12. Si Kembar yang Membuat Detak Jantung tak Karuan

1040 Kata
Lantai 50 gedung DoubleU digunakan sebagai kantin untuk semua pegawai perusahaan. Ruangan yang sangta luas tersebut didesain layaknya cafe, dengan barbagai macam jenis hidangan mulai dari masakan korea, western sampai Indonesia. Hal itu merupakan service yang di berikan pihak perusahaan untuk seluruh karyawan yang telah membangun perusahaan ini dan membuat perusahaan ini menjadi sukses. Jeva dan juga Elsa mengantri untuk mendapatkan makanannya. Hari ini mereka ingin memakan siomay dengan bumbu kacang yang sangat mereka sukai. Mereka antri bersama beberapa pegawai lainnya. Banyak orang Korea yang penasaran dengan makanan dengan bumbu kacang tersebut. “Yak! Aku dengar dari anak anak, CEO perusahaan ini sering makan di sini,” bisik Elsa kepada Jeva yang berdiri di belakangnya. “Hah? Oh, ya?” Jeva melihat ke seluruh ruangan, ia tidak menemukan sosok yang ingin ia hindari. “Je!” Elsa mengegur Jeva saat melihat perempuan itu tidak fokus. “Apa yang kau fikirkan?” tanyanya kemudian. “Hah? Tidak ada.” Jeva menggeleng dengan cepat. “Aku hanya mera—” “Yak! Itu dia si tampan!” bisik Elsa heboh sendiri. Perempuan itu menunjuk pintu masuk kantin dimana semua orang di kantin juga melihat apa yang tengah ditunjuk perempuan itu Jeva tidak berani melihatnya, tiba tiba tubuhnya terasa kaku. Ia menunduk menatap sepatu yang ia pakai saat ini, sementara Elsa tidak berhenti mengoceh dan memuji dua pria yang duduk di salah satu meja menunggu makanan mereka siap. “Wah, aku tidak menyangka kalau mereka kembar! Lihat! Semua pegawai di kantor ini bahkan terkejut! Pasti mereka juga baru mengetahuinya sekarang!” celoteh Elsa mengamati semua orang di kantin yang berekspresi terkejut. Mereka akhirnya tiba di depan kedai siomay. Jeva dan Elsa memesan masing masing satu porsi siomay lengkap dan juga jus jeruk. Elsa menarik tangan Jeva dan membawanya ke meja yang berada dekat dengan dua pria tampan yang menjadi trending topik di kantor ini. Jeva terpaksa mengikuti Elsa karena tidak ingin berdebat dan menjadi pusat perhatian. Mereka duduk di meja yang hanya berjarak sekitar 2 meter saja dari meja Prasta dan juga Daska. Jeva menunduk seraya mengaduk makanannya, ia sama sekali tidak berniat untuk memakannya. Selara makannya tiba tiba saja menghilang. Ia sesekali mengangguk dan menoleh ke arah Elsa yang mengajaknya bicara. Semua orang di kantin berbisik bisik membicaraka dua pria itu. Lalu entah kenapa Jeva memberanikan diri untuk menatap ke depan, ke arah meja Prasta dan Daska. Dua pria itu tengah makan sembari mengobrol. Deg. Salah satu dari pria itu menoleh ke arah Jeva dan kedua mata mereka bersitubruk. Jeva yang kaget segera bangkit berdiri, lalu pamit pada Elsa dan segera pergi membawa piring makanannya yang masih utuh. Elsa yang terkejut hanya bengong saja saat Jeva meninggalkan kursinya. Lalu tiba tiba ada bunyi keras tak jauh dari mejanya. Elsa menoleh kaget saat melihat Jeva terjatuh di lantai. Suara tadi ternyata berasal dari piring Jeva yang terjatuh ke lantai. Perempuan itu terlalu terburu buru aat pergi sehingga tidak sengaja menabrak pegawai lain dan membuat piring berisi siomay di tangannya jatuh ke lantai. Jeva segera berdiri dan menoleh ke arah seseorang yang ia tabrak. “M-maaf,” ujarnya terbata bata. Ia membungkuk untuk meminta maaf kepada orang tersebut. “Gwaenchana,” sahut orang itu dengan logat Koreanya. Ia tersenyum ramah eka rah Jeva. Untung saja bajunya tidak terkena tumpakan siomay milik Jeva. “Jusseonghaminidda.” Jeva membungkuk berkali kali. Ia lalu menunduk dan membersihkan pecahan piring yang berserakan di lantai. Tangannya bergetar saat akan mengambil pecahan piring tersebut. “Apa ada masalah?” Seseorang bertanya sangat dekat dengan Jeva. Perempuan itu mendongak ke atas dan kaget karena ternyata yang berdiri di dekatnya adalah salah satu pria yang sangat ingin ia hindari. Pria itu menunduk menatap ke arah Jeva Kedua tangannya di masukan ke dalam saku celana. “T-tidak!” Jeva segera berdiri karena terkejut. Keduanya saling bertatapan cukup lama. Pria itu menatap Jeva dengan kerutan di dahinya, sementara Jeva dengan cepat mengalihkan tatapannya ke arah lain. Ia tidak ingin menatap pria itu. “Permisi! Biar saya bersihkan!” Seorang pria yang bertugas sebagai cleaning service datang dan memecah kecanggungan di antara mereka berdua. Petugas itu segera membersihkan pecahan piring dan juga kotoran di lantai. Melihat itu, Jeva langsung bergegas pergi setelah membungkuk sopan kepada pria yang berdiri di hadapannya. Pria itu mengangguk pelan dan terus melihat punggung Jeva yang semakin menjauh. “Oh, apa dia berdarah?” tanya petugas cleaning service saat melihat ada noda darah di salah satu pecahan piring. Pria itu melirik ke arah pecahan piring di lantai. Ia melihat bercak darah di pecahan tersebut. Ia lalu kembali ke meja tempat dimana kembarannya menunggunya. “Kenapa, Pras? Ada apa dengan pegawai tadi?” tanya Daska setelah Prasta kembali ke hadapannya. “Tidak apa apa,” sahut Prasta pelan. “Ehm, bukankah dia pegawai yang tadi di ruanganmu?” tanya Daska lagi. Daska menatap kembarannya dengan tatapan serius. “Kau yakin tidak mengenalnya?” tanyanya kemudian. “Astaga,” decak Daska karena Prasta selalu menanyak pertanyaan tersebut. Ia memutar matanya bosan. “Aku sungguh tidak mengenalnya. Aku tidak tahu siapa perempuan itu,” ujarnya kemudian. Prasta diam saja, ia tidak berkomentar apapun. Sebenarnya sejak ia dan Daska masuk ke area kantin, ia sudah memperhatikan Jeva. Dimana perempuan itu seakan menghindarin mereka berdua. Bahkan saat ia dan Daska duduk, ia terus saja mengamati perempuan itu. Sampai akhirnya perempuan itu dan temannya duduk tak jauh dari mejanya, ia masih mencuri curi pandangan ke arahnya. Sementara perempuan itu terus menunduk seperti tidak berani menoleh ke arah mejanya dengan Daska. Lalu kedua mata mereka bertemu karena perempuan itu juga tengah menatapnya. Hal yang tidak terduga terjadi saat perempuan itu bangkit lalu berlalu pergi. Perempuan itu bahkan terlalu terburu buru dan menabarak pegawai lain. Lalu tanpa bisa di cegah, kakinya bergerak begitu saja menghampiri perempuan itu. Saat Prasta bertanya apa yang terjadi, perempuan itu menatapnya dengan sorot terkejut dan juga ketakutan. Prasta tidak mengerti kenapa perempuan itu menatapnya seperti itu. “Pras!” seru Daska menegur Prasta yang diam melamun. “Hah?” Prasta tersadar dari lamunannya. “Kau sudah selesai makan?” tanyanya kemudian. “Hehm.” Daska mengangguk pelan. “Aku harus pulang ke rumah. Kau lanjut bekerja saja. Bye!” Daska pamit pergi. Prasta mengangguk pelan lalu ikut beranjak setelah beberapa menit mengecek ponselnya. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN