Kesan Pertama

2058 Kata
Hari Senin, hari pertama tahun ajaran baru. Dan hari pertama Rea duduk di kelas 10. "Akhirnya …, aku pakai seragam putih abu-abu juga," ujar Rea sambil mematut diri di depan cermin besar di kamarnya. Senyum manis tersungging di wajahnya yang cantik. "Sayang Papa nggak ada buat ngeliat aku sekarang," gumam Rea. "Tapi aku yakin Papa pasti ngeliat aku dari atas sana." Setelah selesai bercermin, Rea berjalan menuju meja belajar, dan memeriksa isi tasnya. Setelah yakin semua sudah dimasukkan ke dalam tas, Rea berjalan keluar kamar, menuju ke meja makan. Di atas meja makan, ada secarik kertas dari Mama dan sejumlah uang. Rea mengembuskan napas. "Huh, seperti biasa Mama udah ke toko," gumam Rea. Kemudian Rea membaca pesan yang ditinggalkan Mama. "Baiklah, seperti biasa memasak sendiri dan di rumah sendiri sampai malam." Rasa lapar yang tadi ada, langsung menghilang karena rasa kecewa yang dirasakan, akibat Elly yang sudah meninggalkan rumah. Tadinya Rea ingin Mama melihatnya dalam balutan seragam putih abu-abu. Namun, harapan tinggal harapan. Akhirnya Rea memilih untuk langsung berangkat ke sekolah. Rea berjalan keluar rumah, menutup pintu dan berjalan menuju pagar. Setelah menggembok pagar, Rea berjalan santai menuju depan g**g. Setelah itu, Rea berdiri menunggu angkot. Sekitar 5 menit menunggu, akhirnya angkot dengan jurusan yang melewati sekolahnya lewat. Dia naik dan duduk di pinggir dekat pintu. Kebetulan angkot tidak penuh. Rea mengeluarkan earphone, memasangkan pada kedua telinganya kemudian memutar musik. Rea turun dari angkot dan berjalan sedikit menuju ke sekolah. Setibanya di depan gerbang, untuk sesaat Rea memandang gedung sekolah SMU Karya Nusantara sebuah SMU swasta yang cukup terkenal di Jakarta. Setelah puas memandang, Rea berjalan masuk dan mencari papan pengumuman untuk mencari di kelas mana Rea akan belajar. "Ah …, ternyata kelas 10-3," gumam Rea. Kemudian Rea beranjak dari papan pengumuman dan mulai mencari kelas 10-3. Setelah ketemu, Rea masuk dan mulai mencari tempat duduk yang strategis. Pilihannya jatuh pada kursi paling belakang di baris keempat, dekat dengan jendela. Rea berjalan menuju meja pilihannya, kemudian meletakkan tasnya dan duduk. Rea melihat jam tangan, waktu menunjukkan pukul 06.55, masih ada waktu sekitar 20 menit lagi sebelum masuk. Rea kembali memakai earphone dan mendengarkan lagu. "Permisi," ujar seorang gadis sambil menyentuh lengan Rea. Rea mengangkat wajah dan melihat wajah seorang gadis sedang menatapnya. Rea melepas sebelah earphone nya dan memandang gadis tersebut. "Tempat duduknya masih kosong?" tanya gadis itu. "Boleh aku duduk sama kamu?" "Hm," jawab Rea. "Makasih," ujar gadis tersebut dan langsung duduk di samping Rea. "Kenalin nama aku Fransisca," ujar Fransisca sembari mengulurkan tangan pada Rea. "Aku Andrea." "Semoga kita bisa jadi temen ya," ujar Fransisca lagi. "Hm." Rea membalas senyum Fransisca. "Kamu dari SMP mana?" Fransisca kembali mengajukan pertanyaan pada Rea. "Aku dari SMP Sinar Bangsa." "Aku dari SMP Pelangi Kasih," ujar Rea. "Kamu …," Belum sempat Fransisca bertanya lagi, terdengar bunyi bel tanda masuk. Rea bangkit dari duduknya, dan hendak berjalan keluar kelas ketika terdengar Fransisca memanggilnya, "Andrea." Rea menoleh ke belakang dan menatap Fransisca. "Apa?" "Kamu mau ke mana?" tanya Fransisca. "Mau ke lapangan. Bel udah bunyi kan, dan semua harus kumpul di lapangan," ujar Rea. "Oh, gitu. Eh tungguin aku, kita barengan ke lapangannya," ujar Fransisca sembari bangun dari tepat duduknya. "Yuk," ujar Fransisca sambil menggandeng Rea. Akhirnya mereka jalan bersama menuju lapangan. Dan di sana anak-anak baru dan lama sudah mulai berkumpul membentuk barisan sesuai kelas masing-masing. "Kita baris di paling belakang aja yuk," ujar Fransisca sambil menarik tangan Rea menuju barisan paling akhir. Setelah berbaris, mereka berdua berdiri dalam diam. Sedangkan di barisan anak-anak kelas 11 IPA2, ada seorang siswa laki-laki yang sedari tadi memperhatikan Rea sejak gadis itu muncul di lapangan. "Woi …, ngeliatin siapa lo?" tanya Gerry pada Robert. "Nggak ada," jawab Robert singkat. "Gile, tahun ini banyak yang bening di kelas 10," ujar Gerry. "Dasar playboy lo," ujar Robert malas. "Mumpung masih muda, Bert. Emangnya elo, yang kaya gunung es," ledek Gerry. "Kunyuk lo," ujar Robert sembari meninju pelan bahu Gerry. "Tau nggak, gue nemuin ada anak kelas 10 yang cantik abis," bisik Gerry di telinga Robert. "Parah lo. Ntaran lagi paling lo gebet tuh anak." "Whoa, loe tau aja Bert," ujar Gerry sambil tergelak. "Siapa sih yang nggak kenal elo. Gerry Sebastian Smith, anak blasteran yang punya julukan Playboy cap Kaki Gajah." "Kunyuk lo Bert," dumel Gerry. "Lho kenyataan kan?" ujar Robert tidak mau kalah. "Selamat pagi anak-anak dan semua guru!" ujar Kepala Sekolah yang sudah berdiri di depan. "Selamat pagi Pak," jawab semua murid-murid. "Tidak terasa satu tahun sudah berlalu. Dan sekarang kita semua memasuki tahun ajaran yang baru," ujar Kepala Sekolah memulai pidatonya. "Saya harap kalian semua dapat memberikan yang terbaik bagi sekolah kita, dengan rajin belajar. Dan saya mohon bagi kalian yang sudah kelas XI dan 12, untuk bisa lebih menghargai waktu kalian sebaik-baiknya dengan tekun belajar." Kepala Sekolah berhenti bicara sejenak dan memperhatikan wajah-wajah di hadapannya. "Dan saya ucapkan selamat datang bagi kalian yang di kelas 10. Tempat ini, sekolah ini akan menjadi rumah kedua kalian selama 3 tahun ke depan. Saya harap kalian dapat menjaga nama baik sekolah ini dengan menunjukkan prestasi yang baik. Kalian semua mengerti?" "Mengerti Pak," jawab semua anak dengan serempak. "Baiklah. Bapak rasa cukup sampai di sini. Kalian boleh kembali ke kelas masing-masing. Selamat belajar," ujar Kepala Sekolah menutup pertemuan pagi itu. Kemudian, anak-anak mulai meninggalkan lapangan dan kembali ke kelas masing-masing. Saat Rea dan Fransisca sedang berjalan menuju kelas, tiba-tiba dari belakang ada yang menabrak bahu Fransisca dengan dengan keras. "ADUH!" pekik Fransisca. "Siapa yang tabrak gue?!" Fransisca menoleh ke belakang dan melihat empat kakak kelas berjalan melewati dia sambil tersenyum mengejek . Fransisca mengejar mereka dan menarik tangan salah satu dari mereka. "Kalian yang tabrak gue?!" tanya Fransisca dengan emosi. Kakak kelas yang dipegang Fransisca mengibaskan tangannya dan berkata, "Eh anak baru jangan sembarangan lo! Jangan belagu deh di sini. Inget ya, lo itu anak baru! Jangan nyari gara-gara sama kami!" Kemudian dengan sombong, Kakak kelas itu mengibaskan rambut dan berjalan kembali seolah tidak terjadi apa-apa. Rea menahan tangan Fransisca ketika gadis itu akan mengejar rombongan kakak kelas. "Udah jangan dikejar lagi. Percuma kamu urusan sama mereka." "Ya nggak bisa gitu dong! Udah nabrak nggak mau minta maaf!" "Biarin aja. Emang begitu kan kelakuan para kakak kelas," ujar Rea mencoba memberi pengertian. "Mending kita ke kelas," ujar Rea seraya menarik tangan Fransisca. Di belakang mereka, Robert dan Gerry memperhatikan sejak tadi. Mereka tahu bahwa rombongan Lydia sengaja mencari gara-gara. Mereka berempat memang senang membuat onar di sekolah. "Wah, berani juga tuh anak baru," ujar Gerry. Robert tidak meladeni ucapan Gerry. Perhatiannya tertuju pada Rea. Sejak awal orientasi, gadis itu sudah mencuri perhatiannya. "Woi!" ujar Gerry sambil memukul bahu Robert. "Ngelamun lo ya?! Diajak ngomong diem aja," ujar Gerry. "Nggak penting kan?!" ujar Robert acuh dan meneruskan langkahnya menuju kelas. "Lo itu manusia apa robot sih Bet?!" seru Gerry sambil menyamai langkah Gerry. "Menurut lo?" ujar Robert dingin. *** Hari pertama sekolah, kelas dibubarkan lebih cepat. Setelah perkenalan dengan guru dan semua siswa di kelas masing-masing, mereka pulang. Tidak ada masa orientasi, karena itu sudah dilakukan seminggu sebelum sekolah dimulai. "Andrea!" panggil Fransisca ketika dilihatnya gadis itu sedang berdiri menunggu angkot. "Apa?" "Kamu mau langsung pulang?" tanya Fransisca yang sudah tiba di samping Rea. "Hm." "Baru juga jam sebelas, masa mau langsung pulang?" "Emangnya kenapa? Nggak boleh?" "Ehm …, kita jalan-jalan dulu yuk," ajak Fransisca. "Males ah," ujar Rea. "Ayolah, temenin aku yuk," bujuk Fransisca. Dan tanpa menunggu persetujuan Rea, dia menarik tangan Rea menuju ke mobilnya. "Masuk," ujar Fransisca ketika sudah tiba di mobil. "Mau ke mana sih?" tanya Rea. "Belum tau," ujar Fransisca sambil tersenyum. "Aku bosen di rumah, nggak ada siapa-siapa selain para pelayan. "Hubungannya sama aku apa?" "Karena kamu itu temen aku, jadi temenin aku ya," ujar Fransisca sambil mendorong Rea masuk ke dalam mobil. "Pak kita ke Square Mall ya," pinta Fransisca pada supirnya. "Baik Non," ujar Joko sang supir. Rea menghela napas panjang. Tadinya dia berniat pergi ke toko Elly, sekedar membantu pekerjaan ibunya di sana. Namun kalau sudah begini, batal sudah. Terkadang memang Rea suka datang ke toko dan membantu Elly, walaupun di sana ibunya juga tidak banyak bicara dengan dirinya. Namun Rea senang bisa bersama Elly. *** "Robert!" panggil Lydia. Robert yang sedang berjalan bersama Gerry menoleh ke belakang. "Tungguin gue!" ujar Lydia sambil berlari kecil menuju ke arah Robert. "Anterin gue pulang dong," pinta Lydia yang sudah tiba di hadapan Robert. "Emangnya lo anak kecil yang masih harus diantar?" jawab Robert dingin. "Ih, kok gitu jawabnya ke gue?" ujar Lydia manja. Robert memandang tidak suka ke arah Lydia, dan tanpa banyak kata Robert kembali berjalan meninggalkan gadis itu. "Robert!" panggil Lydia lagi sembari memegang tangan Robert. "Lepas!" ujar Robert dingin. "Nggak mau," ujar Lydia tidak mau kalah. Robert mengibaskan tangannya dengan kasar dan berkata, "Jangan pernah sentuh gue!" Setelah itu Robert kembali berjalan tanpa memedulikan Lydia dan teman-temannya. "Ger, lo mau ikut nggak?" tanya Robert pada Gerry yang masih berdiri bersama Lydia cs. "Sori ya," ujar Gerry pada Lydia. Dan berlari mengejar Robert. "Lo gitu banget sih ke dia?" tanya Gerry setelah tiba di depan Robert. Robert hanya mengangkat bahu dan kembali berjalan. "Lo tau kan dia suka sama elo sejak kelas 10," ujar Gerry lagi. "Terus …? Itu urusan dia kan, bukan urusan gue." "Lo punya hati nggak sih?!" tanya Gerry gemas dengan sikap dingin Robert. "Kalo gue nggak punya hati, mana mungkin gue masih hidup dan sehat mpe sekarang," jawab Robert. Gerry menggaruk kepalanya yang tidak gatal mendengar jawaban Robert. "Robert! Gerry!" panggil Calvin anak kelas 12 IPA 2 sambil menunjukkan bola basket di tangannya. "Oke!" ujar Robert dan Gerry. Sepanjang siang itu, Robert dan Gerry menghabiskan waktu bermain basket dengan anak-anak kelas 12 sampai menjelang sore. "Bet!" Robert menolehkan kepala ke belakang mencari siapa yang memanggil dirinya. "Elo langsung pulang?!" teriak Calvin sambil berlari mendekati Robert. Robert mengangkat bahu sebagai jawaban. "Ke belakang dulu Bet, nongkrong bentar," ajak Calvin. "Boleh juga," sahut Robert. "Tapi nunggu Gerry bentar. Dia masih di kamar mandi." Robert dan Calvin berjalan santai menuju gerbang sekolah, sambil menunggu Gerry datang. "Woi! Tungguin gue!" teriak Gerry dari belakang mereka. "Tega elo orang ninggalin gue," gerutu Gerry setelah berhasil menyusul kedua temannya. "Cerewet lo," sahut Calvin. "Mau ke mana kita?" tanya Gerry sambil menyelak di antara Robert dan Calvin. "Ke belakang." Robert menjawab singkat. "Traktir gue ya Bet," ujar Gerry sambil mengagungkan kedua lengannya pada bahu Robert dan Calvin. "Nggak modal lo!" sela Calvin pedas. "Iya! Ngiri aja lo Vin," sahut Gerry santai. Sampai di luar sekolah, mereka bertiga berbelok ke kiri dan menyusuri jalan hingga tiba di sebuah g**g yang samping sekolah. Mereka bertiga menyusuri g**g perumahan penduduk setempat hingga tiba di sebuah warung makan milik Mpok Ati. Mereka masuk ke dalam warung dan duduk di samping kanan warung. "Eh elo orang," sapa Mpok Ati. "Tumbenan amat sore-sore ke sini." "Kangen sama Mpok Ati," gurau Gerry. "Kangen sama gue apa kangen kasbon Ger?" ujar Mpok Ati. "Beuh, gitu amat jawabnya Mpok. Elo nggak kangen sama gue? Sebulan kan kita nggak ke sini," sahut Gerry. "Dan lagi mana pernah gue kasbon Mpok." "Udeh ah. Elo orang pada mau minum apaan? Seperti biasa?" "Iya Mpok. Pake es yang banyak ya," pinta Calvin. "Tunggu bentar." Mpok Ati berjalan masuk ke dapur untuk membuatkan es teh manis pesanan Robert, Gerry, dan Calvin. Mereka bertiga adalah làngganàn tetap di warung Mpok Ati. Markas persembunyian, begitu istilah yang dipakai oleh Gerry saat mereka kabur dari kelas dan nongkrong di tempat ini. Mpok Ati membawa nampan berisi tiga gelas es teh manis dan memberikannya pada Robert, Gerry, dan Calvin. "Mpok, tolong indomie satu," pinta Robert. "Oke. Ada lagi yang mau?" tanya Mpok Ati. "Boleh deh Mpok," jawab Gerry dan Calvin berbarengan. "Bet, gue tadi ngeliat anak baru yang oke banget," ujar Calvin setelah Mpok Ati ke dapur. "Wuih, mata kita sama dong Vin," sahut Gerry. "Gaya lo Ger! Yang gue liat cuma satu orang. Kalo elo pasti lebih dari satu. Semua yang putih dikit pasti elo bilang cakep, iya kan?" ujar Calvin. "Kali ini buat gue yang beneran cakep cuma dua Vin. Mereka anak kelas 10-3," ujar Gerry. "10-3? Jangan-jangan sama nih sama incaran gue?" ujar Calvin. "Siapa namanya Ger?" "Mereka tadi baris di paling belakang. Gue suka sama yang namanya Fransiska kalo nggak salah," jawab Gerry. "Untung bukan yang satunya," sahut Calvin senang. Robert hanya diam mendengarkan obrolan mereka berdua. "Ternyata Calvin juga memperhatikan dia," batin Robert.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN