Bab 6. Mau Adik Baru?

1234 Kata
Sudah hampir satu jam Salwa berusaha meniduri Rania, tetapi gadis cilik itu tak kunjung menutup mata. Sejak tadi dia sudah rewel, nangis tidak jelas, dan berakhir guling-guling di kasur dengan mata sayu. Tapi anehnya tetap saja tidak terpejam juga walapun sudah sangat mengantuk. Salwa tahu, yang bisa menidurkan Rania detik ini hanyalah Ayna, ibunya. Rania dengan Alaska memang sedikit berbeda. Jika Alaska bisa tidur siang dengan suaminya, Rania tidak. Dia sangat rungsing, gelisah tidak jelas. Ini bukan kali pertama, memang sejak dulu Rania dekat sekali dengan Ayna. Alhasil, ya beginilah jadi susah kalau jauh dari sang ibu. Lagipula Salwa heran, sampai sore menjelang anak-anaknya belum datang ke sini. Padahal tadi siang bilang, habis makan mau datang. Walaupun begitu Salwa tidak kesal, tidak juga menyalahkan. Mungkin mereka ada urusan. Susu sudah habis dua botol, tangan pun rasanya sudah kebas karena terus menepuk-nepuk paha cucunya. "Hey, ayo bobo. Bobo sama Nenek, nenek usapin ya? Kamu ini udah ngantuk, Nia," ujar Salwa pelan. Tangan wanita itu beralih ke punggung Rania, mengusapnya lembut. Tidak ada jawaban apapun dari Rania, tubuh mungil anak itu terus saja bergeliat seolah mencari kenyamanan yang belum dia dapati. Sesekali mata sipitnya terpejam, namun tidak lama terbuka lagi. Entah harus pakai cara apa, Salwa kehabisan ide. Rania memang tidak lagi menangis, tetapi Salwa yang kasihan melihatnya gelisah. "Nenek!" Kamar yang awalnya hening seketika berubah nyaring. Salwa meringis, kedua matanya refleks tertutup. Sejak tadi dia berusaha tidak mengeluarkan suara agar Rania terlelap, tetapi tiba-tiba Alaska datang. Rania berubah posisi menjadi duduk, dia menatap ke arah pintu, arah di mana sang kakak berdiri. "Rania belum tidur juga?" tanya Pradipta yang baru saja menyusul cucunya. Kepalanya masuk ke celah pintu, seketika dia disambut senyuman cucu keduanya. "Aduh, aduh, cucu Kakek, kok belum bobo?" lanjutnya. Usaha Salwa sejak satu jam yang lalu seakan sirna. Tubuhnya ikut duduk, menatap cucu dan suaminya di ambang pintu. Tidak bisa marah, Salwa hanya bisa menghela napas. "Susah tidur dia, padahal matanya udah ngantuk banget," ujar Salwa, mengusap rambut Rania. "Abang udah mandi, Adik mandi aja gimana? Mumpung udah sore, cuaca juga bagus, kita jalan-jalan ke taman. Mana tau kalau udah kecapean langsung tidur," usul Pradipta yang langsung diangguki Salwa. Selagi Rania mandi Pradipta mengajak Alaska ke lantai bawah untuk menunggu. Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore, tapi belum ada tanda-tanda anak menantunya datang. Pradipta tidak berusaha menelepon, dia senang kedua cucunya di sini. Malah kalau bisa anak menantunya tidak usah datang agar cucu-cucunya menginap. "Kek? Buna sama ayah ke mana?" "Dari pagi 'kan Kakek sama kamu di sini. Gapapa, mungkin ibu sama ayah lagi ada urusan atau ayah ada kerjaan. Memangnya Alaska ngga senang di rumah Kakek?" Alaska menggelengkan kepalanya, kedua tangan anak itu memeluk leher Pradipta yang sejak tadi berjongkok. "Senang. Aku senang di sini, senang main sama Kakek dan Nenek. Ayo jalan-jalan." Senyum Pradipta terbit, dia senang mendengar jawaban sang cucu. Tangan pria itu terulur mengusap pucuk kepala Alaska seraya menjawab, "Adik lagi mandi, kita tunggu dulu ya sebentar? Kita main ke taman bareng-bareng sama Nenek juga." Mendengar itu Alaska menganggukkan kepalanya. Berbeda dengan Rania yang lemas karena belum tidur, sore ini Alaska terlihat sangat fresh. *** Beberapa foto sudah terabadikan, mungkin bisa diprediksi kalau galeri ponsel sudah penuh. Akan tetapi walaupun begitu Ayna tidak ada niat untuk berhenti dari aktivitasnya. Varrel yang sudah lelah memilih menikmati pemandangan di depannya. Hamparan air laut, ombak yang terus datang, sangat menyejukkan hati. Sesekali Varrel mengamati Ayna yang masih asik memotret atau membuat video. Walaupun hanya bermain di pantai, wanita itu terlihat bahagia. Memang sesederhana itu kebahagiaannya. Seharusnya setelah makan siang tadi mereka berdua langsung ke rumah orangtuanya untuk menjemput sang anak. Tapi di luar dugaan, Ayna ingin mampir ke mall lalu berujung ke pantai untuk lihat sunset. Definisi quality time yang benar-benar quality time. Keduanya serasa kembali muda, bahkan tidak memiliki dua orang anak. Menyadari tidak ada sosok Varrel di sampingnya Ayna menoleh ke belakang. Saat dia menoleh, langsung disuguhi senyuman manis pria itu. Senyuman yang berhasil memporak porandakan hati Ayna. Ingin rasanya dia melompat memeluk, namun Ayna malu karena banyak orang. Masih dengan keterpesonaannya Ayna menghampiri Varrel, memeluk lengan pria itu dengan erat. "Makasih ya hari ini udah mau habisin waktu berdua sama aku," ujar Ayna. "Anggap aja hadiah atas kerja kamu tadi pagi." Mendengar itu Ayna mencubit lengan Varrel. Status boleh ibu dua anak, tapi tetap saja dia malu kalau digoda seperti itu. Bukankah melayani suami memang sudah kewajiban istri? Keduanya berpelukan sambil menunggu matahari terbenam sesaat lagi. Semoga setelah quality time hari ini bisa membuatnya fresh besok. Varrel memeluk balik tubuh Ayna. Tidak perduli kalau saat ini mereka jadi bahan tatapan orang, yang terpenting tidak mengganggu siapapun. Perlahan namun pasti, menit demi menit berlalu, matahari pun mulai turun. Tidak ingin kehilangan moment indah itu, tanpa melepaskan pelukannya Ayna memotret dengan ponsel. Selain itu dia juga meminta tolong kepada seseorang untuk memfoto dirinya bersama sang suami. "Terima kasih, maaf merepotkan," kata Ayna seraya mengambil kembali ponselnya. Sambil menikmati matahari tenggelam Ayna melihat foto-fotonya bersama Varrel. Sesekali dia tersenyum menyadari ekspresi suaminya tidak berubah setiap foto. Atau ... semua pria memang begitu? Matahari sudah sepenuhnya tenggelam, Varrel mengajak Ayna untuk ke rumah orangtuanya. Walaupun senang habis membuat istrinya bahagia tetap saja dia keingat anak. Ayna tidak menolak, mereka berdua bergegas pergi menuju parkiran. Kurang lebih dua jam terjebak macet, kini Varrel dan Ayna telah sampai. Pintu gerbang terbuka, mobil pun masuk. Ayna lebih dulu turun, dia menunggu suaminya. Setelah suaminya ke luar barulah mereka masuk ke dalam rumah. "Buna sama Ayah pulang!" Teriakan khas itu langsung terdengar di telinga keduanya. Iya, itu adalah suara si sulung. Tidak lama berselang Rania berlari ikut menghampiri. Keempatnya berpelukan disaksikan oleh Pradipta dan juga Salwa. "Hallo sayang-sayangnya Buna. Buna kangen deh sama kalian. Kalian nakal ngga di sini?" Ayna menatap Rania dan Alaska secara bergantian. Keduanya kompak menggelengkan kepala. Ayna tersenyum, dia bangga anak-anaknya anteng bahkan sejak tadi tidak ada drama ditelfonin. Membiarkan Ayna memeluk anak-anaknya, Varrel menghampiri kedua orangtuanya untuk bersalaman. "Maaf kalau aku sama Ayna kemalaman jemputnya. Maaf juga kita ngga sempat beli makanan karna macet banget. Kita cuma bawain ini aja buat Mama sama Ayah. Makasih ya udah jagain Rania sama Alaska." Varrel memberikan kue yang sempat dia beli tadi. Walaupun sama orangtua sendiri, rasa tidak enak kalau tangan kosong tetap ada. Salwa berdecak kesal menatap Varrel. "Kamu ini kayak sama siapa aja sih? Ini Mama sama Ayah kamu loh, ngga perlu bawa apapun. Kamu sama Ayna pulang selamat aja udah syukur. Lagian Alaska sama Rania anteng, ngga rewel." Varrel tersenyum mendengarnya. Mengikuti Varrel, Ayna pun meraih tangan kedua mertuanya secara bergantian. "Memang kalian dari mana? Atau ... habisin waktu di rumah? Mau bikinin Rania adik?" Pradipta tertawa, menggoda kedua anaknya yang tersipu malu. "Memang kalian berdua mau adik?" tanya Salwa kepada kedua cucunya. "Aku mau!" Alaska mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Kalau Nia?" Salwa berjongkok, memegang pundak Rania yang terlihat bingung. Dengan wajah polosnya Rania menggelengkan kepala. "Ndak mau adik." Semua yang mendengar tertawa. Kehangatan memang masih tercipta di keluarga ini. Ayna juga sangat bersyukur mempunyai mertua super baik. "Yaudah kalau gitu kita langsung pulang aja ya, Mah, Yah. Udah malam, kalian istirahat. Besok juga Alaska harus sekolah." Salwa dan Pradipta mengangguk mengiyakan. Sejujurnya masih ingin bermain, tapi apa daya. Salwa mengambilkan barang-barang milik cucunya lalu menyusul ke halaman. "Dadahh Kakek, dadah Nenek." Alaska melambaikan tangannya. Rania yang ada digendongan Ayna pun melakukan hal sama. Liburan Ayna telah berakhir hari ini. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN