Permintaan Sang Ayah

1862 Kata

“MAKASIH tan, om, Din, Dan,” tuturnya yang diangguki Aisha dan Wira. Keempat orang itu masih menatap Adit dari dalam mobil. Sementara Adit sudah disuruh Aisha segera masuk. Biar bisa istirahat. Ia paham kok bagaimana letihnya perjalanan panjang mereka. Apalagi besok, Adit bakalan bawa mobil ke Solo. Tadinya akan berangkat sendirian, tapi Wira dengan senang hati menawari sopir untuknya. Kasihan soalnya, kalau harus membawa mobil mana hari ini Adit juga lelah. Jakarta-Solo itu bukan jarak yang dekat loh. Sementara Adit tak mampu menolak. Apalagi saat melihat tatapan Dina yang berkaca-kaca. Gadis itu kan sempat menangis karenanya. Ia mana tega membuatnya menangis lagi. Makanya ia iya kan saja. “Kita gak mampir dulu?” tanya Wira sambil menunjuk rumah di samping kanannya, rumah Fadli—kakak

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN