7. Permintaan

1487 Kata
Ribut sakit hati. Mana telah mempermalukan dirinya di kantin perusahaan tadi. Lelaki tampan itu sangat keki. Terlebih, saat penampilannya dikatai. Memang, kegantengan Ribut diakui, tetapi Mana mengatakan tanpa itu, dirinya tidak berarti. Sikapnya adalah yang terbaik menurutnya. Dia tahu tata krama dan etika. Baru kali ini dia dikatai “b*****t”, satu kata yang menurutnya sangat kasar. Kalaupun Mana merasa sakit hati karena ciuman pertamanya diambil Ribut, perempuan berambut pendek di atas bahu itu seharusnya tidak mengatakannya dengan kata kasar tersebut. Dia berhak mendapatkan kata yang lebih baik. Lagipula, dia sudah meminta maaf dan Mana menerimanya. Tidak ada alasan bagi perempuan itu membencinya. Ribut sakit hati, tetapi tidak mau mengajak berkelahi. Dia tidak mau dianggap kekanak-kanakan. Itu sebabnya, dia mengusulkan pertunangan ini untuk dicoba. Dengan demikian, Mana akan semakin mengenal dirinya dan berubah pikiran. Dia akan berusaha untuk memulihkan image-nya di depan Mana. Walaupun selama ini dia tidak peduli dengan pikiran Mana tentangnya, kini status mereka sudah sedikit berubah. Mana bukan sekadar bawahan, tetapi juga tunangannya. Mana belum menjawab apapun tentang apa yang Ribut katakana tadi, tetapi dia juga tidak memberikan penolakan. Itu sebabnya, Ribut menganggap ini sebagai waktu yang tepat untuk mengubah pikiran perempuan itu terhadapnya. Walau dia enggan melanjutkan pertunangan ke jenjang pernikahan, setidaknya image-nya sudah benar di mata Mana saat mereka berpisah nanti. Adapun caranya agar pertunangan itu batal, sedang dia pikirkan. Ribut tidak mencintai Mana, demikian pula sebaliknya. Jauh di lubuk hatinya, masih ada bayang masa lalu yang sulit ditanggalkan. Tidak mudah menghapus masa lalu, terutama jika menyangkut perempuan yang dianggap cinta sejati, tetapi berkhianat dan pergi. Sakitnya masih berbekas, bersama kenangan indah sekaligus pahit di dalamnya.             Ribut menghela napas panjang, berpikir tentang langkah selanjutnya. Lelaki itu tidak suka Mana. Mungkin, dia bisa saja mengatakan pada semua orang kalau dia dan Mana bertunangan. Dengan begitu, pernyataan itu akan membungkam mulut Mana yang selalu menghina dirinya. Namun egonya melarang hal itu terjadi. Dia bukan lelaki tanpa harga diri yang mengungkapkan aib sendiri. Dia ingin menang selayaknya lelaki sejati. Ribut dan Mana sudah sepakat untuk menyembunyikan pertunangan sampai pertunangan itu dibatalkan. Mereka tidak pernah ingin dipersatukan dengan cara ala Siti Nurbaya. Ribut merasa kegantengannya jauh lebih tinggi dibanding Samsul Bahri atau Datuk Maringgih. Dia terlalu tampan untuk menjadi salah satu dari tokoh fiksi itu. Ribut tersenyum penuh arti. Sebuah ide gila baru saja terbesit di otaknya yang jarang dipakai. Pakaian rumahannya diganti. Dia juga sedikit bersolek diri. Setelahnya mengambil handphone lalu mulai mengambil foto dari berbagai sisi. Satu foto yang dianggap paling menarik hati kemudian diunggah di media sosialnya yang sudah hampir enam bulan mati suri. Ribut tertawa geli. Kurang dari satu menit fotonya diunggah, para penggemarnya telah memberikan banyak reaksi. Feeds instagramnya sengaja tidak diprivasi sehingga semua orang bisa mengomentari. Selain mengomentari kegantengan Ribut, kebanyakan menanggapi caption yang Ribut beri. Ribut_Semesta            Untuk yang sudah follow, I loph U. Yang belum follow, I waiting for U. Yang malu buat follow, silahkan pake akun Palsu atau baru. Nikmati kegantenganku malam ini sampai beku. Karena hatimu sudah pasti memilihku. Ribut senyam-senyum, bahagia dengan respon positif penuh pujian yang diterimanya. Lelaki itu bangga pada dirinya. Bahkan, sangat bersyukur karena dilahirkan dengan fisik sempurna dan memesona. Fadlia_27 : Kyaa.. kak Ribut, Aishiteru.. Loph u full. DeviIndahPertiwi17 : But, Ribut, denger sesuatu nggak? Iya, itu suara debaran jantung aku yang kepincut wajah rupawanmu. SasaHanrtsi. : Kak Ribut!!! Kemana aja? Aku nggak bisa sehari aja nggak lihat kegantengan kakak. Love u so much pokoknya. Reyhan_Wahyudi : Tumben unggah foto, gabut ya? Abdul_Samat : Bagi keringatnya, But. Siapa tahu, aku ketularan ganteng. QuanQianPuan : Merdeka. Ribut khilaf lagi. Kapan-kapan unggahnya jangan setengah-setengah, dong. Telanjang d**a aja sekalian. Ribut menepuk ringan dadanya. Bangga pada diri sendiri karena masih digemari dan dipuja. Dia sudah merasa menjadi makhluk Tuhan yang paling seksi meski tidak ada yang membuatkan lagu khusus untuknya. Sebagai seorang CEO, dia mungkin tidak seharusnya memiliki akun i********:. Namun, dia hanya manusia biasa. Di saat galau dan down, dia butuh sesuatu untuk membangkitkan semangatnya. Salah satunya dengan mendapatkan perhatian dari kaum hawa. Dipuji dan dipuja membuatnya serasa melayang di udara. Walaupun hanya sementara, Ribut menikmatinya. Dia tidak peduli meskipun usianya sudah dua puluh delapan tahun. Selama dia happy dan tidak merugikan negara, Ribut akan melakukan apa yang dia suka. Tidak ada yang boleh melarang atau menghalanginya. Ribut terus membaca komentar-komentar penuh kekaguman dan melewati komentar benci, iri atau dengki. Namun matanya berhenti pada satu tanggapan yang tidak bisa dia abaikan begitu saja. Terlebih, saat membaca akun pengirimnya. ManaSantosoKml : J*L*K. Ribut mendecih, geram dan merasa harga dirinya diinjak-injak. Jiwa dan Raganya tidak terima dikatai. Terlebih komentar itu sungguh menyakiti. Dia nyaris menelpon Mana untuk memberikan makian pada perempuan yang menurutnya tidak tahu diri. Namun niat itu tidak ada lagi. Mana sudah kena batunya sendiri. Berkomentar benci di akun i********: Ribut, sama saja dengan cari mati. Terkadang, penggemar lebih menakutkan dari hantu atau banci. Ribut meletakkan handphonenya, memilih rebahan di kasur tanpa melakukan apa-apa. Sudah mirip pengangguran yang tidak kunjung dapat kerja. Namun tidak masalah, Ribut bukan pengangguran, justru dia berperan dalam menyediakan lowongan pekerjaan bagi yang membutuhkan. "Ribut!!" Dara, kakak perempuan Ribut masuk tanpa perlu meminta izin. Perempuan itu segera meloncat ke kasur Ribut, membuatnya segera bangun dan memandang Dara dengan wajah jutek. "Ganggu," ujarnya jengkel. "But, saldo belanja aku kurang nih, padahal lagi ada promo," curhat Dara, berupaya memberikan kata pembuka sebelum masa ke inti pembahasan. "Terus?" Ribut bukan pura-pura tidak mengerti, tetapi memang tidak memiliki kepekaan untuk kode yang sudah sangat pasti. "Transferin, dong. Uangmu masih banyak kan?" Pupil mata Ribut nyaris keluar, kaget sekaligus ingin protes. Namun dia tidak mampu melakukannya, Dara pasti akan menghajarnya. Lagipula, tidak mudah melawan janda seperti Dara. "Berapa?" "Nggak banyak, kok. Cukup Rp3.000.000 aja." Dara tersenyum lebar sementara Ribut nyaris bunuh diri. "Setengahnya aja ya, gue nggak mau lo boros," tawar Ribut yang langsung diangguki kepala oleh Dara. Setuju tanpa perlu berdebat atau adu argumentasi. "Udah," ujar Ribut setelah uang berhasil ditransfer. Dara bersorak riang lalu segera meninggalkan kamar Ribut dengan girang. Untuk sejenak, walau bukan tiba-tiba, Ribut selalu tidak mengerti mengapa Dara bertindak manja pada dirinya. Perempuan itu bertingkah seolah bukan anak pertama atau lebih tua. Menindas Ribut dengan memoroti uangnya tiap bulan, tentu bukan tindakan yang bijaksana. Ribut mengerutkan dahi ketika melihat lampu handphonenya kelap-kelip, ada telpon masuk. Dia semakin kaget ketika tahu bahwa yang menelpon adalah Mana. Perempuan yang tidak diharapkannya itu membuat suatu kejutan yang mampu membuatnya berpikir kelewatan. "Halo? Kalau kamu menelpon untuk membatalkan pertunangan kita, aku nggak setuju, oceh Ribut tanpa basa-basi begitu tombol hijau digeser. "Heh? Kenapa dibatalin? Mana buat salah? Kalian bertengkar lagi?" "Eh?" Ribut nyaris menggantung dirinya sendiri ketika mendengar suara sahutan seorang lelaki yang mudah dikenali. Bibirnya bergetar sementara tubuhnya gemetar. Sementara otaknya sibuk berpikir, sedang menjadi jalan keluar. "Ribut nggak suka tunangan sama Mana?" Mampus. Batin Ribut menjerit histeris. Jika sampai Susi, Mama Ribut mendengar tentang ini hidup lelaki tampan itu pasti akan berakhir tragis. Ribut meringis. "Bu-bukan, Om. Tadi Ribut cuma bercanda aja, kok. Biasa Om, anak muda, lagi berantem." Ribut tersenyum hampa. Hatinya terus berdoa semoga Komala mau percaya. "Ah, gitu. Kalian lagi berantem? Kenapa? Bukannya urusan kemarin sudah selesai?" Ribut nyaris menangis. Komala percaya alasan ngawur yang dikatakannya barusan meskipun mengajukan pertanyaan penuh penasaran. "Nggak apa-apa, Om, jangan khawatir," sahut Ribut. "Lantas ada apa ya, Om? Kok telpon Ribut pakai nomer Mana?" "Om lagi nggak ada pulsa," jawab Komala membuat Ribut memasang wajah datar. Ia tidak habis pikir bagaimana bisa orang yang hidupnya tajir bisa tidak memiliki pulsa untuk sekadar menelpon. "Tapi, Om punya banyak uang, lho. Sedangkan Mana punya pulsa tapi nggak punya uang, haha." Komala terbahak membuat Ribut terpaksa juga tertawa. Entah kenapa, miris rasanya mendengar itu dari mulut calon mertuanya yang memang memiliki tingkah aneh luar biasa. "Pa, jangan lama-lama. Cepat ngomongnya." Terdengar suara Mana protes. "Ah, iya. Hampir lupa. Ribut Om ada perlu," ujar Komala kembali ke topik utama. "Ya, Om? Ada apa?" tanya Ribut mulai serius, memasang telinganya baik-baik, berusaha seksama menyimak. "Karena kalian sudah bertunangan, boleh nggak kamu jemput-antar Mana kalau kerja?" "Eh?" Ribut membelalakkan mata. Kaget luar biasa. "Mana kan perempuan, tidak bisa ke mana-mana sendirian. Om juga setiap hari pengen rebahan. Jadi, bisa minta tolong Ribut kan?" Ribut termangu, bingung. Alasan Komala benar-benar membuatnya ingin mengutuk seandainya tidak terhitung dosa atau diancam masuk neraka. "Om mau bilang gitu aja, sih. Mulai besok ya? Oke? Makasih ya." Telpon diakhiri. Ribut bahkan belum sempat menyuarakan suara hati. Ribut merebahkan diri lalu memejamkan mata, berharap waktu berhenti dan besok tidak akan datang lagi. Lelaki tampan itu, jika boleh memilih, lebih suka diminta membelikan kuota daripada harus menjemput Mana. Air mata Ribut mulai turun. Seumur hidup, ini adalah ketiga kalinya dia menangis. Pertama, saat dilahirkan ke dunia. Kedua, saat dicampakkan pacar pertamanya. Maura. Rencana menyembunyikan pertunangan sepertinya harus dibatalkan. Lagipula, dia memang harus melakukannya. Sebab dia sudah memutuskan untuk mencoba pertunangan ini. Namun, Ribut tetap saja sedih. Dia tidak mencintai Mana. Belum? Entahlah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN