Dalam sebuah hubungan, tidak selamanya bahagia selalu menghampiri. Menimbulkan lengkungan senyum juga rasa yang membumbung. Membuat hati tenang.
Layaknya sebuah jalan, yang tidak selamanya mulus. Ada jalan berkerikil, berlubang, sampai jalan rusak yang menyulitkan kaki saat melangkah. Satu hubungan juga seperti itu. Tapi apapun itu, sejauh manusia masih bisa berharap, ada satu pengharapan besar jika yang terjadi dalam hidup hanyalah bahagia.
Sedikit tidak tahu diri memang. Cenderung berkhayal terlalu jauh sampai tidak siap menghadapi cobaan yang pasti datang di tengah perjalanan. Namun begitulah manusia. Yang memiliki sifat lupa saat bahagia, namun begitu kepedihan menghampiri akan langsung mengajukan protes. Seolah kepedihan itu sudah hadir terlalu lama.
Padahal jika manusia terbiasa dengan rasa sakit, akan semakin mudah untuk melalui tahapan demi tahapan. Membuatnya kian kuat, membuatnya lebih lapang, dan lebih tahan banting. Karena rasa sakit itu hanya perlu dilalui dengan satu kata yang bisa terucap dalam sekali tarikan napas, sabar. Ya sangat mudah terucap namun masih menjadi satu hal yang sulit dilakukan.
Reygan juga demikian. Sejauh hubungannya dengan Shena, ia berharap bahagia akan selalu menjadi satu rasa yang mendominasi. Hubungan yang terjalin baik, tanpa adanya hal menyulitkan yang membuat keduanya merenggang dalam jarak yang ada.
Reygan mencintai Shena. Itu yang ia akui pagi itu. Dengan pengharapan penuh, bahwa Shena akan menjadi satu-satunya sampai akhir. Karena memang di antara mereka berdua tidak ada tanda-tanda memiliki orang lain dalam hubungan percintaan ini. Shena hanya untuk Reygan, Reygan juga hanya untuk Shena.
Tanpa keduanya sadari, jika cobaan dalam satu hubungan tidak melulu tentang kehadiran orang ketiga. Bisa melalui jalan lain, yang tidak terduga sekalipun. Sama halnya seperti yang Reygan alami saat ini.
"Pacarmu?" Pertanyaan datar yang ayahnya ucapkan beberapa menit lalu. Reygan yang terkejut langsung menyembunyikan beberapa lembaran kertas foto. Dengan Shena sebagai pihak yang mendominasi.
Reygan tidak menjawab. Karena memang tidak memiliki jawaban atas pertanyaan itu. Ia dan Shena tidak berpacaran. Hanya saling memiliki rasa dan memutuskan untuk saling membagi rasa itu.
Keduanya sudah sama-sama dewasa. Kurang lebih sudah paham mengenai hubungan orang dewasa. Tidak lagi penting mengatakan cinta secara tersurat melalui untaian kata. Atau bahkan yang lebih cheesy, menyampaikan perasaan cinta itu dengan memberi kejutan manis di hadapan orang-orang. Seperti yang biasa dilakukan oleh remaja dalam peralihan usianya. Itu menggelikan. Sungguh, untuk seumuran Reygan dan Shena.
Reygan tidak demikian. Cintanya tidak untuk diumbar. Perasaannya pada Shena tidak penting satu dunia tahu. Karena bagi Reygan, cukup Shena mengetahui perasaannya dan menerima kehadirannya dengan baik. Itu sudah satu hal luar biasa. Dengan Shena yang membalas ataupun tidak. Karena nantinya Reygan yang akan berusaha lebih keras. Menumbuhkan rasa cinta yang mungkin belum Shena rasakan sebagai pembalasan atas rasanya.
"Kamu masih jadi mahasiswa, masa depanmu masih jauh. Jangan berlebihan." Lanjutan kalimat yang sukses membuat Reygan terdiam tanpa kata. Menatap wajah ayahnya yang sudah terlihat beberapa keriput. Menatapnya dalam, setelahnya Reygan baru berani menimpali.
"Maksud Ayah berlebihan?"
Ayah mengangkat bahunya tidak yakin. "Cinta itu perihal tanggung jawab, Rey. Bukan sekadar kamu mencintai seorang perempuan dan dia membalas perasaan yang kamu punya. Di usia sekarang, kamu masih menjadi mahasiswa, masih sibuk mengejar masa depan. Kamu yakin sudah bisa mempertanggung jawabkan perasaan yang kamu punya?"
Reygan kian membisu. Mencoba mencerna kalimat panjang yang ayahnya utarakan sebagai sebuah nasihat. Bentuk kepedulian dari seorang ayah untuk anak lelakinya. Itu wajar. Sangat wajar malah.
"Laki-laki sejati nggak akan membawa perempuannya untuk hidup susah. Lagi pula kamu masih muda, kejar apa yang ingin kamu kejar. Habiskan waktu kamu untuk kamu sampai kamu bosan. Setelah kamu siap dan merasa sudah menemukan perempuan yang tepat, bilang Ayah."
"Ayah nggak mengharuskan kamu mapan sebelum menikah. Tapi setidaknya kamu punya penghasilan tetap. Ingat ini Rey, anak perempuan itu cenderung menjadi ratu di rumahnya. Ayahnya selalu mengusahakan apa yang putrinya minta. Entah sulit, entah mudah. Kamu yakin hanya dengan berbekal cinta, ayahnya akan merelakan anak perempuannya untuk kamu?"
Reygan sukses terdiam. Tidak mampu memberi respon barang satu kata. Bukan karena ia tidak mampu merespon. Hanya saja, memang tidak memiliki kalimat untuk membalas ungkapan sang ayah.
Ini hal baru yang belum terpikirkan sebelumnya. Reygan memang merasa tersindir karena menganggap semuanya mudah. Tapi lantaran kalimat sang ayah, Reygan jadi tahu, jika ada banyak hal yang harus ia persiapkan. Sebagai pembuktian cinta yang sesungguhnya. Bukan sekadar omong kosong belaka.
"Jangan membuat cinta kamu lebih jelas kalau kamu belum sanggup untuk pertanggung jawabannya. Masa depanmu masih harus dipikirkan. Dan satu hal lagi, sebenar-benarnya cinta bagi laki-laki adalah ketika dia sudah menikah."
Kalimat terakhir yang Ayah ucapkan. Setelahnya Ayah beranjak dari sana. Membiarkan Reygan merenungi kalimatnya. Bukan bermaksud menghalang-halangi satu rasa dalam diri sang putra. Tapi itu kenyataan yang ada. Di usia Reygan, bukan waktunya menganggap cinta sebagai satu rasa yang lumrah, mudah, tanpa beban. Karena mencintai di usia sekarang, tidak sesederhana cinta monyet yang bersemi saat remaja.
Ada tanggung jawab yang menyertai jika cinta itu tersalur dengan lebih jelas. Tidak lagi sesederhana ungkapan perasaan atau kejutan manis. Dan sayangnya Reygan baru menyadari hal itu. Beberapa detik setelah sang ayah menyampaikan petuahnya.
Selama ini yang nampak dalam pandangan Reygan, hanya tentang bahagianya, kebersamaannya, dan hal-hal lain yang menimbulkan lengkungan senyum. Padahal ada banyak hal yang menyertai ungkapan cinta itu. Lebih berat, lebih kompleks, dan tidak bisa disebut sederhana.
Tanggung jawab. Bukankah tanggung jawab adalah hal penting bagi seorang laki-laki? Apalagi ini menyangkut perasaan mendalam bernama cinta yang nantinya disalurkan dengan murni ke perempuan pilihan. Dalam kehidupan Reygan, Shena berada di posisi itu.
Reygan sudah memantapkan hatinya untuk menjadikan Shena sebagai perempuan yang ia cintai. Dan ia berharap akan terus seperti itu sampai akhir nanti. Maka harus ada tanggung jawab yang menyertai perasaan cinta itu. Karena Reygan tidak mau membuat Shena menderita saat bersamanya.
Ya setidaknya itu yang terpikir dalam kepala Reygan. Ia harus mempersiapkan masa depannya dengan matang terlebih dahulu. Baru setelahnya, ia bisa meraih Shena untuknya sendiri.
Tapi, yang menjadi pertanyaan sekarang. Apakah ia masih bisa menjalani hubungannya dengan Shena untuk saat ini? Atau lebih baik ia letakkan sejenak cinta itu. Menjeda kisah indah yang belum lama ini ia buka lebar. Agar ia fokus mengejar masa depan, untuk bekal hidupnya nanti. Dengan Shena yang diharapkan selalu mengisi di bagian sisi.
***