bc

Our Love Story

book_age12+
188
IKUTI
1.3K
BACA
fated
goodgirl
tomboy
student
bxg
highschool
first love
teacher
like
intro-logo
Uraian

Ini hanya kisah biasa. Kisah cinta seorang guru yang bernama Benny dan murid yang bernama Andrea.

Namun bagaimana Benny dan Andrea dapat terus mempertahankan jalinan kasih mereka di tengah masalah yang terus datang? Hubungan yang ditentang oleh keluarga dan ketika Andrea dipaksa menerima perjodohan karena harus membalas budi dari orang yang sudah menolong keluarganya dari kebangkrutan?

Dan bagaimana Benny harus berjuang untuk tetap mempertahankan Andrea dan meyakinkan pihak keluarga sang gadis bahwa perbedaan usia yang jauh bukanlah suatu hambatan untuk meraih kebahagiaan.

chap-preview
Pratinjau gratis
Kabur dari Kelas
"Rea …!" "Apa …?!" "Mau ke mana lo?" tanya Sisca. "Aku mau ke kantin. Kamu mau ikut?" "Mau, tapi gue belum selesai bikin PR Matematika nih." "Kenapa baru ngerjain sekarang?" tanya Rea. "Gue lupa kalo ada PR Matematika dari Pak Juned. "Pinjem punya lo ya, Re … please …" ujar Sisca dengan wajah memelas. Rea urung pergi ke kantin. Dia berbalik ke mejanya yang terletak di barisan kedua dari belakang dan mengeluarkan buku PR Matematika dari dalam tas, dan menyerahkan pada Sisca. "Eh, habis istirahat, siapa yang akan ngajar, Sis?" "Pak Juned kan." "Hah …, males banget deh." ujar Rea. "Aku cabut aja ah, daripada sakit kepala dengerin dia ngajar." Kemudian Rea mulai membereskan mejanya. Dia memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tas. Kemudian berjalan menuju baris keempat paling belakang kelas tempat jendela yang biasa Rea gunakan untuk kabur. Rea membuka jendela, kemudian melemparkan tas keluar.  "Rea, mau ke mana?!" "Biasa, warung Mpok Ati." Rea mulai naik ke atas kursi ketika bel tanda masuk berbunyi. "Re, jangan pergi. Bel udah bunyi tuh," ujar Sisca. "Tanggung Sis," ujar Rea sambil bersiap-siap melompat keluar dari jendela. Di saat yang sama, teman-teman sekelas sudah mulai memasuki kelas. Mereka diam saja melihat kelakuan Rea, karena sudah terbiasa. Malah mereka sering membantu Rea untuk kabur. "Hei! Kamu mau apa di sana?!" Tiba-tiba terdengar suara bariton seorang pemuda yang memasuki kelas. Kaki Rea yang sudah berpijak pada ambang jendela, tiba-tiba kehilangan keseimbangan sehingga dia terjatuh ke dalam kelas. "AW!" pekik Rea kesakitan. Sisca langsung berlari ke tempat Rea ketika melihat temannya terjatuh. "Tolong bangunin aku dong," pinta Rea pada Anton salah seorang teman sekelasnya yang duduk di dekat jendela kelas. Anton pun membantu Rea untuk berdiri sambil tersenyum geli. "Kamu ih, orang jatuh malah diketawain," gerutu Rea. "Habis kamu jatuhnya lucu," goda Anton.  "Lo gapapa?" bisik Sisca yang sudah berada di samping Rea.  "Gapapa. Cuma pergelangan kaki kayaknya terkilir. "Sudah ngobrolnya?!" tanya pemuda di depan kelas. "Kalau sudah, silakan kembali ke tempat duduk." Rea berjalan tertatih-tatih menahan rasa sakit di pergelangan kaki kanannya. Ketika tiba di tempat duduk, Sisca pun membantu Rea duduk. Setelah pemuda itu melihat Rea dan Sisca sudah duduk, dia pun memperkenalkan diri. "Selamat siang, saya adalah guru Matematika kalian yang baru. Saya menggantikan Pak Juned …" "WAH  …, ganteng banget!" seru anak-anak perempuan di kelas. "Kalo gurunya kaya gini, gue bakalan rajin deh bikin tugas Matematika." "Coba dari dulu guru Matematikanya kayak gini, gue bakal rajin bikin PR." "Bapak namanya siapa?" "Bapak udah punya pacar belum?" Anak-anak perempuan di kelas Rea langsung heboh dan tertawa cekikikan melihat guru baru itu. "Sudah selesai bicaranya?!" tanya pemuda itu dengan nada dingin. Seisi kelas langsung terdiam begitu pemuda itu bersuara. "Perkenalkan, nama saya Benny Wiguna. Dengan tenang Benny memperkenalkan dirinya. "Dan saya harap tidak ada kejadian seperti tadi di kelas saya," ujar Benny seraya menunjuk ke arah Rea. Rea menundukkan wajahnya karena malu, sedangkan di sebelahnya Sisca tertawa tertahan mendengar perkataan Benny. Rea tidak dapat berkonsentrasi saat Benny sedang menjelaskan materi dan rumus baru. Rea mencorat-coret bagian belakang buku, dan menantikan pelajaran Matematika berakhir. Tiba-tiba kakinya ditendang oleh Sisca. "Apaan sih, sakit tau," bisik Rea. "Lo dipanggil tuh." "Hah?!" "Rea!" Kali ini Benny memanggil Rea dengan suara yang cukup keras. "Eh, iya Pak?" Rea menjawab dengan tergagap karena kaget. "Kamu sedang apa di kelas saya?" tanya Benny dengan suara tenang namun matanya terlihat dingin. "Maaf Pak." Rea menjawab dengan wajah tertunduk. "Angkat kepala kamu ketika kamu sedang berbicara dengan guru!" ujar Benny dengan suara datar. "Maaf Pak." "Sekarang kamu maju ke depan. Kerjakan soal nomor 3!" perintah Benny dengan tegas. Rea terdiam memandang wajah Benny. Rea kesal sekaligus merasa malu dengan situasi saat ini. Belum pernah ada guru yang memperlakukan Rea seperti guru baru ini. "Kenapa diam?!" tanya Benny. Apa kamu tidak dapat mengerjakan soal nomor 3?" "Bisa!" Rea menjawab dengan sedikit ketus karena kesal dengan Benny. Benny tersenyum kecil dan berkata, "Oke! Silakan maju dan kerjakan sekarang!" Rea bangkit dari kursi, dan berjalan ke depan kelas dengan terpincang-pincang sambil menahan rasa sakit di pergelangan kakinya. Benny diam saja melihat Rea berjalan seperti itu. Rea mengambil spidol dari tangan Benny sambil mendelik padanya. Benny tersenyum kecil melihat perbuatan Rea. Setelah spidol ada di tangannya, Rea menghampiri papan, dan dengan santai mengerjakan soal yang disuruh oleh Benny. "Sudah Pak!" ujar Rea masih dengan nada ketus. Benny memperhatikan soal yang dikerjakan oleh Rea. "Saya udah boleh duduk kan?!" tanya Rea. Tanpa menunggu jawaban dari Benny, Rea berjalan dengan terpincang menuju ke mejanya. Saat dia tiba di dekat Benny, pemuda itu bertanya dengan suara pelan, "Kaki kamu masih sakit?" "Bukan urusan Bapak!" jawab Rea dengan suara pelan namun ketus. Rea pun melanjutkan langkahnya sampai tiba di kursinya, kemudian dia duduk. "Re," panggil Sisca pelan. "Hm." "Kaki lo masih sakit?" "Bukan masih sakit Sis, tapi makin nyutnyut an," desis Rea. "Ntar …" Sisca belum sempat menyelesaikan kalimatnya, sudah disela oleh suara Benny. "Oke, soal nomor 3 jawabannya benar. Lain kali jangan melamun di kelas saya. Mengerti?!" ujar Benny sambil memandang Rea. Rea tidak menjawab perkataan Benny. Namun dia memandang guru matematika itu dengan sebal. "Dasar guru nyebelin," gerutu Rea. Selama sisa pelajaran matematika, Rea menatap terus ke depan, namun pikirannya melayang entah ke mana. Sisca terus memperhatikan Rea sambil senyum-senyum. Baru kali ini Rea kena batunya, tidak berkutik melawan guru. "Oke, sekian untuk pelajaran hari ini. Jangan lupa untuk mengerjakan tugas yang saya berikan." ujar Benny ketika bel tanda pelajaran berikutnya berbunyi.  "Pak, mau saya bantu bawain buku-bukunya ke kantor?" tanya seorang murid perempuan. "Saya aja Pak yang bawain," terdengar lagi suara murid perempuan lainnya. "Tidak perlu. Biar saya yang bawa sendiri. Terima kasih." Setelah berkata demikian, Benny pun berjalan meninggalkan kelas. Begitu Benny tidak kelihatan, seisi kelas langsung ramai,  "Wuih, keren banget tuh Pak Benny." "Ganteng bener dah itu guru," ujar yang lain. "Gue mau deh jadi pacarnya." "Pacar, pacar,emang lo yakin bisa jadi pacarnya?" timpal yang lain. "Masa ganteng begitu belum punya pacar?" timpal yang lain. "Gue mau daftar ah buat jadi pacarnya?"  "Mereka pada kenapa deh? Ribut banget." Rea menggerutu. "Ye, wajar kali Re. Emang itu guru ganteng kok," ujar Sisca. "Ganteng apaan? Ganteng dari mananya coba?" ujar Rea dengan sinis. "Gara-gara dia, aku jatuh dan kaki aku jadi sakit." "Eh iya. Mana coba gue liat kaki lo," ujar Sisca sembari bangkit dari kursi dan berjalan memutari meja dan mendekati kursi Rea kemudian berjongkok di depan Rea. "Sini gue liat kaki lo," ujar Sisca sambil menarik perlahan kaki Rea. "AW, sakit! Pelan-pelan Sis," desis Rea menahan nyeri di pergelangan kaki kanannya. "Iya, maaf," ujar Sisca. Sisca membuka sepatu dan kaos kaki Rea dengan perlahan. Ternyata pergelangan kaki Rea bengkak dan berwarna merah. "Re, kaki lo bengkak banget. Ini mesti diurut. Kalo didiemin bisa makin bengkak lho." Melihat kakinya yang bengkak, Rea kembali ngedumel, "UH …, gara-gara itu orang." "Ke UKS yuk, Re." "Enggak mau ah. Biarin aja, ntar di rumah aku pijit."  "Enggak bisa, Re. Kalo didiemin bisa makin bengkak." "Biarin aja. Aku balurin dulu aja pake minyak kayu putih," ujar Rea seraya mengeluarkan minyak kayu putih dari dalam tas.  "Sini, biar aku yang balurin," ujar Sisca dan mengambil botol kayu putih dari tangan Rea. "Aduh, pelan-pelan, Sis," pinta Rea sambil menahan nyeri di pergelangan kakinya. Kelas tiba-tiba langsung hening ketika Bu Sofi, guru Bahasa Indonesia masuk ke dalam kelas.  "Anak-anak, sekarang kita ulangan. Tolong simpan semua buku kalian ke dalam tas." Sofi memberikan perintah begitu masuk ke dalam kelas. "YAH …, terdengar keluhan para siswa mendengar mereka akan ulangan sekarang. "Minggu depan aja Bu ulangannya," ujar sebagian murid. "Jangan ulangan donk Bu. Kita belum belajar …" timpal sebagian murid. "Ulangannya open book ya Bu," ujar yang lain. "Tidak ada tawar-menawar," jawab Sofi dengan tenang. "Kalau kalian serius mendengarkan di jam pelajaran saya, kalian semua pasti bisa." Akhirnya dengan pasrah, seluruh kelas mengerjakan soal ulangan. Rea mencoba berkonsentrasi menyelesaikan soal ulangan, tetapi karena pergelangan kakinya terasa makin sakit, Rea menjadi tidak fokus. Dengan susah payah, akhirnya Rea dapat mengisi semua jawaban. Ketika dilihatnya Sisca belum selesai, dengan perlahan, Rea menyorongkan kertas jawaban ke arah Sisca, dan berbisik, " Aku gak yakin bener semua, tapi kalo mau liat, cepetan." Sambil menunggu Sisca menyelesaikan soal ulangan, Rea menelungkupkan kepala di atas meja. Tidak berapa lama, Rea tertidur. Sofi yang tengah mengawasi kelas, perlahan mendatangi meja Rea. Ketika dilihatnya gadis itu tertidur, perlahan Sofi menyentuh dahi Rea. Sofi bertanya pada Sisca, "Andrea sakit?" "Setahu saya tidak Bu."  "Suhu badannya agak tinggi," ujar Sofi. "Eh?" jawab Sisca sambil menyentuh dahi Rea. Dan memang benar, Rea sedikit demam. "Andrea sudah selesai?" tanya Sofi pada Sisca. "Sudah Bu."  "Kalau begitu, biarin Andrea istirahat." Setelah mengatakan itu, Sofi berjalan kembali ke depan kelas.  "Waktunya tinggal 5 menit ya." Sofi memberikan pengumuman pada murid-murid. Anak-anak yang belum selesai mengerjakan ulangan mendesah panjang dan terburu -buru menyelesaikan tugas mereka. Hingga bel tanda istirahat berbunyi, "Oke. Kumpulkan semua kertas ulangan. Selesai tidak selesai, kumpulkan semua." ujar Sofi "Bu, tunggu sebentar, sedikit lagi." Beberapa anak ada yang mencoba memohon kepada Sofi. Yang lainnya dengan pasrah menyerahkan kertas ulangan mereka. "Tidak ada pengecualian. Kumpulkan sekarang!" Sofi memberikan perintah. Setelah semua kertas ulangan selesai dikumpulkan, Sofi pun keluar dari kelas. Beberapa anak ada yang langsung keluar kelas menuju kantin. Ada pula yang tetap tinggal di dalam kelas dan mengobrol. "UH, susah bener dah ulangannya," keluh beberapa anak. "Bu Sofi kalo ngasih ulangan selalu dadakan," keluh yang lain. "Gue gak yakin ma jawaban gue," sahut yang lain. “Sis,” panggil Aldo sang Ketua Kelas. “Yup,” jawab Sisca dari tempat duduknya. “Itu Rea kenapa?” tanya Aldo. “Tidur,” jawab Sisca. “Tumben amat itu anak tidur di kelas,” ujar Aldo. Sisca mengangkat bahu dan kembali melihat ponselnya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
220.2K
bc

My Secret Little Wife

read
116.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
204.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook