Chapter 30

1012 Kata
"Jadi kau akan memberitahuku nona?" tanya Grace dengan tatapan mengintimidasi. Devani menghembuskan napas kasar. Ia sudah telanjur tertangkap basah. Grace sudah lebih dahulu tahu bahkan sebelum Devani yang menceritakannya. Grace sudah tahu hubungan Devani dengan Alex selama ini. "Kau benar. Aku memang berpacaran dengannya sejak lama."  Grace masih menatap Devani, dengan aura intimidasinya. "Bahkan jauh sebelum kau mengenal Edward." ucap Devani "Aku kemarin bertengkar dengan Alex. Kau tahu? Dia melamarku." tutur Devani  membuat Grace membuka mulutnya lebar-lebar. "Lalu? Cepat ceritakan.." Grace terlihat gemas dan tidak sabar. "Ya aku menolaknya."  Grace membulatkan matanya. "Astaga apa yang kau lakukan Dev. Kenapa kau menolaknya, Alex adalah pria paling jantan dan paling cocok untukmu." ujar Grace. Devani menghela napasnya. "kau tahu, aku hanya tinggal bersama Fero. Dan jika aku menikah dengan Alex. Siapa yang akan menjaga Fero?" "Kau bisa membawa Fero untuk tinggal bersama." usul Grace. "Tapi aku tidak enak dengan Alex. Dia tinggal dirumah Edward. Selain itu aku belum siap menikah. Dan bagiku, Alex terlalu cepat untuk melamarku. Aku masih ingin menghabiskan waktu lajangku dan bekerja bersamamu." "Kau juga mengatakan alasan itu pada Alex? Lalu apa jawabannya?" tanya Grace. "Dia bilang tidak usah khawatir, Mommy dan Daddy Edward mengizinkan Alex tinggal disana bersama istrinya." Grace memutar bola matanya. "Nah itu. Lalu mengapa kau menolaknya. Harusnya kau menerima lamaran Alex." "Aku juga belum siap menikah Grace." ucap Devani. "Tapi Alex pasti merasa tersakiti karena kau menolak lamarannya." Devani menghela napas. "Dia baik-baik saja. Hanya saja dia mengintrogasiku dengan banyak pertanyaan. Sama seperti yang kau lakukan padaku saat ini." ujar Devani. Grace hanya terkekeh.                                     ==== Dua minggu berlalu.. Tidak ada perubahan yang terlalu berarti pada Grace sejak kejadian malam itu. Rasa penasaran nya mengenai Alex yang berujung pada perdebatan antara dirinya dan Edward membuatnya mengabaikan Edward akhir-akhir ini. Meskipun playboy itu semakin gencar menunjukkan keinginannya untuk memiliki Grace.                                 ---- Grace melamun diruangannya. Ini masih terlalu pagi untuk tiba dikantor, dan Devani belum datang. Sehingga Grace hanya mematung sendirian diruangannya. Devani datang, senyum merekah diwajah Grace. "Apa itu?" tanya Grace ketika melihat Devani datang membawa sesuatu. "Ah ini kue. Kau mau? Ambilah" ucap Devani. Grace mendekat ke meja Devani. "Sepertinya lezat." Grace menatap tidak sabar pada Devani yang sedang membuka bungkus kue tersebut. Devani hanya terkekeh. Grace segera mencomot kuenya ketika bungkusannya terbuka. "Em lezat. Dimana kau membelinya?" tanya Grace setelah mencicipi. "Aku tidak membelinya." "Jadi Alex yang mengirimnya?" tanya Grace. Devani menggelengkan kepalanya. "Jadi ini dari siapa?" tanya Grace dengan nada datar. "Temanku." sahut Devani singkat, ia masih menikmati kuenya. Grace menganggukkan kepalanya. "Teman? Siapa?" tanya Grace lagi. Ia hanya ingin tahu. "Aku bertemu dengan seorang pria saat aku sedang di kafe sambil merenungkan pertengkaran ku dengan Alex. Kami mengobrol , dan dia ternyata seorang chef." "Jadi ini kue buatannya. Wah pantas saja rasanya selezat ini. Ternyata Chef. Dan kau mendapatkanya secara cuma-cuma. Beruntung sekali Dev." ujar Grace sambil menatap kue yang dipegangnya. Ia berniat memasukkan kue lezat itu kemulutnya. "Siapa namanya?" sambungnya. "Tumben kau sangat peduli dengan teman-temanku, Grace" tanya Devani dengan nada sedikit bercanda  "Em.. Aku hanya ingin tahu. Aku ingin memesan kue ini padanya. Kue ini sangat lezat." ujar Grace jujur, ia memang berencana membeli kue ini karena kelezatannya. "Ow begitu. Namanya Leo. Leonardo Pearson." sahut Devani cepat. Grace mengangkat kepalanya. Menatap Devani. Bagai tersambar petir, seketika kue di genggaman Grace terjatuh ke lantai. "Siapa?" tanya Grace dengan lirih, tangannya mendadak menjadi gemetar. Ia ingin memastikan pendengarannya tidak salah kali ini. "Leonardo Pearson" ulang Devani ia menatap dengan bingung raut Wajah Grace yang tiba-tiba berubah. Grace kesulitan menelan ludahnya. Jika saat ini ia berdiri, dapat dipastikan ia akan langsung jatuh terduduk dilantai karena tak mampu menopang tubuhnya. Namun saat ini ia dalam keadaan duduk. "Ada apa Grace?" tanya Devani terlihat khawatir.  Grace berusaha menampilkan senyumnya. "Dimana kau bertemu dengannya? Kapan? Apa kau tahu dimana dia sekarang? Maksudku, dimana dia tinggal? Apa kau punya no teleponnya? Ah atau apapun yang bisa dihubungi." tanya Grace tak sabar. Devani menatap Grace penuh tanda tanya. "Kau kenapa Grace? Kau mewawancaraiku tentang Leo?" "Aku tidak tahu apapun tentangnya. Kami hanya mengobrol, tidak sampai membahas alamat rumah atau hal pribadi lainnya." sambung Devani. Grace mendesah frustasi. Ia menunduk.  "Oh, dia mengatakan dia baru pindah dari Italia " ujar Devani kemudian. Grace menatap Devani sebentar, pandangannya turun pada kue diatas meja. "Kue ini, dia kan yang memberinya? Dimana dia memberikannya padamu?" tanya Grace seperti dikepung. Devani hanya berkedip, apa benar ini Grace yang dihadapannya. Grace tidaklah seperti ini, ini pertama kalinya Grace peduli mengenai teman-temannya. "Dev jawab.." paksa Grace "Emh. Itu tadi, tadi aku bertemu dengannya diparkiran. Dia tiba-tiba da-" Devani tidak sempat melanjutkan ceritanya karena ia terkejut melihat Grace yang langsung pergi dengan terburu-buru. "Kau mau kemana, Grace?" teriak Devani berusaha mengejar. Namun terlambat, Grace sudah memasuki lift.                                 ---- Grace menatap kesegala arah.  "kumohon.. Jangan lagi.." ucapnya lirih sambil menggigit bibir bawahnya. Hanya ada beberapa karyawan yang baru berdatangan dan senyum dengan segan sambil sedikit membungkuk menghormati Grace. Sudah dikatakan, ini bahkan terlalu pagi. Sehingga karyawan yang baru sampai membungkuk hormat takut Grace memarahinya karena dapat lebih lambat dibanding Grace. Grace hanya mengabaikannya. Ia kemudian menuju pos satpam yang berada disebelah pintu gerbang kantornya. Sang satpam pun terkejut mendapati sang CEO berjalan kaki menuju kearahnya. Keringat langsung membasahi tubuhnya karena ini pertama kalinya ia melihat Grace menghampirinya. "Pagi ms.Grace" ucap sang satpam membungkuk hormat. "Apa kau melihat seorang pria memberikan barang pada Devani? Dimana pria itu?" tanya Grace terlihat sangat panik. "Iya ms. Dia sudah pergi sejak tadi." "Kenapa kau tidak mencegahnya!" pekik Grace membuat sang satpam terkejut. "Apa kau ingat nomor plat mobilnya?" tanya Devani. "Tidak ms. Dia tadi mengendarai sepeda motor. Dan maaf, saya tidak terlalu memperhatikan nomor platnya" ujar sang satpam sejujur-jujurnya. Grace mendesah frustasi. Ia langsung melangkah kembali menuju kantornya. "Kau benar-benar membuatku gila" ujar Grace mengacak rambutnya frustasi. Ia sudah berusaha berlari secepat angin. Namun tetap saja, ia kehilangan jejak, lagi. Ia akan berusaha menemukan pria itu secepatnya. Ia akan mencari pria itu. "Leonardo Pearson." ujar Grace. Setidaknya sekarang Grace hanya perlu mengobrak-abrik kota New York untuk menemukan apa yang ia cari. Keinginannya semakin dekat..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN