13. Wajah yang Sama, Namun Kenangan Berbeda

1108 Kata
Daska keluar dari gedung DoubleU, ia tak sengaja melihat perempuan yang tadi di kantin sedang duduk membelakangi dirinya di taman dekat gedung kantor. Ia kemudiam memutuskan untuk menghampiri perempuan tersebut. Namun saat ia sudah cukup dekat, ia melihat pundak perempuan itu bergetar. Ia juga mendengar suara isak tangis milik perempuan itu. “Argh,” desis Daska tertahan. Ia menekan dadanya yang tiba tiba saja terasa sesak. Seperti ada puluhan jarum yang menusuk dadanya. Ia tidak mengerti kenapa dadanya tiba tiba terasa sesak. Daska masih berdiri tak jauh di belakang Jeva. Perempuan itu menunduk mencengkeram dadanya dengan isakan pelan dari bibirnya. Daska merasa dadanya semkain sesak, namun ia tidak berkeinginan untuk pergi menjauh. Sampai akhirnya saat Jeva hendak memutar badanya, Daska buru buru bersembunyi. Perempuan itu melewatinya begitu saja, ia tak menyadari jika sedari tadi Daska terus mengamatinya. Setelah perempuan itu masuk ke dalam gedung, barulah Daska keluar dari persembunyiannya. Pria itu duduk di tempat yang tadi diduduki oleh Jeva. “Ada apa ini? Kenapa dadaku terasa sakit saat melihat perempuan itu menangis?” gumam Daska masih memegangi dadanya. Tring! Ponsel di saku jasnya berbunyi nyaring dan ia segera mengangkat panggilan dari ibunya di Indonesia. Ia mengobrol di telfon sembari menuju mobil sportnya yang terparkir di depan gedung DoubleU. ***** “Jeje!” seru Elsa begitu melihat Jeva keluar dari lift di lantai 37. Sedari tadi ia menunggu kedatangan Jeva di depan lift. Tadi saat melihat Jeva terjadtuh dan pergi begitu saja meninggalkan pak Prasta, Elsa segera mengejarnya namun ia kehilangan jejak. Karena tidak tahu harus mencari kemana, perempuan itu memutuskan untuk menunggu Jeva di depan lift. “Kau tidak apa apa? Apa kau terluka? Tadi kata OB yang membersihkan pecahan piring mengatakan ada darah di pecahan piring dan juga di lantai. “Kau terluka?” tanya Elsa langsung mengecek keadaan Jeva. Jeva tersenyum tipis. “Hanya luka kecil,” ujarnya kemudian menunjukan luka di jari telunjuknya yang masih sedikit mengeluarkan darah. “Astaga,” gumam Elsa. “Aku akan mengobatimu.” Elsa membawa Jeva untuk duduk di kursi depan lift. Perempuan itu lalu berlari menuju divisi pemasaran. Beberapa menit kemudian ia kembali dengan membawa kotak p3k. Jeva hanya tersenyum melihat bentuk perhatian kecil dari temannya itu. “Yak! Kenapa kau bisa seceroboh ini? Apa kau begitu terpesona dan terkejut saat, eh, tadi siapa ya? Pak Prasta atau kembarannya,” celoteh Elsa yang tak yakin. “Pak Prasta,” sahut Jeva pelan. “Tadi Pak Prasta?” tanya Elsa. “Ya itulah. Saking terkejutnya kau bahkan sampai terluka begini.” Elsa terus mengomel sembari mengobati luka di tangan Jeva. “Hehm. Aku benar benar terkejut,” balas Jeva pelan. “Aku fikir tadi itu Daska,” imbuhnya dalam hati. “Apa kau baik baik saja? Kau pucat sekali,” ujar Elsa menatap Jeva prihatin. Perempuan itu sudah selesai mengobati luka di tangan Jeva. “Aku tidak apa apa.” Jeva menggeleng pelan. “Ayo kembali bekerja. Kau akan mendapat omelan dari atasanmu kalau tetap di sini,” imbuhnya kemudian mencoba tersenyum. “Kau yakin?” Elsa masih ragu. “Iya.” Jeva mengangguk pelan. “Sudah sana!” Jeva mengusir Elsa pergi. Meskipun masih ragu, namun Elsa akhirnya meninggalkan Jeva sendirian. Setelah Elsa pergi, Jeva mengusap wajahnya pelan lalu beranjak berdiri dan menuju divisinya sendiri. ****** "Jeva, tolong selesaikan berkas-berkas ini hari ini juga. Nanti sebelum jam 5 saya ambil,” ujar Mrs. Kim menaruh beberapa berkas di meja kerja Jeva.  "Baik, Bu," sahut Jeva kepada atasannya itu. "Jev, kau harus menangani laporan dari Samsung Corp," teriak Mbak Dinar.  "Baik, Mbak." Sekali lagi Jeva mengiyakan. "Jev, Print in berkas ini dong. Printer punyaku rusak.”  "Ok." "Jev, kenapa data yang kau kirim ke emailku tadi pagi tidak ada? Coba kirim lagi!" seru Ervan.  "Siap!" “Jev, laporan yang seharusnya di kerjakan sekarang ada di lobi. Aku tadi pagi lupa membawanya dan sekarang baru saja di antarkan oleh tukang antar. Tolong kau ambilkan ya, aku harus menemui bagian pemasaran,” seru Mr. Han. “Baik, Pak.” Jeva mengangguk dengan sopan. Jeva segera beranjak dari kurisnya untuk turun ke lobi bawah. Sedikit tergesa gesa perempuan itu berlari melintasi koridor di lantai 37 tersebut. Ia masuk ke dala lift lalu memencet tombol menuju lobi kantor. Ting! Lift berdenting sebelum kemudian terbuka. Jeva bergegas keluar dari lift lalu menuju resepsionis. Ia tersenyum menyapa San-Ha yang menjada meja resepsionis dan kemudian menanyakan surat untuk Mr. Han. Lalu ia bertemu dengan Nayara yang kondisinya sudah baikan setelah istirahat sejenak. “Eh, Jev! Titip paket ini ya? Bawa ke mejaku. Aku harus menemui Pak Robert, bagian divisi humas,” ujar Nayara memberikan dua box berukuan besar kepada Jeva. “Iya iya,” sahut Jeva kalem. Ia menerima dua box pemberian Nayara. Dengan tangan sibuk memegang kotak, Jevara berjalan menuju lift. Ia menunggu di depan lift yang masih tertutup. Lift masih berada di lantai 10. Perempuan itu harus menunggu sejenak. “Ehm.” Seseorang berdehem di dekat Jeva. Jeva menoleh ke samping dan menemukan seseorang berdiri di depan lift khusus dewan direksi. Perempuan itu mengamati pria di sampingnya, ia sedang bersama seorang pria lainnya yang diketahui Jeva asisten presdir. Itu artinya pria yang berdiri di sampingnya adalah Prasta. "Ehm, bukankah kau Jeva. Pegawai baru di divisi keuangan?” tanya Prasta ke arah Jeva. “I-iya, Pak.” Jeva mengangguk sopan. “Tanganmu baik baik saja?” tanya Prasta lagi. Pria itu melihat tangan Jeva yang sudah di perban. Jeva langsung melirik tangannya. “Sudah tidak apa apa,” ujarnya pelan. Ting! Lift di depan Jeva berdenting lalu terbuka. Ada beberapa orang yang keluar dari lift. “Saya permisi dulu, Pak.” Jeva pamit pergi. Perempuan itu bergegas masuk ke dalam lift, memencet tombol lift tidak sabaran. Ia ingin cepat cepat menghilang dari pandangan Prasta. Jeva menenangkan detak jantungnya yang tiba tiba menggila. Ia menutup matanya sejenak, merasa dejavu dengan kejadian ini. Dulu, saat ia masih bekerja di Wenas Group. Wajah yang sama pernah menyapanya sama seperti tadi. ***** Jangan lupa guys! Komen dan juga kasih review yaa.. Jangan lupa mampir ke cerita saya yang lainnya. 1. Not a CLassic Wedding 2. Jodoh [Aku yang Memilihmu], Partner In Crime [Sequel Jodoh [Aku yang Memilihmu]] 3. Black Tears 4. Selingkuhan 5. Merakit Perasaan 6. Cinderella Scandal's : I'am CEO, b***h! 7. CEO Scandal's : Married with Benefit Dukung terus anak anak saya yaa.... Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semuanya yang sudah mengikuti cerita ini sampai sejauh ini. Nunggu upnya luama banget, jangan lupa tab love terus komen ya guys. Biar anak saya rankingnya semakin naik. Saya jadi tambah semangat buat nulis kalau rangkingnya naik. wkwkwkwk PYE! PYE! Note : Saya akan lebih sering up lagi lho, stay tune....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN