Tidak! Tidak! Hanya itu yang bisa kupikirkan diotak yang sangat jarang kugunakan ini, kami sudah sampai diapartmentku atau lebih tepatnya Elanor telah membawaku dengan paksa. Dia melemparku begitu saja seolah-olah aku ini boneka keatas tempat tidurku, melepaskan ikatanku, namun dengan segera digantinya dengan ikatan lainnya. Kedua tangan dan kakiku kini terikat ditiang tempat tidur membuat tubuhku membentuk posisi x. Begitu sumpalan dimulutku ia lepas..
"Dasar setan!! Lepaskan aku!!" Aku langsung berteriak.
"Berteriaklah sesukamu Marv, aku tahu bahwa apartmentmu kedap suara" Balasnya datar, kemudian dia mengeluarkan sebuah pisau kecil dari dalam sakunya, aku langsung ketakutan, Elanor langsung tertawa kecil "Nah mari kita mulai.." tambahnya dengan nada bicara sangat riang.
"Apa maumu dengan pisau itu Elanor?" Tanyaku panik.
"Mengambil sample darahmu Marv, aku ingin tahu apa golongan darahmu" Ia kembali mengeluarkan botol kecil dari sakunya..
"Golongan darahku O! Tidak perlu mengambil sample, aku sudah menjawabnya!" Ucapku cepat.
Namun Elanor masih menyeringai keji. Pria itu menyobek kemejaku perlahan-lahan dengan pisaunya, aku meneguk ludah gugup, pisau runcing itu sangat dekat dengan kulitku.. "Aku butuh tahu RH-nya -/+, berapa kadar trombositnya juga Marv, sayang sekali aku masih memerlukan sample darahmu untuk risetku" kata Elanor dengan santainya. Apalagi itu!? Aku bahkan tidak tahu apa itu RH atau trombosit!?
Kini pisau itu sudah berada dileherku.. sayatan besi almunium dingin itu terasa begitu menyakitkan. Dengan santainya Elanor menekan botol kecil itu keluka dileherku yang baru saja ia gores mengabaikanku yang meringis.
"Itu terasa sakit biadab!! Akan kulaporkan perbuatanmu kepolisi!!" Ancamku.
"Jangan merengek seperti bocah, ini hanya luka gores sepanjang 2cm dan lihat hanya sedikit darah yang kuambil darimu.." Elanor mengoyangkan botol kecil berisikan darahku itu, menutupnya rapat kemudian dimasukan kedalam sakunya kembali.
"Persetan! Kau menculik dan menyiksaku!!"
"Apanya yang diculik!? Ini aparmentmu Marv, aku mengantarkanmu pulang dan menidurkanmu dengan manis dikasur empukmu." Jawabnya datar, kembali tertawa kecil menikmati wajah marahku.
Setelah itu ia kembali menelajangiku, mengunakan pengaris, meteran, pita dan barang tidak jelas lainnya dari dalam saku doraemonnya, mengukur tiap inci tubuhku tanpa rasa sungkan atau malu sedikit pun. Jam pertama aku mencaci makinya, namun diabaikannya.. ia terus mengukur bahkan kepanjang senjataku dalam kondisi on/off. Jam kedua aku mulai memohon, Elanor hanya menatapku dan berkata "Jangan cenggeng Marv.." lalu ia sibuk menulis dengan notesnya. Jam ketiga aku sudah pasrah tidak lagi bersuara, ia malah tertawa senang dan berkata "Kelinci baik!" Lalu menepuk pelan kepalaku. Jam-jam berikutnya aku sudah tidak lagi memiliki privasi, ia bahkan mengambil cetak gigiku, sidik jariku, scan retinaku, ukuran tubuhku, menghitung kadar lemakku, panjang rambutku, tahi lalatku dan semua hal tentangku sambil bersenandung lagu twinkel-twinkel little star segala!
Ini memalukan!! Menyedihkan!! Jika dulu aku tidak percaya apakah setan itu ada, maka sekarang aku percaya! Dia dihadapanku!! Aku yakin saking kejamnya.. Elanor diusir dari neraka dan nyasar ketempatku, berusaha membuatku menjadi gila! Jika dulu setiap natal aku selalu menulis 'ingin melihat Dean bercinta dengan seorang pria macho dan menjadi uke' dikartu permohonanku untuk santa clause, maka sekarang aku akan menulis 'ingin Elanor dipulangkan keneraka'. Aku percaya santa clause itu ada, setiap tahun aku menulis kartu pemohonan yang kumasukan kedalam kaus kaki yang kugantung diperapian dirumah pamanku. Meski pun permintaanku tidak pernah terkabul, aku tetap percaya karena aku tahu bahwa aku ini anak nakal, santa hanya memberi hadiah ke anak baik, jadinya aku selalu menunggu dengan sabar setiap tahunnya, berharap suatu hari santa salah membuat list anak baik dan namaku terselip disitu.
Akhirnya setelah entah berapa jam berlalu.. Elanor melepaskan ikatanku. Ia bahkan sempat-sempatnya memotret memar ditangan dan kakiku akibat rontaanku saat diikat tadi.
"Kalau begitu aku pulang dulu Marv.. data ini perlu diolah.. selamat tidur.."
Lalu setan itu menghilang kearah pintu keluar, aku bahkan tidak punya semangat untuk berteriak lagi. Aku yakin Elanor itu 100% straight, dengan kadar gay 0% karena ia bahkan tidak tergoda sedikit pun meski setelah melihatku telanjang berjam-jam. Ini artinya mimpi burukku akan menjadi semakin buruk, kalau saja ia memiliki 5% saja jiwa gay.. aku pasti bisa mengodanya atau setidaknya mencuci otaknya. Tapi ia straight yang berarti aku harus mengucapkan selamat tinggal pada kebahagiaanku untuk 11 bulan kedepan hingga wisudanya berakhir.
●●●
Untung saja aku orangnya easy going, jadinya aku hanya meratapi pelecehan yang dilakukan oleh Elanor kemarin selama 6 jam. Tapi aku tidak akan melupakannya begitu saja, aku akan melaporkannya kepolisi.
Kaki ku berhenti tepat didepan kantor polisi, dengan percaya diri aku masuk dan menemui bagian pengaduan. Seorang polisi gendut dengan secangkir kopi ditangannya bertanya kepadaku, apa yang menjadi alasan kedatanganku kemari. Tentu saja kujawab untuk melapor. Ck begitu saja ia bertanya..
"Jadi apa yang ingin anda laporkan tuan?" Tanya polisi itu seraya mengambil kertas pengajuan, berniat mengisinya dengan laporanku.
"Aku diculik dan di siksa oleh seorang mahasiswa bernama Elanor!" Jawabku.
"Kau apa tuan? Namamu?" Tanya polisi itu lagi.
"Marvis. Aku diculik dan disiksa pak!!" Pekikku mengulang perkataanku tadi.
"Hmm.. tuan Marvis, jika anda diculik kenapa anda bisa datang kesini dan melapor?"
Sekali lagi polisi itu bertanya padaku dengan nada acuh tak acuh.. ia tidak serius menanggapi pengaduanku! Huh! Mentang-mentang aku warna negara asing! Dengan mengebu-gebu kuceritakan kejadian kemarin secara rinci, termasuk setiap kalimat monolog Elanor yang melecehkanku.
Tebak apa yang dikatakan polisi itu?
"Maaf tuan.. kami tidak menerima laporan tentang hubungan asmara yang bermasalah, bicaralah baik-baik dengan pacarmu! Sana pulanglah.."
Aku langsung marah tentu saja! Walau pun aku mau menerima siapa saja menjadi pacarku, tapi tidak dengan Elanor! Sekali pun hanya tinggal dia seorang pria tampan yang masih hidup, aku tetap akan menolakknya.
"Dia bukan pacarku pak! Dia menculikku!! Dia melukaiku!! Melecehkanku!!" Bentakku ke polisi itu.
"Hah.. itu cuma bagian dari permainan cinta kalian.. makanya carilah wanita untuk dipacari, jangan cari pria.." yang dijawab dengan cueknya, bahkan polisi itu menasehatiku!?
"Tapi pak aku serius!" Aku kembali ngotot.
Polisi itu menatapku heran, lalu mengelengkan kepalanya pelan "Tuan yang disana, bawa pacarmu pulang dan selesaikan masalah kalian dirumah!" Ia berbicara seperti itu menatap kebelangkanku.
Refleks aku membalikkan badanku, s**t!! Elanor ada disana, dia duduk menyilangkan kakinya dengan anggun dikursi tunggu. Setan itu melambaikan tangannya kearahku tersenyum penuh niat busuk dan berjalan mendekatiku merangkul bahuku dengan santainya. Kutepis tangannya kasar.
"Dia pelakunya pak! Dia bukan pacarku!!" Teriakku nyaring diruang pengaduan itu.
"Jangan ngambek begitu Marv, cuma karena semalam aku pulang dan tidak menginap dirumahmu.. aku sudah menginap hampir setiap hari dirumahmu kau tahu, kadang aku memiliki urusan lain juga.." Kata Elanor seolah-olah akulah yang berlebihan disini, ia bahkan mengucapkan kalimat yang membuat polisi itu salah paham.
Memang benar selama satu bulan ini Elanor menginap diaparmentku atau lebih tepatnya ia seenaknya menginap dimana pun aku menginap selama ini, tanpa ijinku dan tanpa mempedulikan perasaanku.
"Apa katamu Elanor!? Kau bahkan bukan pacarku! Dasar sialan!" Makiku.
"Okey.. aku mengerti." Apanya yang kau mengerti b******k!?
Setelah mengucapkan kalimat ambigu itu Elanor tiba-tiba menciumku, menyusupkan lidahnya kemulutku, aku terkejut? Tentu saja! Apalagi ia sangat ahli, terasa memabukkan.
"Jadi Marv.. maukah kamu menjadi pacarku?" Tanya Elanor lembut saat menjauhkan bibirnya. Reflek aku menjawab "Ya..aku mau!" Yang langsung kusesali dalam satu detik. Terkutuklah lidah jalangku yang selalu reflek menjawab ya jika ada pria yang menyatakan cinta kepadaku.
"Lihat pak? Kami pacaran dan ini hanya salah paham saja, boleh saya membawanya pergi?" Elanor bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi barusan dan berbicara dengan santai kepolisi gendut itu.
"Yaa.. pergilah kalian! Jangan bermesraan dikantorku" ucap polisi itu dengan malasnya.
Holy s**t!! Dasar penipu! Kenapa penipu sepertinya lebih dipercayai!?
"Ayo Marv.." dan sekali lagi jiwaku melayang hingga keantah berantah, pasrah diseret oleh setan yang sedang menyengir bahagia karena lolos dari laporanku kepolisi.
"Sialan kau Elanor! Aku akan kekantor polisi lain!" Bentakku setelah jiwaku kembali.
"Lakukan saja.. siapa yang akan mempercayaimu!? Lihat ini!" Elanor mengayun-ayunkan sebuah tape recorder.
"Apa yang kau rekam disana?" Tanyaku setengah mengeram marah.
Senyuman kemenangan terukir diwajah sadis Elanor "Semuanya.. pernyataan cintaku yang kau terima dan tentu saja semua ucapanmu tadi malam termasuk teriakan dan kata-kata memohonmu padaku.." ucapnya dengan penekanan tiap suku kata.
Aku kembali ditampar kekenyataan hidup yang pahit.. tubuhku seolah kehilangan semangat hidupnya.. tersunggur ditanah seolah duniaku telah kiamat.
"Cup.. cup.. jangan nangis Marv.. biar kupinjamkan dadaku untukmu bersandar.. lihat betapa baiknya pacar barumu ini.." Hibur Elanor yang terdengar seperti ancaman bagiku..
Aku bahkan tidak sanggup lagi untuk sekedar berkata 'aku tidak sudi menjadi pacarmu'. Aku yakin dia punya niat busuk terselubung di balik ikatan pacaran itu.