Secuil Informasi

1693 Kata
Kedatangan Kalila disambut oleh sekretaris CEO. Meski Elard masih dijalan dia langsung dipersilahkan masuk ke ruangan pemilik perusahaan. Pemilik Trisula Textile, Giorgio Abraham datang ke kantor membawa serta sang istri dan kedua anaknya. Sengaja ingin mengenalkan keluarga kecilnya pada sahabatnya. “Nama aku, Naura—” ujar Putri sulung Gio saat diajak berkenalan oleh Kalila. “Namanya cantik seperti orangnya.” “Tante Lila juga cantik.” Tangan Kalila gatal ingin menarik hidung mancung dan pipi chubby Naura. Namun, sungkan dengan kedua orang tuanya. “Terima kasih, Sayang,” jawabnya kemudian. “Kakak mau loh dipangku sama Tante Lila,” ucap gadis kecil itu sambil mengulum senyum. Naura tipe anak kecil yang ramah tapi tak semua orang disukainya. Meskipun mau berkenalan dengan klien Papanya belum tentu dia bersikap manja seperti sekarang. Hanya orang-orang tertentu yang dapat memeluknya. Dan, Kalila menjadi salah satu orang yang beruntung itu. Baru bertemu dan berkenalan langsung menempel seperti perangko. “Maaf ya Mbak Lila—” Siva tersenyum sungkan pada tamu sang suami. “Gapapa, Bu— eh, Mbak Siva,” Jawab Kalila. Saat berkenalan tadi Siva meminta dipanggil ‘Mbak’ ketimbang ‘Ibu’ karena Kalila adalah gadis incaran sahabat suaminya. Lagipula umurnya jauh lebih muda dari gadis yang kini tengah mendengarkan cerita putrinya. Gio pamit keluar sebentar. Katanya ingin menemui kliennya yang sudah menunggu di ruang rapat. Meminta tolong istri dan anaknya untuk mengajak bicara tamu penting pagi ini. “Tante Lila cantik banget. Kayak artis yang sering muncul di TV.” Gadis kecil itu masih mengagumi wajah Kalila. “Artis yang mana Kak?” Tanya Siva. “Itu loh Bun. Artis korea yang kecil, mungil, cantik dan suaranya bagus.” Siva dan Kalila saling pandang dan memasang wajah bingung. Banyak artis korea memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan oleh Naura barusan. “Kira-kira siapa ya Mbak Siva?” “Sepertinya IU karena Kakak suka sama dia.” “IU, Lee Ji-eun— haha, jauh banget lah Mbak. Ya Allah, aku mah apa atuh.” Kalila tak habis pikir dengan kelakuan lucu pemilik perusahaan textile terbesar se-Jogja. Bisa-bisanya menyamakan dirinya dengan seorang Idol K-pop. Bagaikan langit dan bumi perbedaannya. Jika sahabatnya, Eithan sampai tahu pasti akan muntah-muntah saking tak terimanya. “Nah itu dia. Tante Lila kayak Mbak IU,” sahut Naura. “Kakak ini kayak kenal saja sama IU sampai panggilnya ‘Mbak’— padahal mau nonton konsernya belum dibolehin sama Papa.” “Habisnya Bunda nggak mau bantuin Kakak buat rayu Papa.” Kalila tersentak. Tubuhnya dipeluk dengan erat oleh Naura yang berada di atas pangkuannya. Kemudian gadis kecil itu merengek, meminta agar diajak nonton konser IU yang akan diadakan di Jakarta. “Kakak Naura masih kecil jadi belum boleh nonton konser. Disana bakal banyak orang dan berdesakan. Rasanya pasti engap banget,” terang Lila. Dia sengaja menjelaskan seperti itu setelah mendapatkan kode kedipan mata dari Siva. Sedangkan Naura mengerucutkan bibir. Terlihat lucu sekaligus menggemaskan. Sampai Kalila tak mampu menahan keinginan untuk mencium kedua pipi chubby-nya. “Padahal Kakak pengen nonton konsernya Mbak IU.” “Bisa nonton lewat TV atau ipad. Meski Tante sudah besar lebih suka nonton konser dari rumah. Lebih nyaman dan nggak perlu capek-capek berdesakan.” “Memangnya Tante belum pernah nonton konser?” Kalila menggelengkan kepalanya cepat. Setelah itu menjawab, “Hampir pernah tapi gak jadi. Waktu itu sudah sampai stadion eh tiba-tiba hujan langsung deh Tante pulang takut masuk angin.” Naura tertawa mendengar penjelasan dari Kalila. Persis sekali dengannya yang tak bisa terkena angin malam dan air hujan. “Ya sudah kalau gitu Kakak nonton di rumah saja,” putusnya tanpa merengek ataupun ngambek. Beberapa saat kemudian masuklah seorang office girl yang membawa nampan berisi minuman dan makanan ringan. Dia terkejut ketika melihat tamu Bos besarnya. Sementara Kalila masih asik bercanda dengan Naura. Membicarakan tentang ikan hias yang ada di rumahnya. Para ikan itu bukan miliknya melainkan milik Bapak Ihsan Dirgantara. “Terima kasih, Mbak,” ujar Siva ketika karyawan suaminya tak kunjung meninggalkan ruangan. Malah menatap tamunya dengan tatapan menyebalkan. Kalila dan Naura pun kompak mendongak ke atas. Menatap balik OG yang berdiri di depan mereka. “Mbak—” tegur Siva. Kali ini dengan suara sedikit tinggi. “Kamu mengenalku?” tanya Kalila. Office girl itu tersenyum mengejek, seolah tengah menunjukkan jika tak menyukai Kalila, sungguh keberaniannya patut diacungi jempol. "Kalila Hafiza Dirgantara, putri pungut Ihsan Dirgantara, siapa yang tak mengenalmu?" OG yang bernama Hasna itu selain bersikap tak sopan juga berani mengungkit status Kalila di keluarga Dirgantara. Naura mendengkus tak suka dan kedua mata bulatnya melotot galak. Menurutnya kata 'pungut' itu sangat kasar. Tidak boleh diucapkan pada sembarang orang karena bisa menyakiti orang tersebut. "Memangnya kenapa kalau aku anak pungut? Apa hal itu telah merugikan mu?" "Ckck, ternyata tebal muka juga kamu. Pantas saja Viona tak bisa mengalahkan mu meskipun telah menikah dengan Elard." "Oh, i see, ada hubungan apa kamu dengan wanita itu?" Bukannya menjawab Hasna justru tertawa terbahak. Padahal tidak ada hal lucu dari pertanyaan Kalila. Siva tak mengerti masalah yang tengah dibahas oleh Hasna dan Kalila. Dia pun memilih diam setelah mengirim pesan pada sang suami. "Viona sedang memperjuangkan rumah tangganya. Hingga rela meninggalkan pekerjaan di Jakarta hanya untuk mengikuti suaminya. Aku pikir Elard pindah ke Jogja murni untuk menyelamatkan perusahaan keluarganya ternyata memiliki tujuan lain." "Menyelamatkan rumah tangganya kamu bilang?" Kedua sudut bibir Kalila terangkat tipis. Kemudian berkata, "Sebelum sesumbar alangkah baiknya mencari tahu kebenaran yang selama ini disembunyikan oleh sahabatmu." "Kebenaran apa yang kamu maksud?" "Cari tahu sendiri tentang pernikahan Elard dan Viona. Jika sudah mendapatkan semua informasi temui lah aku." Hasna terdiam sesaat, keberanian yang menggebu-gebu tadi menghilang entah ke mana, digantikan dengan rasa bimbang dengan cerita yang disampaikan oleh Viona. Selama ini dia hanya mendengar dari satu pihak. Viona selalu menceritakan hal buruk mengenai Kalila. Mulai dari kekasihnya direbut oleh Putri Ihsan Dirgantara hingga suaminya digoda oleh perempuan yang sama. "Gara-gara kamu, Viona mengalami keguguran hingga calon anak yang dinantikannya meninggal sebelum dilahirkan." Kalila tak habis pikir. Bagaimana bisa dia disalahkan atas nasib malang yang menimpa si pelakor? Jangankan berniat mencelakai, pertemuan dengan Viona pun hanya sekali, saat wanita gila itu mengacaukan pernikahannya. "Selama tidak ada bukti yang menyatakan bahwa aku telah memasukkan obat ke dalam gelas Viona hingga dia keguguran itu berarti semua yang kamu katakan adalah sebuah fitnah." "Viona berkata jika sehari sebelum keguguran kamu datang menemuinya. Kamu memintanya meninggalkan Elard dan mengancam ingin membunuhnya.” “Jaga mulutmu!” suara bariton itu membuat kaget semua orang yang ada di dalam ruang kerja Gio. Tak terkecuali Nabila, putri kedua Gio yang masih berumur 6 bulan. “Jangan bicara sembarangan dengan Lila,” ujar Elard lagi. Naura turun dari pangkuan Kalila, berlari ke arah pintu, kemudian meminta gendong Elard. Gadis kecil itu menceritakan semua yang dilakukan oleh Hasna pada Kalila. Tanpa ada yang dikurang dan ditambah. Pintar sekali mendramatisir keadaan hingga Elard bertambah kesal. “Wanita itu jahat Om ganteng. Kasihan Tante cantik dibentak-bentak,” ucapnya dengan bibir melengkung ke bawah. “Apa Tante Lila di pukul?” tanya Elard sembari melangkahkan kedua kakinya mendekati sofa. Naura menggelengkan kepala. “Belum dipukul. Tapi, Kakak yakin bakal di pukul. Soalnya dia bawa nampan,” jawabnya. Nyali Hasna menciut seketika, hal itu dilihat dengan jelas oleh Elard yang kini ada di dekatnya, tubuhnya pun mulai dibanjiri keringat dingin saking takutnya. “Kenapa diam saja? Ayo katakan semua cacian untuk Lila. Bukankah kamu tahu banyak tentang hubunganku dengan sahabatmu itu,” titah Elard. “Gak berani dia Om ganteng. Dih, kacang bawang—” sahut Naura. Gio berusaha mengambil putrinya dari gendongan sahabatnya. Namun tak berhasil. Gadis kecil itu menempel pada Om gantengnya dengan erat. Kemudian Kalila kembali angkat bicara. Ada sebuah ide yang baru melintas pada otak cantiknya. “Dimana tempat tinggal Viona sekarang? Harusnya dia bersama suaminya saat ini.” “Semua gara-gara kamu! Viona terpaksa tinggal di kontrakan kecil yang tak jauh dari apartemen Elard.” Hasna buru-buru menutup mulutnya. Dia baru saja kelepasan bicara. “Kita samperin saja Tante Lila. Kakak bakal bantuin hajar orang itu!” seru Naura bersungut-sungut. Siva memberikan Nabila pada sang suami. Lalu mengambil Naura dari gendongan Elard. Jika dibiarkan ikut campur putri sulungnya bakal berubah jadi kompor. “Bunda— ih, lepaskan Kakak.” “Ayo kita masuk ke dalam kamar istirahat Papa. Kasihan Adik sudah mengantuk sejak tadi.” Setelah Siva dan kedua putrinya masuk ke dalam kamar, Gio lebih leluasa bicara pada karyawannya yang bersikap tak sopan pada tamunya. Elard pun tak perlu menjaga ucapan pada wanita yang membantu mantan istrinya mencari tempat tinggal di Jogja. “Lebih baik bawa pergi sahabatmu sebelum aku yang mengusirnya dari kota ini.” Elard mengangkat sebelah alisnya dan suaranya penuh dengan intimidasi yang membuat Hasna merinding. “A-aku tidak tahu apa-apa,” jawabnya lirih. Tak seperti saat bicara dengan Kalila. “Waktumu 5 jam dari sekarang. Jika kamu tak berhasil membuat Viona kembali ke Jakarta terpaksa aku akan—” “Iya,” sahut Hasna. “A-aku akan melakukannya.” Wanita itu meninggalkan ruangan Gio dengan tergesa. Hampir tersandung kakinya sendiri karena tak berhati-hati. Gio menghela nafas kasar. Lalu, “Bugh! Bugh! Bugh!” tiga pukulan mendarat pada wajah sahabatnya hingga tersungkur ke lantai. “Arggg—apa yang kamu lakukan Giorgio!” teriak Elard. “Harusnya aku yang bertanya. Apa yang kamu lakukan pada Kalila, ha?!” Gio paling tidak suka dengan pria yang menyakiti perempuan. Meski mereka bersahabat tak ada kata (harap maklum) jika salah satu dari mereka melakukan kesalahan. “Aku sedang berusaha memperbaiki kesalahanku.” “Dengan mendatangkan biang masalah ke Jogja?” Elard tak bisa menjawab pertanyaan dari sahabatnya. Karena kedatangannya ke Jogja membuat Viona kembali mengganggu Kalila. Kalila mendaratkan bokongnya pada sofa. Tak berniat melerai perkelahian yang ada di depannya. Hatinya masih terasa nyeri saat Hasna mengungkit statusnya di keluarga Pak Ihsan dan Bu Indira. “Lila tidak mau memukulnya?” tawar Gio. “Malas Mas. Buat apa aku menyakiti tanganku hanya untuk memukul pria sepertinya,” jawab Lila. “Bagus. Jangan mau diajak balikan! Lebih baik kamu mencari pria yang lebih segala-galanya dari Elard,” ujar Gio dengan senyum mengejek. “Giorgio awas kamu!” seru Elard dengan menahan kesal dan nyeri di wajah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN