Gemercik suara hujan yang mulai berhenti di pagi itu, beberapa tetes embun menghiasi dedaunan dan jendela. Jane terbangun dari tidurnya, tangannya bergerak mencari seseorang yang dia harapkan masih tidur di sampingnya. Tapi, Zicola tidak ada.
Jane bergerak duduk bersama ringisan tidak nyaman di bawahnya, kakinya meregang sangat menyakitkan hingga membuatnya tidak nyaman untuk duduk. Pandangan Jane mengedar dengan rasa kecewa kembali menyeruak di hatinya.
Zicola tidak ada, pria itu langsung pergi setelah menyentuhnya dan memperlakukannya dengan lembut dan manis. Zicola benar-benar menepati perkataannya jika mereka hanya teman ranjang.
“Tidurlah” Zicola mengecup bibir Jane sekilas setelah mereka berc*nta untuk yang kedua kalinya. Jane tersenyum malu-malu merasakan pelukan hangat tubuh pria itu. Jane perlahan tidur dengan nyaman di pelukanya.
“Maafkan aku.”
Itulah kata-kata terakhir yang pria itu katakan padanya. Rasanya seperti sebuah sengatan yang sangat menyakitkan.
Apakah dia menyesal telah menyentuhku?. Batin Jane bertanya.
Jane menarik napasnya dalam-dalam terbayang kata-kata Zicola lagi yang semakin terbayang semakin menusuk hatinya. Jane tertunduk menarik kakinya menekuk dan memeluknya, wanita menangis terisak sendirian dengan semua luka yang dia rasakan kembali karena terlalu mencintai pria brings*k seperti Zicola.
Bercak darah merah di atas ranjang yang selalu Zicola gunakan tidur dengan banyak wanita, kini menodai seprai. Pria itu pergi setelah menyentuhnya, mungkin saja pria itu pergi menemui pria lain setelah menyentuhnya.
Jane memutuskan untuk turun dari ranjang dan memakai pakaiannya kembali, dia harus pergi ke kampus dan bekerja pula. Ketika Jane keluar dari kamar tidak ada siapapun yang dapat dia temui, termasuk sosok Zicola.
“Selamat pagi Nona Jane” Elena muncul dan menyambutnya, Jane tersenyum sekilas dan berdiam diri di beberapa anak tangga terakhir.
Tangan Jane mencengkram besi sisi tangga berusaha menyembunyikan kesedihannya. “Dimana Zicola?” Suara Jane merendah, dia tidak yakin untuk bertanya meski ada rasa penasaran di dalam dadanya.
“Tuan Zicola pergi ke Hong Kong. Bila anda membutuhkan sesuatu, panggilah saya. Dia ingin Anda baik-baik saja.”
Jane menarik napasnya perlahan, ada perasaan lega sekaligus kecewa yang di rasakannya. Jane lega karena Zicola meninggalkan dirinya di tempat tidur karena ada urusan bisnis dan pria itu memikirkan dirinya. Tapi Jen kecewa, karena pria itu bersikap seperti menyesali perbuatannya karena telah menyentuh dirinya.
“Apa ada sesuatu yang terjadi?.” Tanya Jane lagi.
“Mungkin untuk melihat Nona muda.”
Kening Jane mengerut seketika, “Nona muda?.”
Wajah Elena pias tampak kaget dan menyesal dengan apa yang dia ucapkan, wanita itu menarik napasnya dalam-dalam membuang ketegangan di wajahnya. “Teman Tuan Zicola. Jika tidak ada yang Anda butuhkan, silahkan ikuti saya. Sarapan pagi Anda sudah siap.” Elena berjalan lebih dulu.
Jane masih terdiam di tempatnya dan memikirkan perkataan Elena yang terdengar sedikit mencurigakan. Rasanya sangat aneh Zicola pergi ke Hong Kong malam-malam hanya untuk seorang teman.
“Tidak, tidak terjadi apa-apa” bisik Jane meyakinkan dirinya sendiri. Jane tidak ingin ingin berpikir macam-macam lagi, masalahnya sudah menumpuk. Jane tidak ingin semakin terbebani lagi.
***
Suara lift berdenting bersamaan dengan pintu yang terbuka, Jane keluar bersama dengan rekan kerjanya, dia sudah menyelesaikan pekerjaanya dan sekarang sudah siap untuk pulang.
Jane mengendarai Range Rovernya yang membuat semua orang iri dan heran melihat karyawan biasa sepertinya selalu berpakaian mewah dan berpenampilan modis. Sedikit orang yang mengetahui identitas Jane yang sebenarnya. Walau bagaimana pun, Jane adalah anak seorang pengusaha dengan status ayah mantan seorang jendral milter angkatan laut, dia terlahir di kalangan elit dan lebih dari kata berkecukupan, tapi karena cintanya pada Zicola Jane melepaskan itu semua.
Dia memilih hidup sendirian, bekerja, dan menghabiskan waktunya untuk mengejar pria itu hingga melupakan waktu yang telah dia habiskan. Sesekali Jane datang ke rumah orang tuanya setiap akhir pekan, dia adalah anak satu-satunya, walau bagaimanapun Jane tidak bisa terlepas dari sikap posesif orang tuanya.
Ketika Jane sampai ke rumahnya, rumah Zicola kembali tampak ramai dengan pesta seperti malam sebelum-sebelumnya. Sudah empat hari Zicola pergi, kini setelah dia kembali semuanya berubah lagi. Pria itu kembali membuat pesta yang selalu meramaikan rumahnya sepanjang malam.
“Menyebalkan. Brengs*k” rutuk Jane dengan semua sumpah serapah yang di milikinya. Wanita itu menutup pintu mobilnya dengan bantingan keras, menyalurkan kekesalannya terhadap apa yang sedang dia lihat. be
“Permisi Nona” seorang pria berpakaian serba hitam mengintrupsi lamunan Jane, “Apakah Anda mengenal pemilik rumah itu. Saya utusan Thomas Giedon, ada berita penting untuknya. Apakah Anda tidak keberatan memanggilnya?” kata orang itu menggenggam sebuah map di tangannya.
Jane terdiam sesaat. “Kenapa tidak Anda hubungi dia atau masuk kedalam?.”
“Beliau tidak kunjung menerima panggilan saya, di dalam terlalu banyak orang."
“Baiklah. Aku akan memanggilnya” Jane segera pergi. Mungkin ini kesempatan bagi dia untuk bertemu dan melihat keadaan zicola. Sudah empat hari mereka tidak bertemu, dia sangat merindukannya sekarang.
Jane melangkah dengan percaya diri ke dalam rumah itu.
Seperti biasa, hanya ada orang-orang asing yang sibuk minum, berc*mbu, s*x bebas, dan yah.. Julian yang melemparkan banyak uang ke udara. Pria itu terlihat mabuk dengan cara yang tetap mewah.
Semua orang bersenang-senang dengan permain gila menjijikan mereka, entah apa yang bisa memuaskan mereka selain berpesta penuh kebebasan. Lambung Jane terasa menekan menahan perasaan mual mencium bau kuat alcohol di semua penjuru ruang, asap rokok hingga kumpulan orang yang duduk mengelilingi ember besi tengah membakar narkoba dan menghisapnya bersama-sama.
Pandangan Jane mengedar di antara kerumunan orang. Tidak ada Zicola di sana, pria itu tidak ada di kerumunan manapun meski dirinya adalah tuan rumahnya. Jane melangkah lebih jauh, menyusuri setiap sudut ruangan rumah itu dengan teliti, dan kini dia berada di depan kamarnya.
Jane merasa ragu dan takut sekarang, namun pada akhirnya dia mengetuk pintu beberapa kali.
Tidak ada jawaban..
Namun pintu terbuka, membuat rasa penasaran Jane mendorongnya untuk masuk kedalam dan memeriksa keberadaan Zicola dengan benar.
Kesan pertama yang dia dapatkan adalah kehagatan, cinta, dan rasa nyaman saat memasuki kamar itu. Ini untuk pertama kalinya Jane masuk kamar Zicola setelah sebelas tahun lamanya mengejar pria itu.
Warna cat putih terang menciptakan banyak bayangan di setiap dinding, Jane menarik napasnya dengan berat. Kamar Zicola sangat luas, terdapat ranjang berukuran king size, uniknya bagian atap kamar itu terpasang cermin yang sangat besar, ukurannya sama besarnya dengan ranjang itu.
Ada sebuah piano langsung menghadap keluar, itulah piano yang sering Zicola mainkan di setiap malamnya, tidak ada piano lagi selain di atap rumahnya dan di kamar pribadinya.
Langkah Jane terhenti, melihat lemari kaca yang di penuhi photo. Photo seorang gadis kecil yang cantik, tersenyum lebar duduk di atas piano, dan ada sosok pria kecil juga disana, Jane yakin itu Zicola, anak itu tersenyum duduk di bawah, memeluk kaki gadis kecil itu dengan senyuman lebar penuh kebahagiaan.
Napas Jane semakin berat, melihat photo lainnya, melihat gadis kecil yang sama, berdiri di depan pagar rumah. Namun kali ini, wajah cantiknya terlihat kotor, dia kurus dengan redupan kesedihan di pancaran matanya, dan ada luka di kakinya yang terbalut kain, namun darahnya terlihat jelas menembus kain kasa yang membungkus kaki kecilnya.
Hampir semua photo itu hanya berisikan gadis itu, dari dia kecil sampai dewasa semuanya lengkap dan terpajang. Menandakan Zicola memperhatikan pertumbuhan gadis itu dengan teliti, dan pria itu pasti sangat peduli karena di kamar Zicola hanya di hiasi oleh photo-photonya.
Gadis yang beruntung...
Ada perasaan ingin tahu dari dalam diri Jane, siapa gadis itu? Apa hubungannya dengan Zicola?.
Apakah dia gadis yang Zicola cintai?. Apakah dia gadis yang pernah Elena sebut nona muda itu?.
Jane menggeleng kuat, memikirkan Zicola yang dingin dan kejam, bahkan tidak tersentuh sedikitpun. Memiliki banyak koleksi photo seorang gadis yang sangat cantik, membuat Jane sudah merasa sakit. Apalagi bila memikirkan Zicola mencintai gadis itu, rasanya Jane tidak mampu.
“Apa yang sedang kau lakukan!” Zicola berdiri di antara kegelapan, pria itu sejak tadi berdiri di balkon dan merenung sambil menatap langit malam.
Jane tercekat kaget, dia tertunduk dan meremas permuaan roknya dengan gugup. Zicola mendekat, tatapannya tajam membara menyiratkan kemarahan yang tidak bisa di ampuni.
"Aku tanya, apa yang sedang kau lakukan disini!" Bentaknya dengan keras.
To Be Continue...