5. Ya Tuhan, Kenapa Aku Selemah Ini?

1086 Kata
Jeva dan Elsa pulang ke apartemen saat waktu sudah menunjukan pukul 22.30 KST. Dua perempuan itu langsung ganti baju lalu mencuci wajahnya. Melakukan ritual yang dilakukan perempuan sebelum tidur. Setelah itu mereka berbaring ranjang maisng masing. Elsa di ranjang atas dan Jeva di ranjang bawah. Dalam perjalnaan tadi ia sudah mengabarkan kepada bibi pemilik supermarket tempat ia bekerja kalau malam ini ia akan cuti tidak masuk. “Jev, sebenarnya apa yang kau lihat saat di Itaewon tadi? Sejak kita pulang dari sana, kau jadi lebih banyak diam,” tanya Elsa menatap langit langit apartemen mereka. Pillow talk. Jeva diam sejenak, lalu ia menjawab pelan. “Aku tadi melihat Daska, El,” ujarnya kemudian. “Apa?” teriak Elsa terkejut. Masker wajah yang ia pakai jatuh begitu saja di pahanya. “Kau benar benar melihat Daska? Di Itaewon!” serunya kemudian melongo ke bawah ranjang. Jeva menggeleng pelan. “Aku juga tidak yakin, El. Saat aku melihat keluar tadi, aku tidak melihatnya dimana pun. Mungkin itu hanya halusinasiku saja,” ucap Jeva menghela nafasnya lelah. Elsa diam mengamati ekspresi wajah Jeva. Perempuan itu menghela nafasnya lelah saat melihat gurat kesedihan yang ia lhat di wajah Jeva dulu kini datang lagi. “Kau baik baik saja?” tanyanya kemudian. Jeva menoleh ke arah Elsa yang menengok dari ranjang atas. “Hehm. Ini sudah 3 tahun semenjak kejadian itu, El,” ucapnya pelan. “Cih, kau masih pembohong yang buruk. Aku tahu efek dari nama pria itu masih membuatmu goyah,” celoteh Elsa kembali tiduran di kasurnya. “Tapi aku yakin, Jev, kau bisa mengatasi ini semua. Sekalipun pada saatnya nanti kau memang bertemu dengannya, kau harus bisa menghadapinya,” ujarnya kemudian. “Aku akan mempersiapkannya dari sekarang. Firasatku mengatakan kalau aku akan bertemu denganya. Cepat atau lambat,” gumam Jeva kemudian. ***** Pagi ini, Jeva kembal bekerja di toko bunga milik Subi eonie. Ia menata beebrapa bunga yang baru datang, meletakkan bunga bunga tersebut sesuai jenis dan warnanya. Wanita itu juga menyirami tanaman di depan toko bunganya. “Chogiyo!” Seseorang memanggil Jeva. [Permisi.] Jeva menoleh ke belakang dan melihat seorang pria berdiri di hadapannya. “Nde,” tanyanya kemudian. [Iya.] “Kkoch-eulyeo sagosi-eoyeo.” Lalu ada seseorang membeli buket bunga, wajahnya mirip Daska tapi ia tidak mengenali Jeva. [Saya ingin membeli bunga.] “Oh, nde! Eoseyo! Jamsimanneyo!” Jeva menyuruh pria itu masuk ke dalam toko lalu ia menaruh alat penyira bunga di samping toko sebelum kemudian masuk ke dalam toko bunga. [Oh, iya. Silahkan masuk. Tunggu sebentar.] Pria itu terlihat mengamati bunga bunga yang ada di dalam bunga. Sepertinya ia tengah menimbang nimbang bungan apa yang akan dia beli. “Naega doul su-isseneun geos-i isseubnikka?” tanya Briena kemudian. [Ada yangb bisa saya bantu?]  “Tyullib-eul s**o sipseubnida,” jawab pria itu. [Saya ingin membeli bunga tulip.] “Nde. Jamsimanneyo.” Jeva segera merangkai bunga tulip untuk pelanggannya itu. Tangannya dengan cekatan merangkai buket bunga yang indah. [Iya, tunggu sebentar.] Pria itu terlihat mengamati suasana di dalam toko. “Igoeyeo.” Jeva memberikan buket bunga tulip kepada pria itu. [Ini dia.] “Gamshahamnida.” Pelanggan tersebut memberikan sejumlah uang kepada Jeva setelah menerima buket bunga tulip. [Terimakasih.] "Nde, gamshahamnida," seru Jeva kepada pelanggan tersebut. [Iya, terimakasih.] “Dasi oseyo,” imbuhnya kemudian. [Silahkan datang kembali.] Pelanggan tersebut pergi dengan senyum yang mengembang sempurna. Jeva mengamati kepergian pria itu dari dala toko, ia melihat pria itu menuju sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari toko. Kaca mobil tersebut terbuka lebar jadi Jeva bisa melihat dengan sedikit jelas. Jeva melihat seseorang yang duduk di samping kursi kemudi. Pria itu menatap ke depan sehingga Jeva hanya bisa melihat wajahnya dari samping. Jeva hendak keluar dan menghampiri mobil tersebut namun seorang pengunjung datang dan menggagalkan niatnya. Jeva menyapa pelanggan yang datang, tetapi matanya masih mencuri pandang ke arath mobil yang melaju pelan meninggalkan toko bunganya. Wanita itu mencoba mengabaikannya lalu fokus kepada dua pelanggan yang sauk ke tokonya. “Apa kita pernah bertemu?” tanya salah satu dari dua pria yang ada di hadapan Jeva. Jeva diam sejenak. Ia berfikir sejenak, lalu tersenyum tipi saat mengenali pria yang ada di hadadapannya saat ini. Kalvian Sakya Adhyasta. Salah satu pebisnis paling berpengaruh di Indonesia. Pria yang akarab di sapa Vian itu merupakan kolega bisnis dari Wenas Groub. Jeva memang mendengar bahwa anak perusahaan Adhyasta telah bekerjasama dengan Samsung Coro. Jeva dapat menebak alasan pria itu datang ke Korea. Jeva teringat dengan kisah cinta fenomenal Vian yang sama terkenalnya dengan kerajaan bisnis pria itu. Perjodohan dua pewaris kerajaan bisnis di Indonesia. [Baca kisah Vian dan Briena di cerita Not a Classic Wedding] “Padahal sudah 3 tahun, tapi ingatan Anda masih kuat. Kita mungkin bertemu saat ada acara penting yang melibatkan perusahaan Wenas,” ujar Jeva kemudian. “Ah, aku ingat. Kau pernah datang ke acara ulang tahun perusahaanku bersama dengan CEO Wenas Group, Daska Wenas,” ujar pria bernama Vian itu. Deg. Jantung Jeva berdegup kencang. Padahal hanya nama pria itu yang disebut, tapi efeknya sungguh sebesar ini. Jeva menelan salivanya untuk mengatur keterkejutannya. “Itu benar,” ujarnya kemudian tersenyum tipis. “Tidak menyangka kita akan bertemu di Korea,” ujar Vian lagi. “Begitu juga dengan saya. Tidak menyangka bahwa saya akan risign dari Wenas Groub dan berada di negara ini.” Jeva tersenyum tipis. Dalam hati mentertawakan kisahnya di masa lalu yang membuat hatinya meringis. Pria yang berdiri di samping Vian menatap Jeva dengan dahi mengernyit. Jeva tersenyum tipis, pasti pria itu berusaha untuk mengingat wajahnya. Wanita itu tahu kalau pria itu, Jo, asisten pribadi Vian. “Anda ingin bunga yang mana?” tanya Jeva kemudian. “Saya ingin membeli bunga yang memiliki arti anggun dan cantik. Bunga ini akan saya berikan kepada istri dari rekan bisnis saya,” ujar Vian. “Baiklah.” Wanita itu berlalu pergi, ia terlihat sibuk merangkai bunga. “Vi, kau sudah mendengar berita tentang CEO Wenas. Aku dengar setelah kecelakaan yang menimpanya 3 tahun yang lalu, ia menghilang dan sampai sekarang tidak ditemukan,” bisik Jo di telinga Vian. Jeva dapat mendengar ucapan dari asisten Vian itu. Ia hanya diam saja memunggungi mereka berdua. Merangkai bunga tulip dengan tangan bergetar. “Sejak kapan kau menjadi tukang gosip?” cibir Vian. Jeva selesai merangkai bunga yang cantik, Vian membayar dengan beberapa nominal lalu mereka berpisah. Mobil yang dikemudikan oleh Jo melaju di jalanan Korea yang lenggang meninggalkan toko bunga Jeva. “Ya Tuhan, kenapa aku masih selemah ini?” gumam Jeva duduk lemas di kursi depan meja kasir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN