Taksi Online BMW

1295 Kata
Kalila memilih menunggu lebih lama ketimbang berada dalam satu lift dengan mantan tunangannya. Namun, bukan Elard namanya jika tak memaksa. Pria itu keluar dari lift dan mempersilahkan Kalila dan Naomi naik lebih dulu. "Cepatlah masuk ke dalam lift Kalila," titah Elard dengan suara khasnya. Suara itu masih sama seperti empat tahun yang lalu. Bedanya hati Kalila tak berdesir saat namanya disebut. Dia pun mengajak Naomi masuk ke dalam kotak besi itu sebelum tertutup. Sama sekali tak berniat mengucapkan terima kasih maupun menjawab ucapan Elard. "Mantan suami Tante Lila tinggal di sini juga?" tanya Naomi setelah pintu tertutup. "Mantan calon suami bukan mantan suami," ralat Kalila. "Ah, iya. Maaf Tante cantik." Naomi meringis sungkan karena telah salah bicara. "Sepertinya dia berniat mengganggu Tante lagi." "Tenang saja Tan, Aku dan Mama akan membantu Tante untuk mengusir Pria jahat itu dari apartemen." "Terima kasih, Sayang." Keduanya keluar ketika sudah sampai di lantai 18. Berjalan bergandengan tangan menuju ke unit mereka yang bersebelahan. Perasaan Kalila mulai resah. Dia takut jika Elard benar-benar tinggal satu apartemen dengannya. Kehidupan Kalila yang aman, damai dan tentram akan terusik kembali dengan kedatangan mantan calon suami yang tak tau diri. "Tumben nggak mampir dulu Lila?" tanya Mama Naomi, Adel. "Rambut dan bajuku basah Mbak. Takut masuk angin kalau tidak segera berganti pakaian." "Tadi Tante Lila ketemu sama Om Elard. Pasti Tante malam ini bakal nagis semalaman hingga matanya bengkak," sahut Naomi. Adel menghela nafas panjang kemudian meminta putrinya masuk lebih dulu dan berganti pakaian. Dia akan bicara sebentar dengan tetangga yang telah dianggapnya sebagai saudara. Jika benar yang dikatakan oleh putrinya mengenai mantan Kalila, pasti gadis itu tengah kebingungan mencari tempat persembunyian yang baru. “Aku gapapa kok, Mbak,” ujar Kalila seolah tahu kecemasan yang dirasakan oleh Adel. “Gak mungkin gapapa. Aku mengenalmu sudah empat tahun. Dan, aku pun tahu bagaimana susah payahnya kamu bangkit dari keterpurukan.” “Kali ini aku tidak bohong dan beneran tidak merasakan apapun lagi saat bertemu dengan Elard.” “Jadi benar kamu bertemu dengan mantan sialan itu?” Kalila pun mengangguk. “Saat di lift tadi. Entah memang kebetulan atau dia yang sengaja menampakkan wajah yang pasti Elard ada di apartemen ini,” jawabnya. “Ya sudah kalau begitu cepatlah ganti baju. Jangan sampai masuk angin! Ingat, gak boleh menangis hingga mata bengkak.” Kalila mengangkat sebelah tangannya ke kepala seperti gerakan hormat. “Siap, Mbak Adel.” Setelah berhasil meyakinkan Adel bahwa dirinya dalam keadaan baik Kalila kembali ke unitnya. Tubuhnya mulai menggigil ketika terkena hembusan pendingin ruangan yang berasal dari unit tetangganya. Kali ini Kalila tidak akan lari lagi. Tak akan menghindar jika Elard kembali mengganggunya. Justru Kalila berniat membalas rasa sakit hati yang pernah ditorehkan pria itu hingga membuatnya terpuruk selama bertahun-tahun. “Sepertinya kamu memang sengaja muncul kembali. Baiklah, aku akan menyambut kedatanganmu Elard Kalandra Al-Fathan—” Kalila mendapatkan satu pesan yang diyakini dari mantan tunangannya. Dia hanya membacanya dan tidak berniat membalas pesan itu. Membiarkan Elard menunggu di lobi hingga esok hari. *** Hari senin adalah hari yang membuat Kalila harus bangun pagi. Segudang aktivitas akan segera dimulai. Sebelum memulainya gadis itu mengisi tenaganya dengan cereal milk. Bu Indira telah menelepon putri bungsunya itu. Memberi semangat dan nasehat pada gadis yang tak mau pulang ke rumahnya dengan beribu alasan. Sementara Pak Ihsan tidak banyak berkomentar. Hanya mengingatkan putrinya agar tidak telat makan sesibuk apapun pekerjaannya. “Mbak Lila ada tamu yang menunggu sejak semalam,” ujar resepsionis apartemen. Kalila berjalan mendekat pada resepsionis lalu berkata, “Bilang saja aku belum turun atau kamu tidak melihatku.” “Ganteng banget loh Mbak.” “Aku tidak suka yang ganteng,” jawab Kalila sembari berlalu meninggalkan resepsionis yang sedang terkekeh pelan. Hari ini dia sedang malas menyetir sendiri jadi memesan taksi online. Lagipula nanti sore ada meeting di luar kantor dengan Eithan, Kalila berniat meminta sahabatnya itu untuk mengantarnya pulang sekalian. “Selamat pagi Mbak Lila—” sapa Pak satpam. “Selamat pagi, Bapak. Cerah amat wajahnya. Habis gajian ya.” Pak Satpam tersenyum dan mengangguk. Kemudian membukakan pintu mobil untuk Kalila. “Silahkan masuk, Mbak.” “Terima kasih, Pak. Selamat bekerja,” jawab gadis itu setelah duduk dengan nyaman di dalam mobil. Setelah pintu mobil tertutup, Kalila meminta sopir taksi online agar segera berangkat menuju ke kantornya, sesuai titik yang ada di maps. Kalila sibuk dengan ipad-nya hingga tak sempat melihat wajah pria yang ada dibalik kemudi. Dan, pria itu pun tak banyak bicara. Hanya fokus mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Dret ... dret ... Ponsel Kalila di dalam tas berdering. Gadis itu mengabaikannya karena fokus pada email yang sedang dibacanya. Pria yang duduk di depan tersenyum tipis saat mencuri-curi pandang lewat kaca spion tengah. Tidak merasa terganggu dengan dering ponsel penumpangnya yang tak kunjung berhenti. “Maaf, mengganggu Kak— kita sudah sampai tempat tujuan,” ujar pengemudi taksi online. Kalila menutup ipad-nya, kemudian mengambil tas dan turun dari mobil setelah mengucapkan terima kasih. Semua itu dilakukannya dengan cepat hingga tak melihat wajah pria yang telah mengantarnya. “Siapa yang mengantarmu?” “Eithan ngagetin ih!” seru Kalila. “Siapa yang mengantarmu?” tanya pria itu yang kedua kalinya. “Supir taksi online. Bukankah aku sudah bilang jika sedang malas nyetir sendiri.” “Sejak kapan mobil BMW keluaran terbaru dijadikan taksi online?” Kalila buru-buru melihat mobil yang mengantarnya tadi. Sayang sekali mobil itu telah menghilang. “Kamu salah lihat kali. Masak mobil mewah dijadikan kendaraan umum,” ucapnya pada sang sahabat. “Memangnya kamu tidak melihat interior saat berada di dalam mobil tadi?” Kalila menggeleng dengan cepat. Saking sibuknya dia bahkan tak melihat seperti apa wajah supirnya. “Gara-gara baca email beruntun darimu.” Gadis itu malah menyalahkan Bos-nya. Eithan berdecak kesal. Sahabatnya memang teledor dan kurang waspada. Untungnya Kalila tidak diculik oleh si pemilik mobil mewah tadi. “Lain kali aku yang akan menjemputmu jika sedang malas bawa mobil,” putusnya sebelum masuk ke dalam lobi. “Ada apa sih? Aneh banget tiba-tiba ngomel-ngomel,” gerutu Kalila. *** Saat jam makan siang Kalila mendapatkan kiriman makanan. Tidak ada nama pengirimnya. Hanya ada kartu ucapan yang berisikan ungkapan kerinduan si pengirim padanya. Selera makan Kalila langsung menghilang. Dia yakin Elard lah yang mengirim makan siang untuknya. “Kalau tidak mau makan biar aku saja yang memakannya.” Eithan duduk tepat disebelah Kalila dan mengambil sebungkus nasi padang yang ada di meja. “Makan saja semuanya,” jawab gadis itu dengan cuek. “Kamu gak makan siang?” “Aku sudah meminta OB untuk membeli makan siang. Mungkin sebentar lagi sampai.” Kalila kembali mengambil laptop yang diletakkan di sebelahnya. Mengabaikan makanan yang menjadi favoritnya itu. Jika, makanan itu bukan pemberian mantan tak tahu diri pasti sudah dimakannya sendiri dan tidak akan dibagi dengan Eithan. Sayangnya Kalila tak sudi memakan makanan pemberian dari Elard. Bukan karena takut diracun tapi takut diguna-guna. “Kamu sudah bertemu dengan Kak Elard?” tanya Eithan sambil menikmati nasi padang lauk tunjang. “Semalam dia berada di apartemenku.” “Bicara apa saja dia?” “Hanya memintaku cepat masuk ke dalam lift.” Eithan mengernyitkan kening. Tak paham dengan jawaban sahabatnya. “Maksudnya?” Kalila menceritakan pertemuan pertamanya dengan Elard setelah batalnya rencana pernikahan empat tahun lalu. Dia juga menceritakan jika mantannya meminta bertemu untuk menjelaskan kesalahpahaman diantara mereka. “Salah paham apa yang dimaksud?” “Tanya sendiri sama Kakakmu itu!” Eithan mendengkus kesal saat Kalila mulai mengaitkannya ke dalam pusaran masalah sang kakak. Selama ini dia berada di pihak Kalila ketimbang Elard yang notabennya kakak kandungnya. Hingga ikut-ikutan tak pernah pulang ke Jakarta. “Asal kamu tahu, taksi online yang kamu tumpangi tadi pagi adalah mobil Kak Elard.” “Apa?!” teriak Kalila dengan kedua bola mata nyaris keluar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN