“Baiklah.”
Kepala Jane terangkat, pupil matanya melebar. Jane kehilangan kata-kata dengan jawaban Zicola. Jane marah dan berteriak karena dia tidak suka dengan sikap Zicola, Jane hanya mengeluarkan isi hatinya, namun Jane tidak menyangka jika Zicola akan memberikan jawaban yang tidak terduga.
Benarkah? Apakah kau benar-benar mengijinkan aku masuk kedalam kehidupanmu?. Batin Jane bertanya.
“Apa kau serius?” Tanya Jane dengan nada gemetar. Dia terlalu bahagia sekaligus ragu dengan apa yang telah di dengarnya. Jane tidak ingin berharap terlalu banyak lagi karena pada akhirnya dia tidak pernah berarti apa-apa di mata Zicola dan Jane kembali merasa sakit hati lagi.
“Itukan yang selama ini kau inginkan?” Tanya balik Zicola dengan datar.
“Kau tidak pernah memberikannya padaku.”
“Aku akan memberimu izin, jika kau tidak sanggup pergilah kemanapun yang kau mau.”
Jane terdiam masih terpaku dengan ucapan Zicola yang semakin meyakinkan dirinya jika dia tidak bermimpi.
“Aku akan memberimu kesempatan. Tapi tidak ada ikatan apapun di antara kita, kau berhak pergi dengan pria manapun saat bersamaku, begitu pula aku. Jangan menujukan kedekatan apapun di depan public tanpa seizinku, kita akan menjadi orang asing.” Ucap Zicola dengan tegas, membuat harapan Jane mulai mengambang tanpa penjelasan.
“Kenapa tanpa ikatan?” Tanya Jane menuntut.
“Karena itulah aturannya. Keputusan ada di tanganmu, dan aku tidak akan memberikan kesempatan apapun lagi padamu.”
“Ya!” Jawab Jane dengan cepat, dia tidak peduli dengan konsekuensi kedepannya seperti apa. Yang jelas, Jane akan mencoba untuk mengubah pandangan Zicola, mungkin suatu saat nanti pria itu membuka hatinya dan menerima Jane. Jane yakin penantiannya akan merubah segalanya.
“Ya. Aku mau melakukannya” ucap Jane sekali lagi.
“Dasar bodoh” Zicola membalikan tubuhnya lagi dan membuka pintu selebar mungkin. “Masuklah” perintahnya.
Jane langsung berlari dan masuk kedalam dengan senang hati. “Kita mau apa?” Jane melangkah lebar, mengikuti kemana Zicola pergi, hingga mereka berhenti di depan pintu terakhir di lantai tiga.
“Masuklah” pinta Zicola lebih lembut. Dia membuka pintu kamar tersebut.
Jane memasuki kamar tersebut tanpa suara, pandangannya mengedar melihat penjuru kamar yang terlihat rapi dan nyaman. Jane menjadi semakin gugup ketika Zicola menutup pintu dan mendekatinya, setiap langkah pria itu semakin menambah perasaan takut dan waspada dirinya.
Jane sudah terlalu sering di telanjangi lalu di permalukan oleh Zicola, dia tidak ingin merasakannya lagi.
“Aku akan memberimu waktu lagi untuk berpikir. Kau bisa pergi jika berubah pikiran, perlu aku tegaskan aku tidak menjanjikan apapun padamu selain teman tidur.” Zicola duduk di pinggir ranjang menyilangkan kakinya dengan anggun, dia kembali menatap ke arah langit di balik kaca jendela. “Aku tidak ingin kau menyesali keputusanmu, kau berhak bahagia.”
Sumber kebahagiaanmu adalah kau.. mengapa kau masih tidak mengerti. Batin Jane kecewa.
Jane melangkah perlahan mendekati Zicola dan duduk di sampingnya, “Aku tidak akan merubah jawabanku” jawabnya dalam bisikan.
Zicola mendesah pelan dengan senyuman ironisnya, dia menarik tengkuk Jane perlahan dan menggeser tempat duduknya untuk lebih dekat. Zicola mencium bibir Jane perlahan dan lembut tidak seperti biasanya, Jane memejamkan matanya merasakan setiap sentuhan pria itu terhadap tubuhnya.
“Buka pakaianmu” bisik Zicola dengan tatapan bergairahnya. Jane menggelengkan kepalanya dan tertunduk sedih, dia ingat sudah berapa kali dirinya membuka pakaian dan bertelanjang di depan Zicola, namun semuanya berakhir dengan di permalukan.
“Jika kau menolak. Kita akhiri semuanya sekarang, dan pergilah dari hidupku, atau aku yang akan melenyapkanmu” bisik Zicola penuh penekanan.
Jane bergerak tidak nyaman, merasakan sikap dingin Zicola lagi. Sungguh dia tidak mengerti dengan situasinya sekarang ini, Zicola memberi kesempatan untuk Jane, tapi pria itu tidak menunjukan sedikit pun apa yang harus Jane lakukan dengan kesempatan itu.
Bagaimana bisa Zicola memberikan Jane kesempatan, dan mengajaknya langsung keatas ranjang. Sudah lama Jane menginginkannya, namun masih ada harga diri yang tersisa di dalam dirinya yang menginginkan Zicola tidak secara langsung menunjukan dan mengingatkan dia jika Jane hanya akan menjadi teman tidur semata. Tidak lebih.
Jane segera melepaskan semua pakaiannya dengan cepat, dia tidak peduli lagi jika pada akhirnya pria itu tidak menyentuh dan memilih mempermalukan dirinya. Atau sebaliknya. Jika Zicola mempermalukannya lagi, Jane tidak akan pernah melakukan hal gila dan bodoh lagi.
Zicola tidak bicara apapun begitu Jane sudah telanjang bulat di depannya, pandangannya menelusuri tubuh Jane dengan teliti. Zicola menarik tangan Jane dengan keras, hingga tubuh mungil wanita itu terduduk di pangkuannya, dia langsung mencium Jane dengan lembut, sangat berbeda dengan Zicola yang biasanya.
Seluruh kulit Jane meremang, bola matanya membulat sempurna memandang percaya dan tidak percaya dengan apa yang dilakukan Zicola. Itu bukan mimpi, pria itu memang benar memberinya kesempatan.
“Ahhh” Jane mendesah saat dadanya di remas dan di permainkan dengan ahli. Sekuat tenaga dia tidak banyak bergerak dan menyentuh pria itu, Jane tidak ingin semuanya menjadi kacau karena kebodohannya terhadap Zicola yang sensitif. Tangan Jane mengepal erat menahan diri untuk tidak berpegangan maupun menyentuh tubuh Zicola.
Rembulan dalam kegelapan terlihat lebih bersinar, angin berhembus lembut menggerakan gordeng kamar.
Jane meremas seprai dengan kuat dengan tubuhnya yang mulai terbaring di bawah kungkungan pria itu. “Ahhh” desah Jane lebih keras, Zicola memainkan ujung lidahnya di nipplenya, lalu turun ke perut dan pangkal pahanya.
Zicola kembali berdiri tegak, melepaskan satu persatu pakaiannya di hadapan Jane. Jantung Jane semakin berdegub kencang begitu melihat sosok Zicola telanjang di hadapannya, ingin rasanya dia menyentuh karya indah tuhan itu, tapi Jane tidak berani.
“Kenapa?, kau malu?” Zicola kembali membungkuk dan mengurungnya dan turun perlahan tanpa melepasakan tatapannya hingga tubuhnya sudah berada di antara paha wanita itu. Jane bisa merasakan milik Zicola menyentuh perutnya. “Sekarang kau tidak bisa merubah keputusanmu Jane”
Napas Jane berubah cepat dan tersendat karena adrenalin dan gair*h. Bagaimana bisa Jane merubah keputusannya jika mereka sudah melakukannya sejauh ini?. Sangat mustahil.
“Ya. Lakukanlah” bisik Jane dengan suara seraknya, dia sudah terlalu berga*rah dan bersemangat meski ada sebuah ketakutan juga di dalam dirinya. Ini untuk pertama kalinya dia melakukannya.
Zicola bergerak ke samping, dia membuka laci yang sudah di penuhi alat kontrasepsi di dalamnya. Jane yang sejak tadi memperhatikan menegang, sekarang dia tahu, kamar yang di tempatinya sekarang adalah tempat para jalang-jalang yang sebelumnya. Jane membuang mukanya dengan perasaan sesaknya, entah apa yang dia rasakan sekarang, masih senang atau sedih mengasihani dirinya sendiri.
Zicola segera menggulung miliknya dengan dengan kondom, dia kembali bergerak di atas Jane, tangan kekarnya membuka paha Jane selebar mungkin, dia menyentuh dan membelai milik Jane yang sudah basah oleh cairan dengan jarinya.
Tubuh Jane tersentak kaget, matanya terpejam, tubuhnya mengeliat merasskan sentuhan yang semakin jauh, tanpa terasa Jane mengerang merasakan kenikmatan yang belum pernah di rasakannya.
“Buka matamu Jane, dan lihatlah aku” ucap pria itu melembut, Jane perlahan membuka matanya dan menatapa sosok iblis tampan di depannya. Zicola memasukan miliknya perlahan ke dalam Jane menggantikan jarinya.
Jane meringis merasakan sesak dan sakit dengan sesuatu yang melesak menerobosnya memaksa sesuatu di dalam Jane terbuka lebar dan merobeknya. Jane mengigit bibirnya menahan ringisan yang membuat perutnya sedikit mual, semuanya tidak bisa di gambarkan dengan kata-kata.
“Apakah sakit?” Zicola berhenti bergerak. Pria itu berubah sangat lembut dan manis malam ini. Itulah yang Jane rasakan sekarang, membuat hatinya meletup penuh kebahagiaan.
“Aku baik-baik saja” jawab Jane dengan senyuman cantiknya. Zicola kembali menggerakan tubuhnya dan menenggelamkan miliknya sepenuhnya di dalam Jane.
“Arght” Jane berpegangan pada lengan kokohnya mencoba untuk melawan sesuatu yang aneh di dalam dirinya, dan untuk kali ini Zicola tidak melarang Jane saat menyentuh tubuhnya.
“Aku akan bergerak” Zicola mulai menggerakan dirinya dengan pelan dan lembut, entah setan apa yang sedang merasukinya sekarang, biasanya dia bersikap kasar saat berc*nta. Mungkin karena Zicola tahu, Jane masih perawan, atau mungkin ada alasan lainnya. Gair*h di mata Zicola di kalahkan oleh sikap lembutnya yang terkadang berhenti setiap kali Jane kesakitan hingga menunggu Jane merasa nyaman dengan apa yang mereka lakukan.
Deru napas mereka mulai saling berkejaran, merasakan gair*h yang sedang mereka nikmati sekarang. Jane memeluk bahu kokoh Zicola dengan erat, merasakan setiap sentuhan yang di berikan pria itu padanya. Rasanya terlalu membahagiakan hingga dimana mereka menemukan titik pelepasan mereka masing-masing.
To Be Continue...