Adriel Dirgantara

1733 Kata
Mila pernah merasakan kaget. Tapi baru kali ini Mila merasakan kaget yang teramat sangat hingga rasanya ia berharap bisa memiliki kekuatan super untuk memutar balikkan waktu. Mila tidak pernah menyangka kalau senior satu teamnya adalah calon istri dari bosnya. Mila jelas ingat betul bagaimana rasanya jantungnya dipaksa pindah posisi ketika menyadari siapa yang melamar seniornya itu. Mila meruntukki dirinya sendiri karena ia tidak bisa menjaga apa yang ia ucapkan mengenai bosnya. Kini Mila takut kalau Keyra marah padanya dan melaporkan semua yang ia ucapkan mengenai bosnya itu selama ini pada yang bersangkutan. Mila bahkan sampai tidak bisa tidur karena memikirkan hal ini. Setelah beberapa hari tidak tenang dan ketakutan, Mila pun akhirnya memutuskan untuk mengajak seniornya yang lain untuk berbicara dan pilihannya jatuh kepada Bayu dan Emily. Mila menilai keduanya adalah senior yang paling dekat dengan calon ibu bosnya. Mila pun mendatangi keduanya yang kini sedang jalan bersama menuju kedai kopi yang terletak di lantai bawah gedung Algantara. "Mas Bay... Mbak Em..." Mila menyerukan nama kedua seniornya lalu berlari secepat mungkin ketika kedua seniornya menyadari panggilannya dan berhenti mencari sumber suaranya. Bayu dan Emily menatap bingung Mila, "Kenapa Mil?" Emily bertanya dengan nada bingung melihat Mila yang terengah-enggah mendatangi mereka. "Ikuuttt.." Bayu dan Emily saling berpandangan kemudian menggelengkan kepalanya secara bersamaan melihat tingkah junior mereka itu. Mila pun dengan cepat mengikuti langkah kedua seniornya dan berjalan menuju kedai kopi bersama-sama. "Kenapa gak minum kopi di dalem ruangan, Mas? Kan Pak Bos beliin mesin kopi," Mila bertanya dengan nada penasaran. "Lo sendiri kenapa ikut ke kedai kopi kalo elo gak beli kopi, Mil?" Emily ikut melemparkan pertanyaan namun bukan pada Bayu melainkan kepada Mila. Mila terkekeh, "Ada yang mau gue omongin, Mbak." Bayu dan Emily berpandangan sesaat. Bayu menatap Mila dengan wajah penasaran, "Lo mau tanya apaan?" Mila bingung mengungkapkan isi kepalanya. "Apaan? Jangan diem aja. Bikin gue penasaran aja lo," Bayu mendengus kesal menunggu Mila yang tidak mengungkapkan pertanyaannya. Mila meringis menggigit ujung bibirnya menatap Bayu dan Emily bergantian, "Mas, Mbak, kemarin gue ngata-ngatain Pak Bos itu gak akan disampein ke Pak Bos sama si Mbak Key, kan?" Bayu dan Emily pun berpandangan sesaat sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak secara bersamaan. Bayu bahkan menyeka matanya karena ada air mata yang keluar karena tertawa mendengar pertanyaan Mila. "Gue kira elo mau bahas apaan, Mil. Muka lo udah kayak tikus kejepit." Mila mandang datar Bayu, "Jantung gue kemarin dipaksa pindah ke perut. Lo pikir gue gak khawatir? Adek-adek gue masih butuh biaya buat sekolah mereka, Mas. Kalo sampe Pak Bos tau ucapan-ucapan ajaib gue... Gimana nasib kontrak kerja gue maasss..." Mila berucap dengan nada nelangsa diakhir kalimatnya. Bagi Mila, masalah ini adalah masalah besar. Pekerjaannya sedang terancam karena ia menggibahi atasannya sendiri. Eh tapi, calon istri bosnya itu juga ikut ngata-ngatain calon suaminya kok ya? Lagi pula apa yang ia ucapkan selama ini adalah sebuah fakta. Ia tidak mengucapkan hal yang tidak-tidak tentang bosnya yang berada di ranah fitnah. "Tenang, Keyra enggak akan cepu ke Ryandra kok, Mil." Bayu menenangkan juniornya yang nampak ketakutan. Mila lega mendengar ucapan seniornya. Mila tidak perlu khawatir akan kehilangan pekerjaan karena membicarakan atasannya sendiri. Masih jelas dalam ingatan Mila bagaimana mewahnya pernikahan antara senior dan bosnya itu dan untungnya hingga pernikahan senior dan bosnya berlangsung, dirinya masih aman bekerja sebagai karyawan di Algantara Group. Malah kini Mila dipercaya memegang lini F&B seorang diri. Hal ini dibuktikan dengan eksistensinya yang tetap bertahan sebagai karyawan Algantara hingga sang senior resmi menjadi istri dari bosnya. Pernikahan termewah yang pernah Mila datangi seumur hidupnya itu tidak akan bisa ia lupakan. Namun ternyata pernikahan senior dan bosnya itu membawa satu perubahan besar dalam divisi mereka. Pengantin yang berbahagia itu kini tengah menikmati indahnya awal kebersamaan mereka dalam mahligai rumah tangga namun para kacung kampret tetap berada ditempat dimana mereka seharusnya berada. Di kantor. Seperti biasanya, setiap hari senin semua anggota divisi bisnis analis sudah berkumpul dalam ruangan meeting. Jika biasanya mereka di dalam ruangan itu bersama Ryandra, kini ada sang sekertaris sang bos yaitu Lukman yang sudah berdiri di depan tempat biasa bosnya berdiri bersama dengan seorang pria yang baru pertama kali muncul di ruangan itu. Semua mata tertuju pada keduanya namun perhatian lebih diberikan pada pria yang berdiri dibelakang Lukman. Pria itu lebih tinggi beberapa senti dari Lukman. Pria itu memiliki wajah dengan pahatan rahang yang tegas. Kulitnya berwarna putih bersih untuk ukuran seorang pria. Rambutnya berpotongan pendek berwarna kecoklatan yang disisir rapi. Baju yang ia kenakan hari ini pun sebuah setelan jas dengan dasi berwarna senada dilengkapi dengan dalaman kemeja berwarna putih. Penampilannya begitu formal. Wajahnya datar tanpa ekspresi. "Baiklah, karena semua sudah berkumpul, saya akan mulai. Saya kesini untuk menyampaikan pesan dari Pak Ryandra. Mulai hari ini secara resmi beliau sudah tidak menjabat lagi sebagai manager di divisi ini. Beliau mendelegasikan tugas dan jabatan itu pada Bapak Adriel Dirgantara." Lukman menyelesaikan ucapannya lalu mempersilahkan pria yang berdiri dibelakangnya untuk maju berdiri sejajar dengan dirinya. "Perkenalkan, beliau ini Adriel Dirgantara. Beliau lulusan Harvard University dan mulai hari ini beliau akan menggantikan Bapak Ryandra secara permanen sebagai kepala divisi ini. Segala tugas dan wewenang yang sebelumnya dimiliki oleh Pak Ryandra per hari ini diserahkan secara penuh pada Bapak Adriel." Pria itu pun menatap satu per satu karyawan yang berada disana, "Salam kenal. Saya Adriel Dirgantara. Seperti yang dikatakan Mas Lukman tadi, mulai hari ini saya yang akan menjadi kepala divisi kalian. Saya sudah mendengar banyak mengenai kinerja kalian. Pak Ryandra memberikan rating yang baik untuk kinerja kalian masing-masing yang melebihi ekspektasi saya. Saya harap kalau apa yang diucapkan Pak Ryandra adalah sebuah kenyataan. Mari kita bekerja sama memajukan Algantara Group bersama-sama." Lukman pun menatap Adriel, "Pak Adriel.. Perkenalkan ini Bayu." Lukman memberi kode pada Bayu untuk berdiri. "Mas Bayu ini bisa Bapak ajak diskusi mengenai karyawan di divisi ini. Mas Bayu senior dalam ruangan ini. Biasanya jika ada meeting dan event di divisi ini, Mas Bayu yang akan mengaturnya entah sendiri atau mendelegasikannya pada yang lain." Bayu dan Adriel pun berjabat tangan saling berkenalan. "Welcome to club Business Analyst Algantara Group, Pak." Bayu berbicara dengan nada formal. Adriel tersenyum tipis, "Panggil nama aja, Bay. Saya banyak denger cerita soal kalian semua dari Mas Ryandra." Bayu memasang wajah kaget dengan gaya khas lebaynya, "Wow, cerita apa tuh, Driel? Semoga bukan yang jelek ya." Adriel hanya tersenyum tipis lalu menatap ke karyawan lain satu per satu, "Saya rasa perkenalannya sudah cukup. Tidak ada yang berubah dari rutinitas yang sudah berjalan. Semua bisa kembali ke meja masing-masing dan mulai bekerja." Semua karyawan terdiam termasuk Mila. Mila baru pertama kali merasakan perutnya melilit karena gugup. Bukan gugup karena melihat paras dari bos barunya tapi melilit karena membayangkan bagaimana situasi kerjanya nanti dengan atasannya yang baru. Adriel Dirgantara terlihat begitu kaku. Wajahnya saja datar tanpa ekspresi saat mengucapkan kalimatnya barusan. Bahkan di pembahasan pertamanya, bos barunya ini sudah membahas mengenai kinerja kerja. Sepertinya bos barunya tidak lebih baik dari bos lamanya. Entah mengapa perasaannya tidak enak. Perkenalan mereka singkat. Tidak ada basa-basi busuk apa lagi canda tawa. Sebuah perkenalan singkat, sesingkat gaji yang masuk ke dalam rekeningnya dan pergi menghilang untuk mengerjakan tugasnya untuk melunasi seluruh tagihan-tagihannya. Miris. *** "Gimana hari pertama, Driel?" "Not bad. Masih perkenalan. Belum ada interaksi apapun soal pekerjaan." Kini Adriel tengah melakukan panggilan video melalui laptopnya dengan Ryandra. Kakak sepupunya itu kini sedang menikmati bulan madunya bersama istrinya. Adriel menggantikan posisi kakak sepupunya setelah mendapat tawaran dari yang bersangkutan secara langsung. "Gue denger lo gak mau lanjutin usaha bokap lo?" Ryandra bertanya pada Adriel yang datang dalam acara temu keluarga untuk membahas rencana pernikahannya dengan calon yang ia pilih. Adriel mengangguk, "Passion gue dibidang bisnis bukannya bidang kesehatan, Mas." "That's way lo milih manajemen bisnis dan bukannya kedokteran?" Adriel mengangguk, "Gue mau nawarin lo posisi di Algantara kalo lo mau. Gue rasa gue harus naik karena Mas Rein butuh bantuan. Gue belum nemuin orang yang cocok dan gue pikir lo bisa isi posisi itu sesuai dengan background. Lo.. " Semenjak percakapan itu Adriel jadi sering bertemu dengan Ryandra dan keduanya membahas mengenai tawaran Ryandra lebih lanjut. Adriel setuju menerima tawaran Ryandra karena ia sendiri ingin membuktikan bahwa ia bisa sukses dengan pilihannya. Ia bisa berjuang sendiri tanpa bersandar pada usaha keluarganya. "Lo harus fokus sama F&B karena kedepan bisnis F&B memiliki prospek yang besar. Lo liat sendiri gimana menjamurnya cafe dan resto dengan berbagai konsep sekarang ini. Ini kesempatan besar bagi F&B, Driel." Adriel mendengarkan ucapan Ryandra sambil fokus pada tablet yang berada ditangannya, "Proposal F&B dari cabang emang banyak. Ini yang gue buka sekilas memang menarik konsepnya tapi memang perlu di review soal detail di dalamnya." Ryandra mengangguk membenarkan, "Lo delegasiin si Mila aja buat review. Biar dia bedah proposal itu dan bikin presentasi grafiknya. Dia udah beberapa bulan kerja bareng istri gue, dia banyak belajar dan she's quite good and detail." Adriel mengangguk menanggapi ucapan Ryandra. "Oke. noted. Lini yang lain gimana, Mas? Ada catatan yang mau Mas kasih?" Adriel dan Ryandra pun tenggelam dalam pembahasan mengenai urusan pekerjaan walau jam sudah menunjukan pukul delapan malam namun Adriel masih betah di dalam ruangannya sambil membahas mengenai pekerjaannya. Adriel memang sedari dulu suka lupa waktu jika sudah melakukan sesuatu yang mengambil seluruh fokusnya secara penuh. Adriel mengakhiri panggilan videonya dengan Ryandra ketika waktu menunjukan pukul sembilan malam. Adriel pun bersiap pulang dan hampir jam sembilan lewat Adriel baru meninggalkan ruangannya. Adriel keluar dan terkejut melihat tiga karyawannya masih berada dimeja kerja mereka dan fokus menatap laptop mereka masing-masing. "Kalian belum pulang?" Pertanyaan Adriel sontak membuat ketiganya mengalihkan pandangan mereka untuk menatap dirinya. Pria berkacamata yang Adriel ingat bernama Langit pun buka suara, "Kami ada deadline, Pak." Adriel hanya mengangguk, pandangan Adriel pun menatap satu per satu karyawannya yang berada disana. Langit, Emily dan Mila. Ketiganya nampak kembali fokus dengan pekerjaan mereka membuat Adriel memilih untuk melanjutkan rencananya untuk pulang ke apartemen yang Ryandra sediakan untuknya. "Jangan lupa waktu. Bahaya pulang terlalu malam. Saya duluan." Langit dan Emily membalas ucapan Adriel dengan berbasa-basi namun wanita bernama Mila itu hanya mengangguk dengan mata tetap fokus ada laptopnya. Adriel bisa menebak kalau wanita itu sedang fokus sehingga ia mengesampingkan hal lain dan memilih fokus dengan pekerjaannya. Adriel pun meninggalkan ruangan divisinya. Pria itu menuju mobil sport miliknya sambil memikirkan apa yang sepupunya katakan, mungkin apa yang Ryandra katakan bukanlah sebuah bualan belaka, sepupunya itu dengan bangga mengatakan bahwa karyawan rekrutannya memiliki kualitas unggul serta dedikasi yang baik dalam menjalankan pekerjaan mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN