Tiga bulan sudah Zulian berada di Jakarta, tapi ia belum juga mendapatkan pekerjaan. Padahal ia sudah berusaha untuk mencarinya, ke segala pelosok Jakarta, dengan semaksimal mungkin. Tetapi hasilnya tetap saja nihil. Namun hal itu tak membuat Zulian putus-asa sama sekali.
Seperti pagi ini, Zulian terlihat datang ke sebuah universitas swasta di Jakarta, tempat diadakannya bursa kerja. Kali ini ia bersama Sri, untuk mencari lowongan kerja. Dengan harapan Dewi Fortuna, akan berpihak kepadanya nanti.
Setelah Zulian dan Sri mengisi formulir online di laptop yang disediakan oleh panitia. Zulian dan Sri lalu masuk ke dalam arena bursa kerja, yang telah dipenuhi oleh pencari kerja lainnya. Yang berharap akan mendapatkan pekerjaan dari acara seperti itu.
Di dalam ruangan itu, terlihat booth-booth dari perusahaan-perusahaan yang ikut dalam acara itu pun, saling berjajar satu sama lainnya. Yang di antri oleh para pencari kerja dari berbagai jenjang umur dan pendidikan.
Terlihat Sri telah menaruh berkas lamarannya di beberapa perusahaan. Sedangkan Zulian, belum menaruh berkas lamarannya satu pun. Di karenakan pendidikannya yang tak mencukupi, untuk lowongan pekerjaan yang ada di acara bursa kerja itu.
"Lian, ko lamarannya tidak ditaruh sih?" tanya Sri, sambil berjalan beriringan di samping Zulian. Yang tampak menonjol dengan wajah Korea dan ketinggian tubuhnya itu.
"Bagaimana mau menaruh lamaran ku, kalau minimal pendidikannya D-3 yang dibutuhkan, aku kan hanya lulusan SMA. Mungkin aku salah masuk, datang ke tempat seperti ini" timpal Zulian dengan entengnya. Lalu tersenyum lebar. Seakan ingin melepaskan bebannya selama ini.
"Oh, iya aku lupa. Tapi aku juga belum tentu dipanggil. Wong yang melamar kerja saja, sebanyak ini, ngantri seperti sedang mengantri sembako saja ...," ucap Sri, lalu tersenyum ke arah Zulian dengan penuh arti.
Setelah mencari cukup lama, akhirnya Zulian menemukan sebuah booth perusahaan yang membutuhkan lulusan SMA seperti dirinya. Zulian lalu membaca persyaratan lebih lengkap di brosur yang ditempel di booth itu.
Terlihat senyumnya pun mengembang di wajahnya. Karena ia telah menemukan, dengan apa yang ia carinya. Lowongan kerja yang sesuai dengan pendidikannya.
"Sri, akhirnya aku menemukan juga. Lumayanlah ada sebuah restoran yang membutuhkan lulusan SMA," ujar Zulian, lalu menaruh berkas lamarannya. Di meja penjaga booth itu. Sambil melemparkan senyumnya kepada penjaga booth itu. Yang membalasnya dengan senyumnya pula.
"Sekarang kamu masih mau mencari atau menaruh lamaran mu di booth lainnya, Sri?" tanya Zulian, sambil melangkahkan kakinya kembali bersama Sri.
"Enggak ah, tadi saja sudah 5 lamaran yang aku taruh. Lebih baik kita keluar dari tempat, yang penuh sesak orang ini," sahut Sri, lalu menuntun Zulian untuk keluar dari tempat itu. Dengan menggandeng tangan Zulian, seolah mereka itu adalah sepasang kekasih.
Mereka berdua lalu keluar dari dalam ruangan itu, lalu duduk di samping luar ruangan itu. Zulian lalu mengambil air mineral di dalam botol dari dalam tasnya, lalu meneguknya. Sedangkan Sri, mengeluarkan bedak kotaknya dari dalam tasnya, lalu membukanya. Saat terbuka bedak kotak itu. Terlihatlah cermin di atas bedak bubuk. Dan Sri pun langsung bercermin, sambil memoles wajahnya dengan bedak bubuk itu. Ia tampak tak kikuk berdandan di depan umum seperti itu. Malah Zulian yang merasa kikuk, melihat tingkah Sri yang seperti itu. Karena mereka menjadi pusat perhatian, karena ulah Sri, yang baginya sangat memalukan.
Sri tampak sangat percaya diri dengan kecantikan yang ia miliki. Walaupun menurut keyakinan dirinya sendiri.
"Sri, apa kamu enggak malu. Dandan di tempat umum seperti ini?" tanya Zulian, setelah selesai meneguk air mineral itu.
"Buat apa malu, SBL kan cantik dan mempesona tiada tara nya ..." sahut Sri, dengan sangat penuh percaya dirinya. Yang tak dipedulikan oleh Zulian. Yang terlihat risih, diperhatikan oleh orang-orang, terutama wanita di sekitarnya.
"Sri, kamu mau minum enggak?" tanya Zulian, sambil menyodorkan air mineral kepada Sri, yang menolak dengan manjanya.
"Enggak mau minum, Sri maunya dicium sama kamu ...," timpal Sri dengan manjanya, sambil mengedipkan matanya ke arah Zulian. Yang hanya dapat tersenyum melihat tingkah Sri itu. Yang telah terbiasa bersikap genit terhadap Zulian. Dan sudah dimaklumi oleh Zulian yang awalnya ingin menjaga jarak dengan Sri. Tetapi karena telah terbiasa berinteraksi dengan Sri. Ia pun sekarang menjadi akrab dengan Sri. Yang dianggapnya sebagai saudaranya sendiri. Walaupun Sri masih sangat berharap Zulian mau menjadi kekasih hatinya, suatu saat nanti.
Sri akhirnya selesai juga berdandan. Ia lalu memasukan bedak kotaknya kembali ke dalam tasnya. Sedangkan Zulian menaruh kembali air mineralnya ke dalam tasnya.
"Sudah dandannya?" tanya Zulian dengan datarnya. Tetapi seakan sedang menyindir Sri.
"Sudah dong!" timpal Sri, dengan gaya centilnya.
"Sekarang baiknya kita ke mana ya, pulang atau main?" tanya Zulian menatap Sri dengan tajamnya, yang membuat Sri menjadi Ge'er dibuatnya. Seolah sedang di panah asmara oleh Zulian.
"Lian! jangan tatap Sri seperti itu. Sri jadi malu, seakan Sri sedang di panah asmara sama Lian...," kata Sri, dengan nada manjanya. Lalu mengedipkan matanya ke arah Zulian, yang hanya menggeleng-geleng kan kepalanya itu.
"Sri, sudah. Jangan semakin lebay. Lebih baik kita ke Mall itu yu ...." Zulian pun menunjuk ke arah sebuah Mall, di seberang kampus itu, dengan jari telunjuk kanannya.
"Yu, kita ke Mall itu. Sambil cuci mata, siapa tahu lagi ada cuci gudang juga, saat cuci mata di sana," timpal Sri, lalu bangkit dari duduknya.
Melihat Sri bangkit, Zulian pun ikut bangkit pula. Mereka berdua lalu melangkahkan kakinya secara bersamaan untuk menuju ke dalam Mall itu.
Setelah menyeberangi jalan di depan Mall itu, mereka lalu masuk ke dalam Mall itu. Saat mereka berdua telah berada di dalam Mall itu, suasana sejuk mulai tercipta karena pengaruh dari AC. Yang membuat mereka berdua merasa nyaman, berada di dalam Mall itu.
Mereka berdua terus berjalan, tanpa tujuan yang pasti. Hingga tiba di lantai 3, di mana zona free Wifi berada. Sri lalu duduk di bangku yang tersedia di samping eskalator Mall itu. Yang diikuti oleh Zulian yang duduk di samping Sri, yang segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya.. Sri pun segera mengaktifkan fitur wifinya di ponselnya, yang segera menangkap sinyal jaringan Wifi. Yang ada di sekitar area itu.
Setelah dapat terkoneksi dengan sinyal Wifi, Sri mulai membuka aplikasi facebooknya. Yang segera terbuka dengan cepatnya. Sri lalu mulai menulis statusnya, melalui keyboard virtual ponselnya.
"Asyiknya ditemani lelaki pujaan ku, dunia secara milik kita berdua. Ha ...!" tulis Sri di status facebooknya itu.
Tampak Zulian hanya terdiam memperhatikan tingkah Sri, yang sibuk dengan akun facebooknya. Tetapi tiba-tiba saja, ponselnya berdering, mengeluarkan nada panggilnya. Tertulis nama Neng Sari di ponselnya. Zulian lalu segera menerima panggilan telepon, yang ternyata dari Sari.
"Halo, assalammulaikum A Lian ...," ucap Sari dari ponsel itu.
"Walaikumsalam Neng, ada apa telepon Aa?" tanya Zulian dengan lembutnya.
"Enggak ada apa-apa, Eneng cuma kangen sama Aa. Enggak bisa ketemu sama Aa, hanya mendengar suara Aa juga, enggak apa-apalah. Yang penting rasa kangen Eneng tersalurkan," tutur Sari, yang membuat Zulian tertawa dengan riangnya.
"Ha ...! kamu memang selalu bisa bikin Aa tertawa, Neng ...," kata Zulian, yang membuat Sri bertanya kepada Zulian. Tentang siapa yang sedang menelepon lelaki pujaan hatinya itu.
"Lian, siapa yang sedang menelepon kamu? Kelihatannya bahagia sekali kamu menerima teleponnya," tanya Sri dengan penuh selidik.
"Oh, ini Sari. kabogoh aku," jawab Zulian, tanpa menghentikan hubungan telepon itu.
Tampak Sri tak mengerti dengan jawaban Zulian yang bercampur dengan Bahasa Sunda.
"Apa itu kabogoh, Lian?" tanya Sri, dengan ketidakmengertiannya itu.
"Oh iya, lupa. Kamu pasti enggak mengerti kabogoh itu apa? Kabogoh itu artinya pacar atau kekasih," mendengar jawaban dari Zulian itu, Sri pun menjadi terkejut. Seakan dirinya sedang disambar oleh petir di siang hari bolong.
"Jadi kamu sudah punya pacar?" tanya Sri dengan penuh selidik.
"Iya," timpal Zulian singkat, lalu berdiri melangkahkan kakinya dan menjauhi Sri, karena ia tak ingin diganggu oleh Sri saat itu.
"Ternyata, ia telah memiliki kekasih," ucap Sri di dalam hatinya, dengan nada yang sedih.
"Tapi sebelum janur kuning melengkung, aku masih memiliki harapan dan hak untuk memiliki Zulian. Semangat dan jangan menyerah Sri ...!" ucap Sri, masih di dalam hatinya, menyemangati dirinya sendiri. Lalu melanjutkan kesibukannya kembali di dunia Maya.
Sementara itu Zulian yang tengah menerima telepon dari Sari, lalu menghentikan langkahnya. Dan berdiri di pembatas lantai 3 Mal itu.
"Tadi itu, Aa lagi ngomong sama siapa?" tanya Sari, dengan penuh selidik.
"Oh itu, tadi Aa lagi ngomong sama Sri, adik dari Kakak ipar Aa di Jakarta," jawab Zulian, dengan apa adanya.
"Oh, tapi Aa jangan sampe bogoh sama si Sri itu ya!" ujar Sari, dengan rasa cemburunya.
"Ya, enggak mungkinlah Neng. Dibandingin kamu, Dia itu enggak ada apa-apanya. Dia cuma menang bedak doang, dibandingin sama kamu," jelas Zulian, yang membuat kecemburuan Sari pun mereda.
"Ah, Aa bisa saja ...," ujar Sari, yang seakan sedang menahan tawanya di seberang telepon sana.
"Lalu bagaimana, apa Aa sudah mendapatkan pekerjaan?" tanya Sari dengan penuh selidik.
"Belum Neng, nih Aa baru mengikuti bursa kerja. Ternyata mencari kerja di Jakarta, enggak semudah dengan apa yang Aa bayangin selama ini. Terlalu banyak yang mencari kerja, dengan lowongan kerja yang terbatas," ucap Zulian dengan lirihnya.
Dan tiba-tiba saja, ponsel Zulian pun mati, dikarenakan baterainya drop secara mendadak. Zulian lalu menaruh kembali ponselnya ke dalam kantung celananya. Lalu menghampiri Sri, yang masih asyik dengan dunia maya nya itu.
"Sri, pulang yu. Aku mengantuk nih," kata Zulian, dengan memasang wajah orang mengantuk.
Mendengar perkataan dari Zulian, Sri lalu bangkit dari duduknya. Tetapi masih sibuk dengan dunia maya nya, yang berada di ponselnya.
"Yu!" timpal Sri singkat, lalu melangkahkan kakinya. Mengikuti langkah kaki Zulian. Sang lelaki pujaan hatinya itu.