26. Masih Ingat Tentang Katnisha Genadi?

1148 Kata
“Bagaimana? Rasanya bekerja dengan mereka,” tanya Denta tak acuh. Seperti yang dikatakan oleh Denta tadi pagi, sorenya ia meminta untuk bertemu dengan Jeva. Mereka bertemu di sebuah minimarket 24 jam yang berada di sekitar tempat tinggal perempuan itu. Mereka mengobrol sembari minum soda dan makan camilan di depan minimarket. Jeva melirik Denta sekilas mendengar pertanyaan pria itu. “Ini sudah beberapa bulan semenjak bekerja dengan Prasta dan dua minggu lebih bekerja dengan Daska. Aku jarang bertemu dengan Prasta karena kita bekerja di lantai yang berbeda, jadi perasaanku biasa saja. Toh kita dulu tidak saling mengenal,” jelasnya panjang lebar. “Tapi bukankah wajahnya mirip dengan wajah Daska?” tanya Denta lagi. “Hehm.” Jeva mengangguk membenarkan. “Waktu pertama kali aku bertemu dengan Prasta, aku mengira kalau dia itu Daska. Lalu belum cukup aku mengatasi rasa terkejutku, pria dengan wajah yang sama muncul dari arah pintu. Aku terkejut untuk yang kedua kalinya.” Jeva menerawang pertemuan mereka bertiga beberapa hari yang lalu. “Huft.” Denta menghela nafasnya lelah. “Mungkin sudah waktunya untuk bertemu dengan masa lalu dan menyelesaikan masalahnya,” celotehnya kemudian. “Siapa yang menyangka jika kalian akan bertemu kembali pada waktu dan tempat yang sama? Semuanya sudah digariskan oleh Tuhan,” imbuhnya kemudian. “Kau benar.” Jeva membenarkan ucapan Denta. “Tapi... apa yang perlu di selesaikan, Ta? Bagaimana caraku untuk menyelesaikan masalah ini? Dalam masalah ini yang teringat semuanya hanya kita. Mereka tidak mengingat apapun,” celotehnya kemudian. Ia mengambil satu keleng soda warna merah lalu membuka tutupnya dan meneguknya beberapa teguk. “Kalau begitu tunggu sampai mereka ingat,” jawab Denta menatap lurus ke depan. Pada jalanan kecil yang dilalui beberapa pejalan kaki dan juga sepeda motor. Kawasan ini cukup ramai oleh penduduk lokal. “Huhft.” Giliran Jeva yang menghela nafas lelah. “Ya, sepertinya harus begitu. Apalagi yang bisa kita lakukan selain menunggu? Aku yakin takdir sudah merencanakan waktunya, kapan kita benar benar bisa menyelesaikan semuannya,” ucapnya kemudian. “Hehm.” Denta mengangguk. “Kau sendiri bagaimana? Kau akan kembali ke Indonesia?” tanya Jeva kemudian. “Mungkin.” Denta menjawab tak yakin. “Aku masih belum memikirkannya,” ujarnya tersenyum tipis. “Oh.” Jeva hanya manggut manggut. “Yak! Kalian bersenang senang, kenapa tidak mengajakku?” seru Elsa tak jauh dari meja mereka. Perempuan itu menghampiri Denta dan Jeva dengan baju santainya, setelan training yang biasanya digunakan peran pengangguran dalam drama. “Dia... siapa?” tanya Denta mengamati perempuan yang berteriak ke arah mereka. “Teman sekamarku,” sahut Jeva tak acuh. “Dia dari Indonesia juga. Apa dia sudah punya pac...” “Jangan berani berani untuk mendekatinya!” Jeva mengucapkan ancamannya sebelum Denta menyelesaikan ucapannya. Denta tersenyum kecut. “Yak! Biarkan aku bersenang senang sebentar,” keluhnya kemudian. “Bersenang senang saja dengan perempuan lain! Jangan jadikan temanku sebagai tempat bersenang senangmu!” omel Jeva. “Ck, pelit!” Denta mendengkus pura pura kesal. Jeva tersenyum geli melihat ekspresi Denta saat ini. Ia tahu jika ucapan pria itu tak benar benar serius dan hanya bercanda. Tapi jika memang benar serius, dia tidak begitu saja merestui rencananya untuk mendekati Elsa. Jeva tidak ingin lagi sahabatnya sakit hati. Kecuali jika Denta benar benar menunjukan keseriusannya. “Hah. Aku harus lembur di rumah karena atasanku menyuruhku untuk mengerjakan 3 laporan yang berbeda. Aku tidak mengerti kenapa standar pekerjaan di Korea sangat berat dan tinggi. Aku bahkan sampai melewatkan jam makan siang.” ELsa mengomel begitu bergabung dengan mereka berdua. Elsa mengambil tempat duduk di sebelah Jeva, ia meraih satu kaleng soda baru lalu membuka tutupnya dan meneguknya hingga tandas. “Ah, aku akan membeli beberapa makanan.” Setelah mengatakan hal itu, ia masuk ke dalam minimarket untuk membeli makanan. “Yak! Apa temanmu selalu seperti itu?” ujar Denta setelah Elsa masuk ke dalam minimarket. Jeva tersenyum geli melihat Denta yang menatap Elsa dengan ekspresi aneh. “Dia memang cerewet dan seperti itu,” ocehnya kemudian. “Ehm... Melihat sikapnya yang tidak sopan, kenapa aku jadi teringat seseorang ya? Perempuan cerewet yang mengganggu hidupku karena masalah cinta,” gumam Denta pelan. “Siapa?” tanya Jeva ingin tahu. “Itu...” Denta mencba memikirkan nama orang itu. “Ah, aku ingat!” serunya kemudian. Jeva menyipitkan matanya menunggu ucapan Denta selanjutnya. “Katnisha Gandi. Mantan Daska yang kurang aja itu,” celoteh Denta dengan tatapan menerawang. “Kau masih berhubungan dengannya?” tanya Jeva teringat dengan perempuan yang dulu pernah mencoba menghalangi hubungannya dengan Daska. “Ehm, aku terakhir kali berkomunikasi dengannya setelah dia datang ke apartemennku dan marah marah karena Daska lebih memilih dirimu daripada dirinya,” sahut Denta tak acuh. “oh.” Jeva mengangguk mengerti. “Tapi aku dengar kalau dia juga ada di Korea. Dia mendi brand ambassador salah satu brand cosmetic terkenal di Korea,” celoteh Denta saat ia tak sengaja melihat akun sosial media milik Katnish. “Dia ada di Korea?” Jeva cukup terkejut saat mendengarnya. “Kenapa?” tanya Denta yang merasakan perubahan di wajah Jeva. “Entahlah.” Jeva tersenyum kecil. “Aku semakin yakin jika takdir yang mengatur pertemuan kita semua. Mungkin sebentar lagi kita akan bertemu dengan Katnish,” celotehna kemudian. Denta diam sejenak. “Menurutmu... apa Daska akan mengingat tentang Katnish?” tanyanya kemudian. Jeva tak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Dia hanya diam saja dan suasana menjadi hening. Hanya terdengar hiruk pikuk dari pejalan kaki dan juga mesin kendaraan bermotor. Sampai akhirnya suasana buyar saat Elsa kembali dengan omelannya tentang harga makanan yang semakin naik. "Well, dia teman yang kau ceritakan waktu itu, Jev?" tanya Elsa menatap ke arah Denta. "Iya." Jeva mengangguk mengiyakan. "Ehm, El, ini Denta, temanku dari Indonesia dan Ta, ini Elsa, roomateku." Jeva memperkenalkan dua orang itu ke satu sama lain. "Hai, aku Elsa." Elsa mengulurkan tangannya di hadapan Denta. "Denta." Denta tersenyum, menerima uluran tangan Elsa. Elsa melepaskan tangannya. "Jadi dalam rangka apa kau datang ke sini? Pekerjaan? Liburan?" tanyanya kemudian mulai mencari topik obrolan. Denta diam sejenak, matanya melirik ke arah Jeva. "Mencari tahanan yang kabur," ocehnya kemudian tersenyum kecil. Jeva mendengkus mendengar ocehan Denta barusan. "Oh, jadi kau sudah menemukan tahanan yang kabur itu. Sepertinya tidak mudah untuk membawanya kembali," celoteh Elsa mengikuti candaan Denta, ia tersenyum kecil ke arah Jeva. "Hehm, kau benar. Dia terlalu keras kepala." Denta mengedipkan matanya ke arah Elsa. "Setuju!" seru Elsa. Elsa dan juga Denta berhighfive lalu tertawa bersama. "Ck, sejak kapan kalian bersekongkol untuk mengejekku?" cibir Jeva. "Ah, sudahlah. Aku harus membeli sesuatu." Jeva pergi dan masuk ke dalam supermarket. "Hah, aku berharap ia bisa bahagia. Selama 3 tahun aku mengenalnya, ia tidak pernah tersenyum bahagia. Senyumnya selalu terlihat menyedihkan," gumam Elsa mengamati kepergian Jeva. Denta menoleh ke arah Elsa, lalu tersenyum tipis. "Kali ini aku yang akan memastikan kebahagiaannya, El. Aku akan membuat Jeva kembali bahagia. Aku akan mengembalikan senyumnya lagi," ujarnya tulus. Elsa membalas senyuman Denta.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN