7. Reygan dan Ombak di Lautan

1052 Kata
Fajar menyingsing di ufuk timur. Mulai memandu mentari agar kembali hadir untuk melanjutkan pekerjaan yang kemarin sempat terhenti. Malam berbintang itu senyap. Berubah menjadi pagi yang cerah pertanda kehidupan baru akan dimulai hari ini. Shena menerjapkan matanya beberapa kali. Menyesuaikan cahaya yang menerobos melalui celah tenda. Memaksanya untuk segera beranjak bangun. Menutup sejenak bingkai mimpi indah semalam. Karena nampaknya Reygan sudah bangun. Membiarkan pintu tenda terbuka agar cahaya matahari pagi hadir. Membangunkan Shena dengan belaian sinar hangatnya. Beranjak keluar untuk memastikan keberadaan Reygan. Refleks mengeratkan jaket yang semalaman membungkus tubuh. Ini dingin. Dua sampai tiga kali lipat lebih dingin dari pagi biasanya. Shena bahkan bisa merasakan beberapa bagian tubuhnya yang kram, terutama di bagian perut. Lantaran tidurnya yang meringkuk semalaman. Mengambil duduk di sebelah Reygan. Si lelaki nampaknya sedang sibuk terpesona pada hamparan air di hadapan. Gerakannya teratur, membentur batu karang. Membawa riak air yang membasahi sebagian pasir di tepian. Menimbulkan suara yang membuat hati tenang. Satu relaksasi yang Tuhan tawarkan dengan cuma-cuma. Sayangnya berada di tempat yang cukup jauh. Membutuhkan waktu juga tenaga lebih untuk bisa sampai di sini. “Hei,” sapa Shena. Reygan melirik sejenak. Memasang senyumannya begitu mendapati senyuman Shena pagi ini. Sama indahnya dengan sinar mentari pagi. Sama-sama menghangatkan hati Reygan yang beku termakan malam. “Tidur nyenyak?” tanya Reygan. Sebelah tangannya terulur. Merapikan rambut Shena yang sedikit berantakan. Sembari mengagumi gambaran indah yang nampak tepat di hadapan. Kembali dibuat kagum dengan Shena yang apa adanya. Tidak merasa malu menampilkan wajah bangun tidurnya. Shena mengangguk. “Walaupun dingin banget dan perutku jadi kram,” jawab Shena. Kalimatnya memang berisi keluhan namun anehnya Shena tetap memasang senyuman. “Lo tidur kaya bayi,” komentar Reygan. Shena mengangguk saja. Karena memang Shena menyukai posisi meringkuk dalam tidurnya. Tidak bisa nyenyak jika tidak meringkuk. “Pemandangannya cantik banget.” Mengalihkan perhatian. Menatap hamparan laut luas yang tidak terlihat batasnya. Satu bukti kuasa Tuhan yang menciptakan semesta dengan luas tidak terkira. Sampai manusia sulit menjangkau ukuran sebenarnya. Sebuah pengingat, jika sebagai manusia harus hidup dalam koridornya. Sesuai batas kemanusiaannya. Jangan bersikap berlebihan apalagi sampai melangkahkan kaki di bumi Tuhan dengan kesombongan. Karena pada kenyataannya, manusia hanya sebagian kecil di alam semesta yang luas ini. Tidak ada apa-apanya. “Lo nggak berharap gue membalik kalimat itu dengan kasih pujian lo lebih cantik, ‘kan?” Shena menatap Reygan yang juga sedang menatapnya. Tatapan yang sama, seperti yang selalu ia lihat sejak keduanya bertemu. Gambarannya indah, karena memang Reygan tercipta dengan pahatan yang luar biasa. Sampai Shena tidak bisa mempercayai, jika lelaki di sampingnya memiliki perasaan lebih. Yang semalam terucap dengan tegas, tanpa alasan, tanpa kalimat tambahan. “Terserah apa katamu, Rey. Aku males nanggepin, masih pagi,” ujar Shena. Kembali mengalihkan pandangannya ke arah depan. Ya, Reygan memang indah untuk dilihat. Tapi Shena tidak bodoh sampai mengabaikan pemandangan pagi hari yang jauh lebih luar biasa. Pemandangan langka yang jarang-jarang bisa ia lihat. Tawa Reygan terdengar lebih renyah pagi ini. Menimbulkan satu senyuman tipis yang menular. Shena suka mendengar tawa itu, Shena suka melihat wajah tersenyum itu. “Di antara ombak dan batu karang, mana yang lebih kamu pilih, Rey?” “Kenapa tiba-tiba?” tanya Reygan. Mengulurkan sebelah tangannya untuk meraih Shena dalam rangkulannya. Reygan tahu, Shena kedinginan. “Mau tahu aja.” “Ombak,” jawab Reygan. Shena menoleh sekilas. “Alasannya?” “Mungkin sebagian besar orang akan berkomentar kalau ombak itu jahat. Cuma bisa menerjang, tanpa memikirkan siapa yang dia terjang. Tapi buat gue, ombak itu punya satu sifat yang gue harapkan ada dalam diri gue, Shen.” Reygan menyematkan senyumannya saat mendapati Shena yang sedang menunggu kelanjutan kalimatnya. Nampak sangat polos dan menggemaskan. “Ombak nggak pernah putus asa. Ombak selalu datang menghampiri siapa aja yang ada di pantai. Bahkan sesekali manusia akan mengumpat kesal karena ombak akan membuat mereka basah. Juga terkadang kehadirannya nggak diterima, ombak akan dibiarkan pergi gitu aja. Tapi setelahnya ombak akan datang lagi, melakukan hal yang sama. Nggak pernah merasa lelah, nggak pernah putus asa, apalagi sampai ngambek dan nggak mau datang lagi.” Shena menatap dalam diam. Mendengarkan dengan saksama pandangan Reygan untuk kehadiran ombak yang lumrah berada di lautan. Memperhatikan guratan wajah Reygan dalam setiap kata yang terucap. “Aku nggak pernah kira kalau ternyata ombak nggak sejahat itu,” ucap Shena lirih. “Lo bisa lihat baik, buruknya sesuatu dari persepsi lo, Shen. Kalau lo menatap mereka sebagai hal baik, ya mereka akan baik di mata lo. Tapi kalau lo menatap sebagai hal jahat, selamanya akan jahat di mata lo. Makanya kita diajarkan untuk jangan menilai dari satu sisi. Karena setiap apa yang kita lihat, punya banyak sisi yang terkadang nggak nampak.” Hening sesaat. Hanya ada suara deburan ombak yang menerpa batu karang. Memberi waktu untuk sepasang manusia saling menatap. Dalam pandangan mendalam yang tidak terbaca. Menyelami tatapan indah masing-masing dengan binaran yang membuat keduanya betah melakukan hal sama untuk waktu yang lama. Sebelah tangan Reygan terulur. Mengusap pipi Shena yang dingin karena belaian udara pagi. Mencoba menghangatkan, walaupun tetap saja tidak berhasil. Udara pagi jauh lebih kuat dibandingkan usapan tangan Reygan. “Begitu cara gue mencintai lo, Shen. Gue akan terus berusaha supaya lo balas perasaan yang gue punya. Tapi seandainya lo menganggap gue nggak layak, gue nggak akan benci apalagi sampai pergi jauh dari lo. Gue akan tetap menatap lo sebagai salah satu orang spesial yang pernah hadir dan mengisi hari-hari gue. Walaupun nggak bisa gue raih sebagai satu-satunya yang bisa gue miliki.” Shena kehilangan kata. Kepalanya kosong. Bahkan ia tidak sempat menolak begitu Reygan mengikis jarak. Membiarkan si lelaki mengambil satu hal untuk pertama kalinya. Selanjutnya, Shena hanya bisa memejamkan matanya. Mengenali satu hal baru yang terjadi begitu saja. Membiarkan Reygan berhenti sejenak, untuk sama-sama merasakan, sama-sama memahami. Sama-sama meresapi perasaan baru yang hadir di hati masing-masing. Reygan seolah memberi kesempatan untuk Shena. Jika saja Shena tidak mengizinkan, Shena masih memiliki waktu untuk menolak dengan mendorongnya menjauh. Tapi detik demi detik berjalan, Shena tidak melakukan pergerakan apapun. Hanya terpejam dengan napas hangat yang menerpa wajah Reygan. Baru setelahnya Reygan bergerak lebih berani. Menyelami perasaan menggelitik yang terasa menyenangkan. Shena hanya mampu diam, menerima. Kedua tangannya bergerak, meremas jaket Reygan di bagian d**a. Untuk melampiaskan perasaan baru yang benar-benar asing baginya. Namun entah bagaimana terasa menenangkan. Shena menyukai dan enggan mendorong Reygan menjauh darinya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN