Para anggota cungpret seperti biasanya datang pagi-pagi untuk menyalurkan kebiasaan ghibah mereka. Ghibah dan cungprets adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Memang dalam sebuah kantor pasti ada saja masanya karyawan membicarakan para atasan mereka, entah pembahasan yang baik atau yang buruk namun membahas mengenai atasan mereka seakan memberikan suatu sensasi tersendiri. Kini Mila, Ardian dan Jess pun sudah masuk dalam circle para cungprets. Kalau istilahnya Ryandra dulu, ketiganya sudah terkena semburan racun para senior mereka sehingga mereka bergabung dalam circle Bayu and the gank.
Saat ini Ardian tengah membuat kopi paginya, Bayu tengah duduk di meja kecil yang tersedia di mini pantry itu bersama dengan Emily, Jess dan Mila sementara Langit dan Hilman tengah berdiri tidak jauh dari posisi meja mini pantry. Mereka semua kini tengah berkumpul di depan mesin kopi yang menjadi peninggalan kisah cinta rekan kerja mereka yang berjodoh dengan sang bos dan Bayu melontarkan pertanyaannya, "Menurut kalian first impression bos baru kita gimana?"
Semua mata pun tertuju pada Bayu karena pertanyaannya itu.
"First impression gue sih dia kaku tapi keliatannya dia lebih baik dari pada Ryandra. Semalem aja dia bilang buat jangan lupa waktu. Gue rasa dia gak sekejam Pak Ryandra," Emily buka suara atas pertanyaan Bayu mengenai kesan pertama mereka mengenai atasan baru mereka itu.
"Gue sih belum bisa menilai, Mas. Belum banyak interaksi," Hilman menjawab dengan nada santai.
Langit menatap Emily, "Gue sependapat sama Mbak Em. Keliatannya dia jauh lebih baik dari Pak Ryandra dan gue harap dia jauh lebih baik. Gilaaa sampe kapan gue mau ngalamin kerja rodiiiiii.."
Bayu memutar bola matanya, "Sampe elo resign dari sini, Lang."
Langit memasang wajah cemberut, "Terus yang biayain nyokap gue siapa, Mas?"
Bayu mendengus, "Ya, elo. Elo kan anaknya, Lang." Bayu pun kini melirik Mila, "Lo juga lembur kan kemaren, Mil? Menurut lo si bos baru gimana?"
Mila menatap Bayu lalu beralih menatap kedua seniornya yang semalam juga lembur sama seperti dirinya, "Bingun gue mbak. Mbak Em sama Mas Langit bener tapi kata Mas Hilman juga bener. Kita belum banyak interaksi jadi masih abu-abu. Tapi awal masuk dia udah bahas kerjaan, gue pikir dia gila kerja juga tapi mungkin enggak karena sejauh ini dia belum delegasiin tugas apa-apa sama gue. Ya, maklum juga baru kemaren."
Ardian hendak menanggapi namun kata-kata itu kembali tertelan saat pintu ruang divisi mereka terbuka lalu bos baru mereka masuk dengan santainya. Pakaiannya masi formal dan sekaku kemarin namun pakaian itu bukanlah setelan jas berharga murah. Mila bisa menyadari hal itu dilihat dari bahan dan penampakan jas itu yang seakan berkilau dan menyuarakan kata 'MAHAL'
"Good morning, guys." Adriel menyapa karyawannya dengan nada santai.
Seperti biasa the one and only Bayu, sang raja ghibah yang menjawab setiap ucapan pertama bos mereka, "Good morning, Driel. Welcome back, gimana diluar cerah?" Bayu berusaha bersikap bersahabat dengan Adriel.
Adriel hanya mengangguk kaku. "Good morning, Bay. Iya, cerah. By the way, Gue masuk ke ruangan gue dulu."
Para cungprets pun tertawa kering... Awkward.. Awkward.. Usaha Bayu tidak kena sasaran. Bayu menyambut dengan heboh dan Adriel hanya menjawab singkat disertai anggukkan dan Adriel malah meloyor masuk ke ruangannya tanpa menunggu jawaban Bayu. Usaha Bayu berakhir garing. Bayu sepertinya lupa kalau Adriel berbeda dengan Ryandra.
Semua orang tertawa kering dengan jantung berpacu bagaikan kuda yang sedang berada dalam lomba pacuan. Semua orang tersenyum namun dalam hatinya meneriakkan kata-kata umpatan untuk Bayu. Hingga Adriel mengerutkan alisnya sendiri karena merasa aneh sendiri dengan tingkah semua orang yang ada disana namun Adriel tetap berjalan masuk ke dalam ruangannya. Tepat saat pintu ruangan Ryandra yang kini ditempati Adriel itu tertutup, barulah senyum-senyum kering itu berubah menjadi tatapan kesal yang tertuju pada satu orang. Bayu.
"Kalo lo kangen cari masalah, please. Jangan sekarang, Mas. Hari ini deadlinenya gue, Mila sama si Langit. Ngapain lo pake acara nanya diluar cerah enggak. Kan elo tadi juga dari luar, Suparjo." Emily menyemburkan kekesalannya pada Bayu.
Mila mengangguk membenarkan ucapan Emily, "Jangan bikin orang merana karena keajaiban lo, Mas."
Bayu terkekeh sambil mengangkat tangannya. Hari para cungprets pun kembali dimulai. Mereka semua sudah mengisi tenaganya dengan kopi dan sarapan. Level tenaga dan semangat mereka pada level paling atas. Mereka sudah siap menjalani hari mereka ditambah lagi mereka yakin dengan pekerjaan mereka hari ini yang akan baik-baik saja.
***
"Oke, semua udah dapet bagian masing-masing. Deadline juga tadi sudah saya sampaikan. Semua bisa bekerja seperti biasa. Jika memang sudah selesai sebelum deadline jauh lebih baik. Kalian bisa kirim email langsung ke saya. Kinerja kalian akan mempengaruhi KPI kalian pastinya." Adriel dengan sikap tegas dan serius memimpin meeting dadakan yang ia laksanakan hari ini.
Adriel menatap satu per satu anak buahnya, "Saya dengar dari Mas Lukman kalau Mas Ryandra memiliki jadwal khusus setiap senin untuk meeting bersama kalian tapi saya berbeda dengan Mas Ryandra. Saya harap kalian bisa menyamakan ritme kerja kalian dengan saya. Saya bisa mengadakan meeting jika saya rasa meeting itu memang diperlukan. Saya juga minta tolong invite saya ke grup chat kalian supaya saya juga bisa berkoordinasi dengan kalian masalah pekerjaan."
Semua terdiam mendengarkan arahan Adriel. Sesekali mereka saling bertukar pandang seakan berbicara melalui tatapan mata mereka.
"Ada yang ingin ditanyakan?" Adriel bertanya sambil menatap satu per satu anak buahnya secara bergantian secara singkat.
Semua anak buah Adriel menggelengkan kepalanya.
"Ah, ya." Adriel tiba-tiba teringat akan sesuatu, "Saya sering bermasalah dengan karyawan yang sering mengajukan cuti mendadak. Bagi saya cuti itu bisa direncanakan jauh-jauh hari. Kecuali hal yang memang diluar kuasa kita seperti kecelakaan, kematian, kelahiran, sakit. Selebihnya seperti acara keluarga itu bisa dirancang jauh-jauh hari bukannya di H min satu sebelum cuti."
Adriel menghela nafas lalu kembali menatap karyawannya satu per satu, "Saya paham cuti adalah hak karyawan tapi saya harap kalian juga memikirkan keberlangsungan perusahaan karena disini tempat kalian mencari rezeki. Kalau sesuatu terjadi karena berawal dari ketidakhadiran kalian di situasi genting misalnya, bukan hanya posisi kalian sebagai karyawan yang terancam tapi seluruh karyawan di Algantara Group terancam mendapatkan masalah. Cobalah berpikir dari sisi itu."
Adriel melihat tidak ada tanda-tanda sanggahan atau tanggapan atas ucapannya barusan. Adriel pun menyudahi meeting hari ini. Meeting pertama yang ia pimpin sendiri secara langsung dan membahas mengenai pekerjaan-pekerjaan mereka.
"Sepertinya dia kemarin diam untuk mempersiapkan amunisi nembakin kita hari ini," Bayu berucap dengan nada lesu setelah duduk di kursi kebesarannya.
Kini giliran ketiga cungprets yang memiliki jadwal deadline hari ini masih harus bertarung untuk maju menyerahkan deadline pekerjaan mereka pada bos baru mereka. Satu per satu mereka masuk ke dalam ruangan Adriel. Dimulai dari Langit lalu Emily dan diakhiri oleh Mila. Mereka bertiga memiliki satu kesamaan yang jelas terlihat. Masuk dengan semangat yang menggebu-gebu lalu keluar dengan wajah tentara pulang karena kalah di medan perang.
Tidak perlu orang pandai untuk mengartikan bahwa hasil pekerjaan mereka tidak berjalan mulus. Langit yang biasanya dikenal memiliki jalan yang mulus nyatanya hari ini memasang wajah awut-awutan.
"Hari ini lautan berombak atau tenang, Mil?" Bayu mencoba bertanya mengenai kondisi bos mereka saat ini pada Mila karena Mila adalah orang terakhir yang keluar dari ruangan bosnya itu.
"Berombak, Mas. Ada pusaran air juga. Horor." Mila mencoba menggambarkan kondisi terakhir yang ia tau.
Jam makan siang, para cungprets kecuali Mila, semua kompak memesan online karena mereka terlalu malas untuk keluar disaat pekerjaan mereka masih belum selesai. Mila tidak ikut memesan karena seperti biasanya ia memiliki bekal yang sudah ia bawa dari rumah. Tujuannya simpel, agar ia tidak mengeluarkan uang untuk makan siang, alasan lainnya adalah karena membawa bekal dari rumah itu jauh lebih hemat serta bersih. Hingga jam pulang, tidak ada percakapan apapun diantara para cungprets. Mereka semua sibuk menatap layar laptop mereka. Namun ketika Adriel pulang membawa barang-barangnya dan berpamitan, barulah semua anak buah Adriel itu seakan bisa bernafas lega. Mereka semua sedikit lebih santai.
"Dia lebih horor dari Pak Ryandra," Langit membuka suara setelah meneguk kopi dalam gelas miliknya.
Semua mata tertuju pada Langit termasuk Emily dan Mila yang mengangguk membenarkan.
"Matanya tajem banget, sumpaahhhh! Dia bisa nemuin typo gue. Duh." Emily mendesah kesal sendiri karena ketidaktelitiannya.
Mila meringis, "Kita kayaknya kena prank. Dia gak kalah gilanya sama Pak Ryandra."
Kini giliran Bayu mengangguk, "Dia kasih gue lima proposal baru. Kalo kayak gini bisa pulang subuh gue. Dealine semua barengan," Bayu mendesah pasrah dan putus asa. "Bisa-bisa gue pulang tapi koper baju gue udah di depan rumah kalo gini ceritanya."
Semua orang memasang wajah lesu. Ternyata penilaian mereka salah. Mereka baru membicarakannya tadi pagi dan seharian ini Adriel membuktikan siapa dirinya. Adriel adalah seorang pekerja keras. Keberlangsungan perusahaan adalah nomer satu dalam listnya. Fokus bekerja adalah kebiasaannya dan tidak boleh ada kesalahan adalah suatu harga mati. Kini para cungpret menghadapi atasan yang ternyata tidak kalah gila dengan Ryandra.
"Gue beneran harus siapin cv buat disebar dari sekarang. Hari pertama kerja sama dia aja gue udah stress begini. Gimana nasib gue kalo terus-terusan kerja sama yang model begitu?" Ardian berucap dengan nada nelangsa.
Mila terdiam mendengarkan ucapan-ucapan teman-temannya. Mila sendiri merasakan hal yang sama namun pindah kerja bukanlah sebuah perkara mudah terlebih belum tentu ia menemukan perusahaan yang mampu memberikan bonus yang sama dengan yang ia terima di Algantara. Mila tidak ingin bersikap egois dan mempertaruhkan seluruh keluarganya. Kini Mila bertanggung jawab bukan hanya pada dirinya saja melainkan seisi rumahnya membuat Mila harus berpikir panjang serta memikirkan segala kemungkinan baik dan buruknya.
***
Mila tidak menyangka lolosnya satu proposalnya akan membawa lima proposal baru yang harus ia kerjakan. Mila merasa lega karena setelah kesalahannya mengenai penjelasan grafik akhirnya hari ini ia bisa memberikan revisi pekerjaannya dan langsung diterima oleh Adriel.
"Kenapa muka lo lesu begitu keluar dari ruangannya Pak Adriel? Pak Adriel tadi keluar kayaknya biasa aja," Hilman bertanya dengan alis berkerut melihat muka lesu dan helaan nafas panjang Mila.
Mila memandang Hilman dengan wajah nelangsa lalu menceritakan apa yang terjadi di dalam ruangan Adriel tadi. Semua memandang Mila dan memandang kasihan junior mereka itu.
"Kita beneran kena prank," Emily berucap dengan nada lemas.
Mila mengangguk cepat membenarkan, "Pak Ryandra dulu kasih kerjaan tiap senin, selebihnya dia kasih kerjaan paling satu dua proyek. Rasanya masih manusiawi dari pada lima."
Semua mengangguk lemas membenarkan ucapan Mila.
"Sekarang gue punya delapan proposal yang perlu gue review dan edannya dalam minggu ini semua perlu gue submit ke dia.." Mila memandang sendu laptop dihadapannya.
"Semangat, Mil. Demi biaya adek-adek lo." Ardian mencoba menyemangati Mila.
Mila mengangguk pasrah. Pekerjaannya menumpuk dan akan semakin menumpuk jika tidak ia kerjakan. Sepertinya ia akan kembali lembur malam ini. Bos barunya gak kalah gila dengan bos lamanya.
'Ya, Allahhh.. Tolong Mila, Ya, Allaahhh...'