Tentang Elard

1164 Kata
Kalila masih merutuki kebodohannya tadi pagi. Bisa-bisanya masuk ke dalam mobil tidak melihat pengemudi dan jenis mobil yang ditumpanginya. Hingga Eithan menegurnya barulah gadis itu kembali melanjutkan makan siangnya. “Kamu kalau mau tanya tentang Kak Elard tanya saja.” “Apa yang harus aku tanyakan?” “Mungkin kamu ingin tahu kisah rumah tangganya yang aneh itu.” “Mereka jadi menikah?” “Menikah siri lalu bercerai.” “Sudah bercerai?” Eithan mengingat-ingat sesuatu sebelum menjawab. Sudah lama dia tidak pulang ke rumah jadi tak begitu tahu kisah rumah tangganya sang kakak. Dia hanya tahu beberapa hal penting dari Bundanya ketika mereka melakukan panggilan video. “Mereka bercerai setelah anak yang ada dalam kandungan Viona meninggal.” “Aku kira anak itu sudah besar ternyata meninggal. Kasihan juga wanita itu.” “Cih, kasihan! Hey, wanita itu tak pantas dikasihani,” omel Eithan. Kalila menghendikan bahunya acuh. Di satu sisi dia masih penasaran dengan kisah rumah tangga mantan tunangannya. Di sisi lain gengsinya yang setinggi gunung membuatnya enggan bertanya lebih lanjut. “Ada tapinya—” lanjut Eithan setelah menghabiskan seluruh makanan kiriman sang kakak. “Apa lagi?” “Viona masih menganggap Kak Elard itu suaminya. Bahkan berani datang ke acara keluarga meski Opa dan Oma tak sudi melihatnya.” “Mungkin mereka belum bercerai. Hanya sedang renggang setelah kematian calon anaknya.” “Hubungan keduanya tidak pernah dekat. Kalau kamu bilang renggang ya selama empat tahun ini selalu begitu. Setelah menikah saja tidak tinggal bersama.” “Biarkan saja lah, bukan urusan kita.” “Salah sendiri muncul kembali ya pantas untuk dijadikan bahan ghibah.” “Dih, sejak kapan pemimpin perusahaan memiliki waktu ngomongin orang?” cibir Kalila. Eithan bukannya marah justru tertawa keras. Gara-gara kesal dengan kemunculan sang kakak yang tiba-tiba membuatnya jadi tukang ghibah. Setelah jam makan siang selesai, Eithan kembali ke ruang kerjanya. Sebenarnya dia mengajak Kalila untuk berangkat ke tempat meeting namun ada tamu penting yang ingin bertemu. Kalila tak bisa fokus dengan pekerjaannya. Gadis itu malah sibuk menerka-nerka hubungan antara Elard dan Viona. Jika, mereka menikah siri itu berarti Elard tak serius ingin bertanggung jawab. Apalagi setelah anak mereka meninggal tak ada lagi alasan Elard untuk mempertahankan rumah tangganya. “Kalila, fokus— Elard adalah masa lalu mu jadi tak perlu dipikirkan lagi,” gumam gadis itu sebari memukul pelan kepalanya. “Hah, gara-gara syeitan yang membahas kakaknya membuatku tidak bisa fokus dengan pekerjaan.” Akhirnya, Kalila memutuskan untuk pergi ke pantry. Kebiasaannya jika tak bisa fokus bekerja akan membuat es kopi sendiri. “Halo, cewek,” sapa Nawa yang kebetulan sedang berada di pantry. “Halo juga, Wawa cakeup. Ngapain kamu nongkrong di sini?” “Habis kena omel sama Pak Bos.” “Kali ini apa lagi yang membuat Pak Eithan marah?” Nawa menjelaskan jika pekerjaannya tidak selesai tepat waktu. Bukan karena dia sengaja melainkan laporan yang dia butuhkan tak kunjung diberikan oleh bagian keuangan. “Sabar, kondisi perusahaan yang sedang tidak stabil membuat Pak Bos mudah tersulut emosi.” Nawa adalah sekertaris Eithan. Gadis cantik itu sudah bekerja hampir empat tahun. Setiap hari selalu berkata ingin resign namun tak jadi-jadi. Semua itu karena dia butuh uang dan lingkungan kerja di Kalelard membuatnya nyaman. “Tumben Mbak Lila buat es kopi sendiri. Biasanya minta tolong sama OB.” “Lagi suntuk jadi pengen keluar dari ruangan.” “Oh, iya, Mbak. Saat aku mengantar tamu Pak Bos tadi ketemu sama Mas bule ganteng loh—” seketika wajah manyun Nawa berganti cerah. “Kalelard sering kedatangan tamu bule dan semuanya ganteng, katamu,” jawab Kalila. “Beda dari tamu-tamu lainnya. Wajahnya hampir mirip sama Pak Bos tapi versi dewasanya. Suaranya saat bicara sama resepsionis bikin bulu kuduk berdiri. Jambang tipis dan suara berat perpaduan yang sangat pas. Singkat kata Mas-Mas itu seksi sekali.” “Kamu ajak kenalan apa tidak?” “Ya, nggak lah Mbak. Bisa kena omel Pak Bos jika aku genit dengn tamu perusahaan.” “Balik ke ruangan yuk. Jangan sampai Pak Bos melihat kita membicarakan Mas-Mas ganteng! Bisa keluar tanduknya.” Nawa bergegas meninggalkan pantry setelah mencuci gelasnya. Berlari kecil untuk menyusul Kalila yang telah berjalan lebih dulu. “Nanti sore aku ikut meeting Mbak?” “Pertanyaan macam apa itu Wawa?” “Soalnya Pak Eithan bilang kalau ada Mbak Lila, aku tidak perlu ikut meeting di luar.” “Gak usah mengada-ngada Wawa. Mana mungkin Pak Bos meninggalkanmu di kantor sendirian. Bakal ngereyog sepanjang perjalanan hingga membuat kepalaku pusing.” *** Meeting berjalan sangat alot. Investor Kalelard yang menarik semua uangnya bulan lalu tidak bisa dibujuk. Meski Eithan telah menawarkan keuntungan besar jika proyek yang sedang dikerjakannya berhasil. Sementara Kalila sama sekali tidak membuka suara. Gadis itu sejak awal tak setuju dengan rencana yang dibuat oleh Bos-nya. “Saya yakin jika proyek baru Kalelard akan laku keras dipasaran.” “Pak Eithan telah mengatakan itu sejak tahun lalu. Nyatanya semua pakaian terbaru dari Kalelard tidak begitu laku. Justru pakaian-pakaian dengan kualitas rendah itu yang digemari para konsumen.” “Soal itu, mereka sengaja menjiplak desain dengan 100% kemiripan. Hanya bahan yang dipakai mereka kualitasnya jauh dibawah Kalelard.” “Harusnya Pak Eithan menindak tegas para peniru itu. Tindakan mereka sangat merugikan perusahaan.” Eithan sudah menindak tegas para plagiat itu. Bahkan membawa kasusnya ke meja hijau. Bukannya jera mereka masih saja mencontek desain dengan memodifikasi di beberapa bagian agar Kalelard tak bisa menuntut. “Saya tidak akan membuang-buang uang untuk berinvestasi pada perusahaan yang akan bangkrut." “Bapak bicaralah yang sopan. Jika tidak mau bekerja sama dengan Kalelard tak usah menyumpahi perusahaan kami akan bangkrut,” tegur Kalila. “Saya tidak menyumpahi. Memang kenyataannya begitu. Sekali lagi proyek kalian gagal bisa dipastikan akan terjadi PHK massal.” “Semoga saja bukan perusahaan Bapak yang melakukan PHK massal,” jawab Kalila. Investor itu menatap tajam ke arah Kalila. Bukannya takut gadis itu justru menatap balik dengan senyum mengejek. “Saya tidak akan pernah berinvestasi lagi pada Kalelard!” serunya dengan bersungut-sungut. “Baiklah jika itu yang Bapak inginkan. Kami pamit undur diri,” sahut Kalila tanpa basa-basi. Sebelum Kalila beranjak dari tempat duduknya, Eithan menarik lengannya pelan, memberi isyarat agar dia meminta maaf telah bicara tidak sopan. Bukan Kalila namanya jika menurut. Dia tetap meninggalkan ruang VIP restoran yang menjadi tempat pertemuan antara Eithan dan investor lama Kalelard. “Lagaknya seperti orang banyak uang saja. Baru juga 50 milyar belum 500 milyar,” gerutu Kalila. “Memangnya kamu memiliki uang sebanyak 50 milyar?” Gadis itu menghentikan langkahnya. Kemudian menoleh ke arah sumber suara. Setelah itu tersenyum miring, “Kamu sekarang jadi penguntit?” tanyanya balik. Elard berjalan mendekati gadis yang selalu dirindukannya. Gadis yang setiap malam membuat tidurnya tak nyenyak. Dan, gadis yang hampir membuatnya gila setelah batalnya rencana pernikahan. Bisa melihat dan bertatap muka dengan Kalila merupakan anugerah yang tak ternilai harganya bagi Elard. “Bisa kita bicara empat mata?” “Keuntungan apa yang akan aku dapatkan jika memberimu waktu?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN