11. Sebuah Tantangan

1760 Kata
Tak ingin suasana hatinya kembali hancur Nafla memilih membiarkan ponselnya berdering hingga berhenti, lalu menekan mode silent. Sehari ini saja Nafla tidak ingin melihat wajah tengil Rizky. sudah cukup sejak kemarin dirinya mengumpat. Untung saja Nafla tidak sampai melakukannya di hadapan kedua orangnya. Jika sampai umpatan kasar yang ditujukan untuk Rizky terdengar oleh Mami dan Papi yang ada Nafla akan dikurung di rumah sepanjang hari. Mending jika hanya mendapatkan tausiyah panjang kali lebar yang biasa disampaikan oleh Papi, tapi omelan Mami lah yang bisa membuatnya mual dan muntah-muntah. Andra yang kini duduk di sebelah Nafla hanya menatap gadis itu sekilas seraya mengeluarkan satu batang rokok dari bungkusnya. Dipantiknya api untuk menghidupkan rokok tersebut lalu menatap wajah cantik Nafla yang terlihat kesal. Menyadari tengah diperhatikan oleh Andra seketika Nafla melayangkan protes. Nafla paling tidak suka ditatap Andra dengan cara seperti itu. Tatapan yang tak pernah mampu ditafsirkannya selama ini. “Nggak usah liahtin aku kayak gitu Ndra. Nanti kamu sadar klo aku ini cantik dan seksih! Klo sampai kamu jatuh cinta bisa bahaya entar," canda Nafla dengan tergelak. Kalimat godaan Nafla yang ditujukan kepada Andra seketika berhasil mengundang derai tawa Dimas dan Bobby. Rasanya mereka berdua ingin sekali memukul kepala Nafla agar segera sadar dengan perasaan Andra. Pun dengan Andra yang sejak dulu tak juga mengakui perasaannya kepada Nafla. Sering mereka berdua memiliki ide untuk menyatukan Andra dan Nafla tapi mereka juga khawatir. Persahabatan yang sudah mereka bina cukup lama itu akan hancur hanya karena cinta. Tapi melihat Andra mereka pun tak tega. Mana Nafla sendiri tidak pernah peka sama sekali. "Ya udah kalian jadian aja. Apa susahnya sih!" sela Dimas dengan santai. Mendengar ucapan Dimas Membuat Nafla berdecak. “Sono ambil bubur ayamnya di mobil!” perintah Nafla seraya melemparkan kunci mobilnya yang langsung ditangkap oleh Dimas. “Kamu cewek. Nggak baek ngerokok!” Andra merebut kembali batang rokok yang baru saja di pegang oleh Nafla. “Sejak kapan kamu berani ngelarang aku?” kesal Nafla lalu kembali merebutnya. Sembari menatap Andra sinis Nafla memantik api lalu membakar ujung batang rokok yang terselip di antara jari- jemarinya. Sejak dulu Nafla berani merokok hanya ketika berada di luar rumah dan ketiga sahabatnya itu juga sudah terbiasa melihat dirinya menikmati barang yang berhasil mengundang rasa candu bagi penikmatnya. Andra menatap Nafla penuh makna sebelum beranjak menuju dapur untuk membuat kopi. Seperti biasa Nafla akan bersikap acuh dengan perhatian Andra. Sejak duduk di bangku SMA memang hanya Andra yang memiliki pemikiran dewasa dan tenang. Berbeda dengan Dimas dan Bobby yang cenderung hobi bersenang-senang tanpa memikirkan risiko ke depannya. Seperti biasa Bobby akan berpura-pura acuh meskipun sebenarnya selalu memperhatikan interaksi antara Andra dan Nafla. Bobby menghela napas panjang seraya beranjak untuk membersihkan dan membereskan semua kekacauan yang telah mereka ciptakan semalam. Jadi semalam mereka bertiga bermain game online hingga pukul 4 pagi dini hari. Jangan ditanya bagaimana berantakan kamar Dimas sekarang. Kamar berukuran 4x4 meter itu sudah layaknya gudang. Kamar bernuansa monokrom tersebut cukup nyaman dan modern. Kamar Dimas ini dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi, AC, dipan, dan kabinet berwarna hitam. Di sudut ruangan terdapat dapur mini dengan kitchen sink, meja dapur, dan lemari gantung yang akan memudahkan penghuninya untuk beraktivitas karena ukurannya yang cukup ideal untuk bergerak. Di sudut ruangan tak jauh dari dipan terdapat meja belajar dengan rak buku yang menempel di tembok. Semua peralatan belajar Dimas tersimpan lengkap di sana. Jika dibandingkan dengan kamar Nafla tentu saja tak sebanding. Kamar Dimas hanya seluas walk in closed di kamar Nafla. Tapi meski begitu Nafla tidak pernah bersikap sombong ataupun pamer dengan semua fasilitas yang dimilikinya. Nafla malah lebih nyaman berteman dengan ketiga sahabatnya yang berasal dari keluarga menengah ke atas tersebut. Sebenarnya jarak antara rumah Dimas dan kampus hanya sekitar 10 km tapi Dimas memilih tinggal di kos karena tidak menyukai perempuan yang dinikahi papanya dua tahun lalu. Orang tua kandung Dimas bercerai saat ia masih duduk di bangku kelas 12 SMA. Lalu papanya menikah lagi dengan perempuan yang jauh lebih muda. Usia perempuan itu hanya selisih 5 tahun dari Dimas. Dari mereka bertiga Bobby yang paling berada. Sahabatnya tersebut putra seorang dokter spesialis anak ternama di Yogyakarta sedangkan Andra putra dari seorang dosen PNS. Mama Andra telah meninggal dunia karena sakit kanker 3 tahun lalu. Memang semua sahabat Nafla tercukupi secara finasial. Tapi tidak dengan kasih sayang. Ayah Dimas dan Andra selalu sibuk dengan pekerjaan dan jarang bisa berkumpul bersama keluarga. Dari mereka bertiga Nafla banyak belajar dan bersyukur karena memiliki keluarga yang sempurna. Keluarga idaman yang selalu menjadi keinginan semua anak di muka bumi ini. Karena tak semua anak memiliki kesempatan seperti dirinya. “Waktunya sarapan!” teriak Dimas seraya menenteng 2 kantung kresek berwarna putih berisi bubur ayam dan minumannya. “Bobby, nggak usah bikin kopi. Ini kita udah dibawain Lala. Kamu ambil sendok aja gih!” sambung Dimas menatap ke arah Bobby yang sedang meracik kopi. “Baguslah klo gitu!” Gegas Bobby mematikan api kompor dan kembali menutup toples gula yang baru saja dibukanya. Mereka pun sarapan bersama dengan duduk di lantai. Kecuali Nafla yang masih asyik menikmati rokoknya sembari menonton acara televisi yang sebenarnya sama sekali tidak menarik baginya. Nafla hanya ingin mencoba mengalihkan pikiran tentang Rikzy dan Maminya. Saat ini Rizky pasti berada di rumahnya bersama Mami. Nafla juga enggan mengecek ponselnya yang jelas-jelas banyak panggilan masuk, entah dari Rizky ataupun Maminya. “Kamu nggak maka La?” tanya Andra setelah menghabiskan bubur ayamnya. “Nggak, aku udah kenyang tadi sarapan roti dan s**u sebelum ke sini!” Makan aja jatah aku!” Jawab Nafla meraih kembali bungkus rokok milik Andra, berniat menambah lagi tapi dengan cepat Andra merebutnya. “Cukup!” tegas Andra membalas tatapan marah Nafla. Melihat kedua sahabat mereka tengah bersitatap Bobby dan Dimas saling senggol. Lalu dengan santainya kembali Dimas menyindir, “Udah deh kalian jadian aja kenapa sih! Bikin gemes aja!” “Bacot aja lu!” tukas Nafla seraya menegakkan tubuhnya yang tengah bersandar pada ranjang. Bersikap acuh, Andra beranjak seraya ke luar dari kamar membawa mangkuk plastik bekas wadah bubur ayam untuk dibuangnya di tong sampah. Di teras Andra berdiam diri sejenak. Mencoba menetralkan gemuruh di dadanya. Andai bisa berbicara jujur pada Nafla tentu sudah lama Andra menyatakan cintanya. Andra sadar kedua sahabatnya sudah mulai curiga. Baru saja Andra berbalik badan hendak kembali masuk saat Bobby ke luar. Bobby menepuk bahu Andra seraya tersenyum penuh arti sebagai dukungan. “Jujur deh ngapain kamu datang pagi-pagi ganggu tidur kita bertiga?” tanya Dimas penasaran dengan tujuan kedatangan Nafla. Mana pernah gadis itu datang secara mendadak di hari libur apalagi setelah ujian. Nafla menatap ketiga sahabatnya secara bergantian barulah menjawab, “Ngajak kalian ng-gym. Udah lama kan kita nggak gym bareng. Aku yang bayar deh. Please,” pinta Nafla memohon. “Tumben? Biasanya juga gym di rumah klo nggak gitu di studio Daddy kamu!” sahut Bobby yang baru saja masuk lalu duduk kembali. Dimas mengeluarkan satu batang rokok miliknya lalu memantik api. “Klo kalian nggak mau ya udah aku pergi sendiri!” rajuk Nafla lalu beranjak. “Ya elah sensi amat. Lagi PMS kamu?” sela Bobby yang baru saja menghembuskan asap rokoknya. Kamar Dimas tentu saja seperti sedang kebakaran sekarang. Penuh dengan asap rokok. “Aku lagi males ke luar nih. Pengen lanjutin bobo aku tuh!” imbuh Bobby lagi karena memang sedang malas melakukan apapun hari ini. Nafla yang merasa kesal pun mengambil tas slempangnya. Suasana hatinya memang sedang buruk sejak kedatangan Rizky ke Yogyakarta. Tujuan Nafla menemui ketiga sahabatnya memang untuk mencari hiburan. “Ya udah aku temenin!” Andra beranjak yang sukses menghadirkan segaris senyuman manis di bibir Nafla. “Kamu memang best friend!” puji Nafla yang hanya ditanggapi oleh Bobby dan Dimas dengan senyuman. Bobby dan Dimas sengaja membiarkan mereka berdua pergi bersama. Karena mereka pun yakin Andra tidak mungkin tega menolak permintaan Nafla. “Ya udah aku tunggu di luar klo gitu!” Nafla segera ke luar kamar. Tak lama Andra ke luar dengan penampilan yang sudah rapi dan wangi. Nafla tersenyum puas lalu berjalan bersama Andra menuju di mana mobilnya terparkir. Nafla memberikan kunci mobilnya kepada Andra agar sahabatnya tersebut yang mengendarai. Dalam perjalanan mereka berbincang dan bercanda seperti biasanya hingga sampai di Matras Studio Fitnees. Nafla langsung disambut oleh pelatih yang biasa menemaninya ketika sedang berkunjung. Walaupun tak sering datang tapi siapa sih yang tidak mengenal gadis tomboi tersebut. Nafla biasa datang bersama ketiga sahabatnya. Jadi wajar jika Nafla mudah dikenal karena memang selalu dikerubungi tiga laki-laki keren. Nafla dan Andra kemudian segera menuju kamar ganti yang telah tersedia. Tak terasa hampir 40 menit Nafla berkutat dengan alat-alat olahraga. Sebelum mengakhiri olahraganya Nafla meutup dengan water rower (kursi pendayung air). Alat olahraga ini memberikan latihan tubuh secara total. Olahraga dengan posisi duduk ini seperti mendayung air yang mengharuskan Nafla meletakkan kaki pada pijakan sambil memegang pegangan, lalu bergerak ke atas dan ke belakang, mensimulasikan gerakan mendayung. “Mbak Nafla kenal cowok ganteng itu nggak? Dari tadi ngeliatin Mbak Nafla terus loh!” ucap pelatih yang juga baru mengetahuinya 10 menit yang lalu. Entah sejak kapan laki-laki itu berada di kursi tunggu yang berada di sudut studio. Gerakan tubuh Nafla seketika berhenti lantas menatap ke arah laki-laki yang dimaksud pelatih. Napas Nafla yang memang masih memburu setelah beraktivitas semakin berkejaran karena emosinya yang langsung memuncak. Baru 30 menit Nafla melupakan semua beban di hatinya. Tapi sekarang ia harus kembali berurusan dengan musuh bebuyutan yang mencoba mengajaknya berdamai tersebut. “Iya saya kenal Mas,” jawab Nafla tanpa mengalihkan pandangannya kepada laki-laki yang saat ini mengulas senyuman ke arahnya. Tidak salah jika Nafla menjulukinya seperti Jailakung. Buktinya sekarang saja laki-laki menyebalkan itu sudah ada di sana. Padahal tadi tak ada seorang pun yang tahu keberadaannya selain ketiga sahabatnya. Nafla mengusap keringat dengan handuk kecil seraya berjalan melangkah hingga berhenti tepat di hadapan laki-laki itu. “Ngapai Abang di sini?” ketus Nafla tak suka. “Jagain calon istri aku!” jawab Rizky dengan santai seraya mengulurkan sebotol air mineral kepada Nafla “Nggak lucu! Abang pergi aja sana!” usir Nafla tanpa rasa sungkan. Rizky hanya tersenyum menanggapi ucapan ketus Nafla yang sudah sangat biasa didapatkannya. Justru sangat aneh jika sampai Nafla bersikap manis kepadanya. Terpaksa Nafla menerima botol air mineral yang diulurkan oleh Rizky. Namun sebelum sampai Nafla meneguknya Rizky dengan cepat meraih pinggangnya membuat Nafla seketika terduduk di samping Rizky. "Klo minum itu duduk Sayang!" Nafla menatap Rizky tajam. Panggilan Rizky untuknya terdengar menggelikan. Tapi Nafla memilih diam dan meneguk air putih di tangannya. Lalu tiba-tiba sebuah ide melintas begitu saja di benaknya. "Besok Lala tunggu di atas ring!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN