lama yang coba dikubur oleh sistem bawah sadar Nanase dan dipaksa untuk dibuka kembali?
"Itu ... bukankah itu sedikit berbahaya?"
Asanami Tadaichi menggidikkan bahunya dengan bola mata yang sedikit berputar, "Berbahaya atau tidak, sistem kejut seperti ECT yang ada di rumah sakit tentu tidak akan bisa digunakan untuk penderita Amnesia Lakunar seperti Nanase-kun, tapi aku yakin kau tidak ingin kalau Nanase-kun terus melupakanmu? Atau, kau akan membiarkan dia terus seperti itu dan bersikap seolah tidak pernah terjadi apapun di antara kalian? Tinggal bagaimana kau menentukan."
Perkataan Asanami Tadaichi benar. Dia tidak bisa terus membiarkan Nanase terus melupakannya atau berusaha membuat memori baru tanpa dasar untuk menjalin ikatan abstrak lain yang bisa saja akan mengganggu keseimbangan sistem Limbiknya dikemudian hari. Jadi, pilihan terbaiknya adalah mengembalikan ingatan Nanase sesakit apapun reaksi ECT alami yang akan dirasakan Nanase saat keping ingatannya kembali.
"Apa Nana tahu tentang kondisinya?"
Profesor Asanami mengangguk. Tentu saja, dengan hasil pemeriksaan seperti ini di tangannya, dia yakin kalau Nanase tahu tentang kondisinya sendiri. Hanya saja, sampai tahap di mana Nanase mencoba menggali file yang coba dikubur alam bawah sadarnya adalah apa yang dia tidak tahu.
Geraham Tomoyoshi menggertak halus di dalam mulutnya, rahang yang sejak tadi terlihat tegang kali itu mengeras, wajah tampannya kembali berubah gelap, sepasang alis tebalnya pun menukik turun saat tangan yang masih terus menggenggam hasil pemeriksaan Nanase mengepal sangat kuat. "Profesor! Mungkin, ini akan merepotkan Anda, tapi tolong, buatkan rekomendasi untuk saya!"
" .... "
Toma General Hospital.
Prefektur Miyagi
17:20 PM
Dia tidak tahu dia berada di mana. Di sana hanya ada ruangan gelap yang menyelubunginya, tidak ada apapun atau siapapun yang bisa dia tanyai tempat macam apa itu? Di dalam sana, Nanase hanya memakai sehelai kaos berwarna putih dengan celana senada tanpa alas kaki, padahal lantai di bawah sana terasa sangat dingin dan menusuk, namun dia tetap berdiri. Perlahan, kabut putih mulai datang, membuat gelap yang mencekam seolah berangsur terang namun tidak terang seperti ada lampu sorot di atas kepalanya.
Sepasang matanya menyipit, pupil matanya mengecil seperti mencoba melihat sebuah titik hitam yang menyerupai bayangan seseorang. Nanase tidak tahu siapa orang itu, dengan kaki tanpa alas, dia coba mendekat. Semakin dia dekat, titik itu berubah jelas, namun dia seperti melihat saluran televisi tahun tujuh puluhan, di mana semua gambar terlihat hitam — putih, buram dan membuat kepala pusing.
Setelah jarak mereka hanya tersisa beberapa senti, sosok yang terlihat lebih tinggi darinya itu berbalik, orang itu seperti melihat Nanase, dia mengulurkan tangannya pada Nanase, namun saat Nanase mencoba meraih tangan yang jauh lebih besar dari miliknya, sebuah tangan lain yang muncul dari belakang Nanase meraih lebih dulu tangan itu. Masih dari tempatnya, setelah tangannya diraih sosok dari balik tubuh Nanase tadi, orang itu memeluknya dan mengabaikan Nanase.
Nanase mencoba menarik ujung baju orang itu untuk tidak pergi, namun saat mereka bersentuhan, tangannya seperti disengat jutaan volt listrik hingga sekujur tubuh Nanase terasa sangat sakit.
Perlahan, mereka bergerak pergi, kaki tanpa alas Nanase mencoba mengejar mereka namun tersandung dan membuatnya terjatuh. Detik selanjutnya matanya terbuka dan napasnya tersengal sangat berat.
Nanase bangun dari salah satu ranjang rumah sakit dengan kepala yang seperti sedang membawa puluhan ton beban di sana. Sekujur tubuhnya terasa basah oleh keringat, dia bahkan bisa mendengar degup jantungnya sendiri di sana. Mimpi itu datang lagi dan terlihat semakin nyata....
Entah sudah berapa lama dia memimpikan hal yang sama, tapi setiap kali dia mencari tahu, kepalanya akan berputar dan sekujur tubuhnya akan terasa sakit, seperti menolak apa yang coba dia lakukan.
Dia ingat kalau semalam dia dipaksa pulang oleh Yuruizawa namun tidak ingat apa yang terjadi selanjutnya. Saat dia bangun pagi ini, dia sudah ada di ranjangnya — di apartemennya —. Karena sake dan daging adalah paket yang tidak bisa dipisahkan, dia jadi lupa diri, seperti orang kesetanan melahap daging-daging barbeque di atas panggangan dan menenggak berbotol-botol sake. Dia pikir, karena sudah terbiasa dengan alkohol, tidak masalah seberapa pun dia minum, tapi tadi malam dia benar-benar kelewatan sampai tidak tahu bagaimana caranya dia bisa kembali ke apartemennya. Setelah meminum sebutir aspirin, Nanase kemudian pergi ke rumah sakit untuk bekerja seperti biasanya.
Lalu setelah menyelesaikan pemeriksaan paginya dan mengecek beberapa pekerjaan lain, Nanase memilih tidur di salah satu ranjang yang kosong. Harusnya dia tidak melakukan hal itu di jam kerjanya, tapi dia bisa apa dengan sakit kepala yang seperti tidak mau pergi darinya. Bahkan setelah tidur hampir dua jam, sakit kepalanya masih tersisa, juga ... tangan kanannya yang terasa sedikit kebas.
_