3. Sentuhan Ganas Adrian

1080 Kata
Alea menggigit bibirnya resah sambil melihat Adrian menenggak minuman di gelas yang sudah ia pesan. Minuman yang sudah Alea campur dengan obat yang bisa membangkitkan hasrat laki-laki. Jantung Alea sudah berdebar tidak menentu. Ini untuk pertama kalinya ia berbuat hal se-kurangajar ini. Hal yang sangat murahan karena di lakukan oleh perempuan seperti dirinya pada laki-laki yang bisa di bilang adalah kakak iparnya. "Kak Adrian, kepalaku pusing. Tolong antar aku ke hotel terdekat yang udah aku pesan, aku nggak mau kena marah Papa karena pulang dalam keadaan mabuk," ucap Alea berbohong. Gadis itu sebenarnya belum mabuk meski benar kepalanya sudah mulai pusing. "Tidak Alea, saya harus antar kamu ke rumah." "Tapi aku udah izin ke Papa kalau mau menginap di luar. Aku bilang ke Papa lagi cari hotel buat resepsi pernikahan kita, dan sudah dapat izin." "Astaga! Alea kamu keterlaluan." "Maaf, tapi buat malam ini aja aku mohon." "Kenapa kamu begitu menyebalkan Alea." "Turutin atau besok kita nikah." Dengan berat hari Adrian menuruti keinginan adik iparnya. Tanpa tahu jika apa yang akan terjadi malam itu membuat ia tidak bisa lepas dari Alea untuk selamanya. *** Alea hanya pernah benar-benar mabuk sekali dan tidak tahu reaksinya ketika mabuk seperti apa. Jadi untuk menahan Adrian di kamar hotel seperti waktu itu dengan pura-pura mabuk agak sulit. Ia hanya tahu jika waktu itu mengalami muntah setelah menenggak minuman keras sampai mabuk. Huffh... semoga obat itu segera bereaksi dan Adrian melakukan apa yang ia inginkan. "Kak, jangan pulang dulu ya, kepalaku pusing, perutku juga mual," keluh Alea ketika sudah sampai di sebuah kamar hotel. "Nggak bisa Alea, saya harus pulang." "Jangan dulu, aku takut." ''Tapi...'' Tanpa aba-aba Alea memeluk tubuh Adrian erat. Alea sudah melihat tanda-tanda dari obat itu mulai bereaksi. Adrian mulai terlihat gelisah dan tidak tenang. Berkali-kali lelaki itu menyugar dan menjambak rambutnya sendiri. Hal itu di manfaatkan Alea dengan memberikan sentuhan lembut pada tubuh Adrian. Alea mendengar Adrian meneguk ludahnya berkali-kali. Alea melepas pelukkannya kemudian sedikit berjinjit dan melabuhkan ciuman di bibir Adrian. Meski sudah di landa gairah, Adrian masih sadar apa yang Alea lakukan dan segera melepasnya paksa. Ia justru menyadari sesuatu. Ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Ia menginginkan sesuatu yang tidak seharusnya. "Alea..., apa yang kamu lakukan?" tanyanya dengan sorot mata tajam. "Maaf, aku menciummu Kak." "Bukan itu. Apa kamu menjebak saya? Tolong jawab dengan jujur, apa kamu menambahkan sesuatu ke minuman saya tadi Alea?" Alea terdiam. Tapi hal itu justru membuat Adrian menyimpulkan jika benar Alea melakukannya. Diamnyn Alea sudah cukup memberinya jawaban. "Kamu gila, Alea!" Adrian segera bergegas menuju pintu. Tubuhnya sudah mulai bereaksi berlebihan, kepalanya pusing dan keringatnya mulai bercucuran. Ia harus segera pulang dan mengobatinya, di klub milik Ayah Alea ada penawar rasa tidak karuan yang tengah di rasakannya saat ini. Sayangnya, pintu itu tidak dapat di buka. "Alea, buka pintunya!" "Enggak Kak." "Buka pintunya atau kamu akan habis, Alea." "Aku tetap tidak mau membukanya untukmu Kak. Lakukan saja apa yang sedang Kak Adtian inginkan." "Tolong, Alea." "Lakukan saja, Kak!" "Kamu benar-benar gila Alea. Saya kenal Aleta yang begitu terhormat dan sangat kecewa tahu adiknya se-murahan ini. Menjebak lelaki hanya untuk memenuhi nafsunya." Alea memang melakukannya. Tapi mengapa hatinya sedih ketika Adrian menyebutnya murahan. "Saya lebih baik mandi air dingin daripada harus melayanimu." Adrian berjalan kearah pintu kamar mandi dan menendangnya dengan keras karena pintu kamar mandi pun sama. Dalam kondisi terkunci dan tak dapat di buka. "Kamu benar-benar menginginkannya Alea? Menginginkan sentuhan saya, Kakak iparmu sendiri? Baiklah, tapi saya jamin ini akan menjadi hal yang menyakitkan bukan nikmat apalagi menyenangkan. Kamu dan Papamu sama saja, selalu memaksakan kehendak dan mengharuskan saya bisa melakukan segalanya." Suara Adrian melepas ikat pingganya membuat jantung Alea berdebar cepat. Tatapan Adrian terlihat begitu menakutkan. Adrian mendekati Alea, mendorong gadis itu hingga jatuh telentang di atas ranjang. Kemudian melepas paksa semua pakaian yang di kenakan Alea. Jangan harapkan ia akan membuat Alea senang dengan mencumbunya lebih dulu. Adrian akan melakukan langsung pada intinya. Alea tersentak dan berteriak ketika merasakan Adrian langsung saja berusaha menembus inti tubuhnya. Alea mencengkeram sprei dengan kuat karena rasanya sangat menyakitkan. "Jangan menangis dan minta saya untuk berhenti Alea. Ini kemauanmu, dan salahnya kamu tidak mencari tahu lebih tentang efek yang akan di timbulkan obat yang kamu berikan itu." Alea terdiam. Ia hanya bisa menjerit dalam hati dan menggigit bibirnya hingga berdarah ketika Adrian menembus tubuhnya dengan kasar dan memaksa, rasa sakitnya seperti tubuhnya terbeleh menjadi dua. Membuat matanya tak henti mengeluarkan air mata. "Saya bilang jangan menangis!" bentak Adrian. Suara keras Adrian justru membuat Alea terisak. Teman-temannya sewaktu di luar negeri pasti berbohong saat mengatakan jika bercinta itu sesuatu yang nikmat dan menyenangkan. Karena pada kenyataannya terasa begitu menyakitkan. Sayangnya tidak hanya selesai sampai di sana saja. Adrian menggerakkan tubuhnya sesuka hati dan sangat lama. Bahkan Alea merasakan bagian bawahnya tidak hanya sakit namun kebas dan membengkak. Meski tak bersuara, ia tak bisa menuruti permintaan Adrian untuk tidak menangis. Air matanya mengucur tanpa bisa ia tahan. Mata Alea sudah terpejam entah berapa lama. Ia sendiri tidak tahu itu tidur atau pingsan. Tapi masih saja ia merasakan pergerakan tubuh Adrian di bawah sana. Alea tidak berani untuk menghentikannya, tapi bukan berarti ia menikmatinya. Alea sudah tidak punya tenaga untuk sekedar berbicara. Adrian baru berhenti setelah Alea mendengar erangan panjang dari bibir laki-laki itu dan menumpahkan sesuatu yang terasa hangat di atas perutnya. Setelah hasratnya tersalurkan dengan beberapakali pelepasan, Adrian merapikan kembali pakaiannya. Ia ingin segera enyah dari kamar itu. Ia benci pada Alea. Alea mungkin lebih cantik dari Aleta, tapi memiliki sifat yang sangat berbeda dan membuatnya muak. "Keinginanmu sudah saya penuhi, Alea. Saya mau pulang, mana key card-nya? Ternyata ini alasan kamu memesan hotel sederhana. Untuk menjebak dan mengurung saya disini. Kamu benar-benar puteri seorang Prajaya." "Key card-nya ada di saku celanaku," jawab Alea dengan suara serak dan lemah. Tanpa memperdulikan keadaan Alea. Adrian segera pergi dari sana. Meninggalkan wanita yang sudah ia ambil kehormatannya sendirian tanpa peduli seperti apa keadaan tubuhnya saat ini. *** Seharian ini Adrian mengurung diri di kamar apartemen miliknya. Mematikan ponsel dan berusaha untuk tidur seharian. Adrian baru menyalakannya setelah hari gelap. Ia sudah mandi dan berpakaian rapi hendak pergi keluar untuk makan malam. Tapi satu notifikasi pesan di ponselnya membuat ia terdiam kamu. "Kak Adrian, aku nggak bisa jalan." Adrian melihat jam di ponselnya. Memastikan ini memang sudah jam delapan malam. Dan pesan itu di kirim Alea baru satu jam yang lalu. Itu berarti.... Tanpa pikir panjang Adrian segera pergi ke tempat di mana terakhir kali Alea berada.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN