KRING.. KRINGG..
Aku terbangun karena mendengar suara jam bekerku menjerit-jerit, jadi kugerakkan tanganku random untuk mencari letak keberadaan jam beker itu, untuk mematikannya. Rasanya hangat dan nyaman, aku tidak ingin terbangun dari tempat yang nyaman ini, seseorang tengah tidur disampingku memelukku erat, mungkin seorang f**k buddyku, atau salah satu pacarku. Aku tidak peduli selama itu bukan Elanor, i hate him dan aku tidak pernah sudi dipeluk olehnya.
Hingga aku tersadar bahwa aku tidak punya jam beker, dan suara keras menjerit-jerit itu sudah tidak lagi terdengar.. dan satu lagi, kemarin aku tidak berkencan dengan pria mana pun. Jangan-jangan...
Please God.. kumohon jangan setan itu yang berada disampingku.. doaku dalam hati, tidak berani membuka mataku, rasa kantukku telah hilang sempurna dan ternyata Tuhan tidak mendengarkan doa bangun tidurku.. sebab sebuah suara serak yang terdengar disampingku menusuk jantungku seketika. Jlep! Begitu..
"Selamat pagi Marv.." Bisik setan itu "Hmm.. aku tahu kamu sudah bangun sayang~~, kalau masih pura-pura tidur akan kusodok pantatmu!" Sambung Elanor dengan nada bicara super riang mengancam.
Aku langsung bangunlah, saking ketakutannya akan diperkosa oleh Elanor aku meronta-ronta mencoba melepaskan diri dari pelukannya. "Lepaskan aku!!" Jeritku putus asa seperti seorang gadis perawan yang dijual kerumah bordir, apalagi aku telah sadar bahwa sekarang tubuhku full naked.
"Khe.. he.. he.. jangan takut begitu sayang.." Hei siapa yang tidak takut dengan perilaku berbahayamu! Makiku dalam hati, karena mulutku entah sejak kapan sudah disumpal Elanor dengan mulutnya, posisi kami sudah bergeser menjadi aku dibawah dan Elanor diatasku, menindihku.
Aku kembali terhanyut.. he a good kisser. Lidahnya bergelut lincah dengan lidahku, sesekali ia mengisap pelan bibir bawahku, hmm great! Aku tidak mau menghentikan ciuman ini, hingga kurasakan ada tangan yang meremas bongkahan pantatku, damn! Sekali lagi aku mengumpati kejalanganku, dia Elanor sadarlah kau Marvis bodoh! Caci hati nuraniku yang takut pantatku akan dijebol. Ketakutan itu segera menjalar keotak yang jarang kugunakan, untung saja kali ini otakku mampu berfikir dengan baik memerintahkan kakiku untuk menendang senjata Elanor yang sudah siap tempur.
BUK!
"....!" Jerit Elanor tanpa suara, dan kumamfaatkan kesempatan itu untuk lari kekamar mandi.
BAM!!
Kubanting pintu kamar mandi yang baru saja kumasuki dan menguncinya rapat, menyalakan shower dan kembali mengumpati kebodohanku karena h***y dengan sentuhan Elanor.
Dean sering mencaciku b***h hole, tapi aku tidak pernah mengakuinya.. hingga sekarang aku baru sadar bahwa panggilan itu cocok untukku. Karena kejalangku, aku telah menghianati hatiku yang tidak sudi jadi pacar Elanor dan membiarkan pria itu menyentuhku. Lihatlah aku sekarang.. belum 24jam dari dekralasi hatiku itu, aku sudah melanggar keduanya, ditambah lagi sekarang aku terancam akan di jadikan uke oleh Elanor. Dimana harga diriku harus kuletakan jika sampai terjadi!? s**t! Aku menyesal jika ini semua adalah karma yang kudapat karena terlalu sering menghasut Dean untuk menjadi uke. Tapi itu bukan salahku sepenuhnya, salahkan wajah dan tubuh imut Dean yang 100% cocok menjadi uke.. apalagi sikap sok manisnya.
Argh!! Lupakan soal Dean, pantatku sekarang terancam!! What should i do..
Sementara hatiku ketakutan, otakku mulai malas digunakan, tubuhku yang refleks mandi dengan santainya.. mataku mencari-cari senjata yang bisa kugunakan untuk memukul Elanor hingga pingsan lalu aku akan kabur menemui ayah, mengadukan perbuatan biadab anak rekan bisnisnya itu, siapa lagi kalau bukan Elanor.
Setelah selesai mandi, aku memakai bathrobesku, mengengam erat hairdryer dengan tangan kananku, tangan kiriku membuka pintu secara perlahan-lahan..
Krieett.. pintu terbuka menampilkan kamar tidurku yang sepi dan aman, sang setan telah lenyap. Fyiuh.. refleks aku menghela nafas lega, segera memakai pakaianku, merapikan rambutku.. berjalan keluar kamar, tentu saja untuk menemui ayahku. Aku tidak akan lupa untuk mengadu, dengan santai kulangkahkan kakiku kepintu keluar apartment hingga sebuah suara yang membuat bulu kudukku merinding menghentikan langkahku.
"Mandi dan bersiap-siap menghabiskan waktu 1jam 12menit 18detik, cukup lama.. apa saja kau lakukan disana Marv?"
Tanya Elanor dengan bodohnya seperti biasanya.. dia menyeringai licik seperti tukang palak.
"Mandi! Apalagi!? Berhenti menanyakan hal bodoh dan keluar dari rumahku!"
Usirku sambil berkacak pinggang berusaha menyembunyikan ketakutan akan disodomi oleh Elanor, jika ia sampai sadar bahwa aku takut kepadanya.. aku yakin ia akan menjadi lebih riang dan b******k kepadaku, so aku harus be a strong didepannya.
"Huu.. pacar macam apa kau itu Marv.. padahal aku sudah capek-capek memasakkan pancake dengan keju dan coklat untukmu.." Ucapnya pura-pura merasa ditindas. Hmm? Dia bilang apa tadi pancake? Bagaimana caranya dia bisa tahu makanan kesukaanku!?
"Aku juga sudah membuatkan mocacino untukmu, dan irisan lemon disiram dengan madu.. kalau kau tidak mengangapku sebagai pacarmu ya sudah.. aku buang saja semuanya.." Lanjut Elanor masih dengan sandiwara istri tertindasnya.
Aku terpancinglah. Itu semua adalah sarapan impianku, tanpa pikir panjang aku langsung memutar haluan kemeja makan, melupakan segala pelecehan yang kualami tadi. Bahkan aku tidak terlalu menyadari kekehan menyeringai licik yang terdengar dari mulut sialan Elanor.
Oh s**t! Sekali lagi aku mengumpat kerena pencake buatannya sangat enak membuatku tambah hingga 3 piring dan membuatku akhirnya sarapan berduaan dengan setan itu!! Kemana harga diriku? Hiks..
"Perilaku subjek poin ke-23 : Mudah terpancing oleh makanan seperti seekor anjing kelaparan"
Terlebih setelah aku mendengarkan perkataan monolog Elanor yang tengah sibuk menoler sebuah pena ke notes sialannya dihadapanku. Aku langsung sebel dan meraih notes itu, menyobek-yobek dan menginjak-injak brutal notes yang telah menyadarkanku akan kebodohanku, ya.. i just his experimental materials. Apa yang kuharapkan dari tubuh besar yang memelukku erat saat tidur dan menyiapkan sarapan untukku? Dia melakukan semua itu hanya untuk mengamati responku, bukan karena didasari oleh cinta.
Aku bodoh! Hah!? Tunggu dulu.. kenapa aku harus merasa kecewa? Love is s*x. Itu motto hidupku selama ini, kenapa aku malah mengunakan hati? Ayolah Marvis bodoh.. hatimu sudah dibawa mati bersama dengan kematian Abigail.. bisik otak kecilku yang ternyata masih berguna.
Tanpa sadar cairan bening jatuh membasahi sudut mataku, aku bukannya cenggeng, hanya saja setiap kali teringat akan Abigail, segala rasa sakit.. kembali menghantamku.. terlebih setelah apa yang dilakukan gadis itu kepadaku, aku masih begitu mencintainya hingga sekarang. She my love, my princess, my angel, my everything. Bayangan saat ayah dan paman membunuh Abigail didepan mataku kembali teringat, kali ini bukan hanya butiran yang bening yang lolos dari mataku.. tapi aku sudah berjongkok dilantai dan menangis sesenggukan seperti gadis remaja yang baru saja memergoki pacarnya berselingkuh dengan sahabat bitchynya.
"Marv.. apa yang terjadi?" Itu suara Elanor, dia memelukku, mengelus puncak kepalaku.
Tapi aku tidak perlu perlakuan baiknya itu, karena aku tahu ada niat busuk disetiap perlakuan baiknya, jadi kutepis dengan kasar tangannya itu.
"PERGI KAU ELANOR!! SENANG HAH MELUKAIKU!? KAU PASTI SAAT INI SEDANG MENERTAWAKANKU BUKAN? KEBERADAANMU HANYA MERUSAK HIDUPKU SAJA! PERGI DARI HADAPANKU SETAN!!"
Makiku mengusir Elanor, meluapkan segala emosi yang tersegel rapat 13 tahun ini. Salahnya mengingatkanku akan kenangan Abigail, salahnya kerena seenaknya mengingatkanku bahwa aku masih punya perasaan yang bisa dipermainkanya. Aku bahkan tidak peduli dengan wajah terluka yang dipasangnya dihadapanku, itu pasti actingnya seperti biasanya.
"Marv.. apa aku telah melukaimu?" Tanya Elanor lirih.
"Hah!? Pertanyaan bodoh apa itu? Jadi selama ini kau pikir apa yang kau lakukan padaku itu tidak melukaiku!? Aku bukan bahan eksperimenmu yang tidak punya hati!" Balasku sakaristik.
"Maafkan aku Marv.. kupikir kau tidak keberatan dengan perlakuanku selama ini.." Sesal Elanor. Tapi aku tidak tersentuh sedikit pun, dia setan aku tahu persis itu. Siapa sih yang tidak keberatan diperlakukan seenaknya seperti itu? I not masokis!
"KELUAR!! TINGGALKAN AKU SENDIRIAN!"
Aku mengusirnya sekali lagi, dan thanks God, dia pergi tanpa protes kali ini.