Hugh bertemu dengan teman lamanya, Jim Dorgan malam itu. Jim selalu memilih tempatnya di sebuah klub hiburan di mana orang-orang bermain judi dengan bebas. Beberapa di antara mereka memainkan permainan biliar pada tiga meja yang kini terisi penuh. Sebagian yang lain berkerumun di sofa duduk sembari mengobrol dan tertawa keras. Sementara itu, hanya ada sedikit orang yang duduk di depan bartender untuk memesan alkohol, termasuk Hugh dan Jim. Sisanya tampak sibuk menikmati pesta bebas.
Hugh memerhatikan Jim untuk waktu yang lama. Saat mereka masih sama-sama bekerja untuk Billy Cunningham, mereka telah menjadi rekan kerja yang baik. Sampai Jim memutuskan untuk keluar karena keterdesakan ekonomi. Istri Jim adalah penghianat terbesar dan Jim telah menjadi salah satu korbannya. Debra memaksa Jim untuk keluar. Wanita itu telah membuat Jim terlibat dengan kegiatan kriminal yang menurutnya menghasilkan lebih banyak uang dari pekerjaan Jim sebelumnya. Akibatnya, Jim terseret sejumlah kasus yang membuatnya tertangkap dan harus dipenjara selama lebih dari tiga tahun.
Jim akhirnya menemukan ketenangannya dalam alkohol. Saat ini tidak ada yang benar-benar dilakukan pria itu selain bermain judi dan bekerja untuk seorang pemilik klub.
"Tentunya kau tidak datang tanpa maksud tertentu?" Sindir Jim yang ketika itu menggenggam botol alkohol dan meneguk minumannya langsung dari sana.
"Ya."
"Ah! Aku tahu.." Jim berdeham. Pria itu mengerang saat berusaha menegakkan tubuhnya. "Apa kau akan membayar semua minuman ini?"
Hugh tertawa kemudian mengangguk. "Ya."
"Kalau begitu katakan apa yang bisa kubantu?"
"Kau tahu tentang Javier?"
"Pria pemukul itu? Tentu saja aku tahu! Dia sudah menghilang satu pekan terakhir ini. Tapi siapa peduli tentang dia?"
"Apa kau tahu saat ini dia terlibat dalam kasus menghilangnya seorang gadis?"
Jim terdiam saat berusaha mengingat sesuatu. "Aku tidak tahu. Maksudku, Javier memang sering terlibat dalam aksi kriminal. Dia buronan, tapi aku tidak tahu kalau dia juga menculik seorang gadis."
"Apa dia tidak pernah membawa seorang gadis bernama Kate ke sini?"
"Mana kutahu!"
"Tapi kau tahu suatu informasi tentangnya."
"Well, well, ini tidak murah!" Jim memperingati. "Aku tahu ada sekelompok orang yang datang untuk mencari Javier beberapa hari yang lalu. Kau tahu Ricky Kerry?" Hugh menggeleng dan Jim melanjutkan. "Dia seorang anggota mafia yang mencari Javier."
"Mafia?"
"Semacam itu. Aku tidak yakin. Ricky mungkin juga terlibat dalam aksi penipuan dan penggelapan uang. Tapi dia kaya. Sangat kaya."
"Kenapa Kerry mengejar Javier?"
"Aku tidak tahu. Mungkin Javier telah menipunya. Silakan tanya langsung padanya. Tapi, kalau kau ingin tahu, Kerry datang beberapa hari yang lalu dan sempat terlibat aksi pukul dengan seseorang di sini. b******n itu seorang penjilat bermuka dua."
"Menurutmu apa dia akan datang lagi ke sini untuk mencari Javier?"
"Tentu saja. Dia menugaskan seorang wanita cantik untuk membawakan kepala Javier langsung padanya. Aku sempat tertipu dengan penampilannya. Wanita itu seperti.. iblis. Kau tahu? Dia datang seperti penggoda. Setiap hari, mengamati semua yang ada di ruangan ini dan ketika dia tidak juga menemukan apa yang dia cari, dia pergi. Itu berlangsung selama satu pekan terakhir. Sekarang dia hanya datang tiga sampai empat minggu sekali. Dia masih berpikir kalau Javier akan kembali ke klub ini."
"Bagaimana kau tahu dia bekerja untuk Kerry?"
"Aku tahu!" Jim tertawa. "Aku tahu. Mungkin, dia juga satu dari p*****r Kerry. Aku berani bertaruh untuk itu."
"Apa kau pernah bicara dengan wanita ini?"
"Tidak. Dan tidak akan pernah. Saat aku tahu, aku menjauhinya sebisa mungkin. Sama seperti kecantikannya, wanita ini berbahaya. Percaya atau tidak, dia mungkin seorang pembunuh bayaran. Dan aku tidak ingin melibatkan diri dengan penjilat keji seperti Ricky Kerry. Jadi, aku mempertaruhkan hidupku untuk informasi ini. Kalau sampai kau menyeretku terlibat dalam kasus ini, aku tidak akan mengampunimu untuk sisa hidupku."
"Tidak akan. Tapi aku mau kau menghubungiku saat kau melihat wanita itu datang."
"Berapa harga yang kau pasang untuk itu?"
"Aku lebih suka kau menyebutkannya langsung padaku."
Jim tersenyum, pria itu menegak cairan alkohol terakhirnya kemudian menjabat tangan Hugh dengan erat. "Kita sepakat kalau begitu. Aku ingin lima botol lagi."
***
Peter Jennings telah memulai sesi wawancara dengan sang pendeta bernama Paul Scholes yang baru-baru ini menemukan mayat Esther di belakang rumahnya. Tidak jauh berbeda dari versi cerita Jake Olin, Paul juga mengaku kalau ia tidak melihat peti mayat itu di belakang rumahnya sebelum fajar. Saat Paul terbangun peti itu sudah ada di sana.
Sang pendeta mengatakan kalau ia tidak melihat seseorang berkeliaran di sekitar rumahnya. Ia hanya melihat sinar lampu dari sebuah mobil yang berjalan dengan lambat di sekitar rumahnya.
“Apa kau bisa mengingat detail mobil yang kau lihat?” tanya Jesse.
“Aku tidak begitu yakin dengan apa yang kulihat. Itu hanya sebuah mobil berwarna hitam.”
“Apa yang kau maksud adalah sebuah mobil toyota keluaran tahun 90-an?”
“Ya! Mungkin. Mobil itu kelihatan tua."
“Kau mengingat pelat nomornya?”
“Tidak. Aku melihatnya dari jendela lantai atas rumahku. Aku tidak bisa melihat pelatnya dengan jelas. Tapi aku tahu mobil itu terparkir di seberang sana cukup lama.”
“Pukul berapa kau melihat mobil itu tiba?”
“Sekitar tengah malam.”
“Kau tahu berapa lama mobil itu terparkir di sana?”
“Aku tidak yakin, tapi mobil itu terparkir di sana selama lebih dari dua jam.”
"Apa kau melihat orang lain berkeliaran di sekitar saat mobil itu terparkir di sana?"
"Tidak. Tidak ada orang lain. Mungkin, hanya ada beberapa pengendara yang berlalu dengan cepat," jawab sang pendeta. Jesse telah mengambil tempatnya di samping sofa saat ia berusaha merekam semua kesaksian sang pendeta dan mencatat beberapa hal penting yang dikatakannya. Sementara Peter berdiri di samping Jesse, bersedekap sambil terus mendengarkan kesaksian itu. Mereka hanya ditemani oleh Dan Morris juga Michael Hart. Setelah diketahui kalau mayat kedua yang ditemukan adalah orang kedua yang masuk dalam daftar orang hilang, pihak kepolisian menjadi semakin yakin kalau kasus itu saling berkaitan. Jadi O'Neill telah meminta Morris dan Hart untuk bekerja sama dengan Peter juga Jesse, termasuk ikut hadir dalam sesi wawancara dengan saksi mata pertama.
"Jadi, saat kau terbangun, kau telah menemukan peti itu di halaman belakang rumahmu?"
"Ya."
"Apa kau ingat sesuatu yang berubah dari halaman belakang rumahmu? Seperti kayu yang berpindah misalnya, kaca yang pecah, atau.."
"Tidak ada yang berubah selain ada peti mayat di sana."
"Apa kau menyentuh peti mayat itu?"
"Ya. Aku membukanya, tapi aku tidak menyentuh apa-apa lagi setelah melihat jasad seorang wanita di sana."
"Kami meminta izin secara khusus padamu untuk menyelidiki apa ada jejak kaki yang tertinggal di halaman belakang, sidik jari atau mungkin barang bukti lainnya," kata Jesse. "Hingga kami mensterilkan halaman belakang rumahmu, sebaiknya jangan datang ke sana lebih dulu. Mungkin penyelidikan itu akan memakan waktu seharian."
Paul mengangguk. Ketika rasa penasaran itu muncul, ia tidak menghentikan dirinya untuk bertanya, "apa benar kalau ada kejadian sama yang terjadi sebelum aku menemukan peti mayat itu?"
Peter dan Jesse saling bertukar pandang. Mereka belum sempat menanggapi pertanyaan sang pendeta ketika Hart maju untuk menjawab.
"Ya itu benar. Korban sebelumnya adalah Amber Marylin. Dia gadis yang dikabarkan menghilang sejak sebulan yang lalu. Esther juga telah dikabarkan menghilang dan sekarang kau menemukan jasadnya."
Wajah Paul tampak pucat setelah mendengar kabar itu. "Jadi, ini adalah ulah seorang penculik yang membunuh korbannya?"
Sebelum Hart menanggapi pertanyaan berikutnya dan membuat suasana semakin panas, Peter lebih dulu menyela. "Hal itu masih dirahasiakan dari publik. Kami tidak bisa menyebarluaskan informasinya hingga waktu yang tak bisa ditentukan."
Paul mengabaikan ucapan terkahir Peter ketika ia bergumam, "jasad wanita itu sangat bersih dan dia memakai pakaian pengantin. Dia seperti jasad yang siap untuk dikuburkan, bukan begitu?"
"Ya, benar!" Hart menyetujui. "Aku berpikir itulah sebabnya pembunuh ini meletakkan jasad Amber dan Esther di rumah seorang pendeta. Pembunuh itu ingin jasad mereka dikubur dengan layak dan diberi doa."
Gagasan itu cukup masuk akal tapi Peter menolak untuk mendiskusikannya di sana. Jauh sebelum Hart mengupas semua informasi kerahasiaan penyelidikan mereka, Peter segera mengakhiri percakapan itu tanpa basa-basi. Kirk kemudian hadir di sana untuk membebaskannya dari Hart si pengacau. Laki-laki itu datang sebagai pemimpin tim TKP yang terdiri dari tiga orang untuk menyelidiki jejak yang mungkin tertinggal di halaman belakang rumah Paul Scholes. Peter baru benar-benar bisa tenang ketika ia dan Jesse berkendara menjauh meninggalkan rumah sang pendeta.