Tawaran Pernikahan

1501 Kata
Opa Reiga meminta maaf pada Kalila atas kegaduhan yang terjadi di meja makan tadi. Meski batal menikah dengan sang cucu tetap saja gadis cantik itu menjadi kesayangannya. Hubungan antara keluarga Al-Fathan dan Dirgantara sempat merenggang pasca batalnya rencana pernikahan Kalila dan Elard membuat Opa Reiga susah payah meminta maaf pada Pak Ihsan. Tak mudah menjinakkan seorang Ihsan Dirgantara ketika marah. Namun, berkat kegigihan Opa Reiga akhirnya hubungan kedua keluarga kini kembali harmonis. “Gapapa, Opa. Batal menikah saja Lila tetap tenang masak batal makan malam harus ngereyog sih,” ujar Kalila sembari bergelayut manja pada Opa Reiga. “Nak—” tegur Bunda Aisha. “Hehe, Lila udah nggak sedih lagi, Bun. Santai aja,” jawab Kalila. Eithan gemas dengan Kalila. Tangannya gatal ingin menarik kedua pipi chubby sahabatnya. Tapi, tidak bisa karena ada pawang Kalila di sekitarnya. Saat baru datang di kediaman Opa Reiga sikap gadis itu masih malu-malu. Sekarang sudah kembali ke setelah pabrik. Mulai berani bersikap manja dengan Opa Reiga dan Oma Hani. “Lila menginap saja ya malam ini. Nanti bobo-nya sama Bunda.” “Eh, jangan sekarang Bunda. Soalnya Lila lupa jemur pakaian yang sudah di cuci. Kalau dibiarkan besok baunya tak sedap.” “Kenapa nggak laundry saja?” “Biasanya juga laundry, Bun. Hari ini pengen cuci baju sendiri sekalian bersihin apartemen." Kalila mengatakan hal yang sebenarnya. Bukan sengaja berbohong agar tak dipaksa menginap oleh Bunda Aisha. Jika rajinnya muncul jangankan mencuci baju kotor, semua baju yang ada di lemari namun lama tidak dipakai ikut masuk kedalam mesin cuci. “Lila takut Bunda tiba-tiba datang ke apartemennya. Itu alasan dia rajin bersih-bersih. Kalau tidak gak mungkin dia rajin beberes,” cibir Eithan. “Mas Eithan gak boleh begitu,” sahut Oma Hani. Merasa ada yang membela, Kalila menjulurkan lidahnya ke arah sang sahabat, kemudian mengedipkan sebelah matanya dengan genit. Bagaimana Eithan tidak gemas melihat tingkah polah Kalila? Meskipun galak, tegas dan mandiri Kalila memiliki sisi manja yang hanya ditunjukkan pada orang terdekatnya saja. Dan, Eithan menjadi salah satu orang yang beruntung itu. “Mas Eithan suka membully Lila gara-gara gagal menikah. Kalau hari libur pasti datang ke apartemen untuk membahas pekerjaan, padahal Lila capek ingin istirahat, tapi enggak dikasih ijin,” rengek Kalila. Kini berganti bergelayut manja pada lengan Oma Hani. Oma Hani, Bunda Aisha dan Opa Reiga menatap tajam ke arah Eithan. Sungguh luar biasa sekali seorang Kalila. Tinggal merengek saja para tetua Al-Fathan langsung turun tangan untuk membelanya. “Mas, kamu ini suka sekali mengganggu Lila. Kasihan kalau hari libur masih disuruh ngurus kerjaan,” omel Bunda. “Kalau mau lembur ya lembur sendiri. Ngapain ajak Lila.” giliran Oma Hani yang bersuara. Sementara Opa Reiga mendesah kasar sembari menepuk punggung cucunya. “Mau caper lihat sikon lah Mas. Biarkan Lila menikmati hari liburnya dengan bersantai di apartemen. Semisal pengen ketemu datang saja dan bawakan makanan,” ungkapnya kemudian. Eithan meringis dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sejak kecil dia memang sering mengganggu Kalila. Karena gadis itu tak pernah menangis jika diganggu. Palingan hanya mencak-mencak sambil mengomel. Beberapa saat kemudian Opa Reiga berdehem cukup keras. Bertepatan dengan datangnya Elard di ruang keluarga. Pria itu baru selesai mandi dan kini terlihat segar tak seperti saat makan malam tadi. “Opa mau bicara apa?” tanya Oma Hani yang paham betul kebiasaan sang suami. “Soal pernikahan Eithan,” jawab Opa Reiga. Eithan yang namanya disebut langsung membelalakkan mata. Tak ada angin dan tak ada hujan tiba-tiba membahas tentang pernikahannya. “Oh, iya, Oma hampir saja lupa. Tadi Mas Eithan bilang pacaran dengan Kalila ‘kan ya?” Kalila membenarkan duduknya saat Oma membahas tentang sandiwara yang dilakukannya bersama sang sahabat. Gadis itu tak menyangka jika keluarga Al-Fathan akan menanggapinya dengan serius. “Mas Eithan betulan pacaran dengan Lila?” Bunda Aisha bertanya pada bungsunya dengan senyum mengembang. Saat ini di antara mereka ada Elard. Pantang bagi Eithan menjelaskan bahwa ucapannya tadi hanya sebuah candaan agar sang kakak cemburu. Bisa membesar kepala Elard jika sampai itu terjadi. Dan, pria itu akan kembali mengejar Kalila secara ugal-ugalan. Apalagi sekarang dia berada di Jogja dan menjadi CEO Kalelard. “Benar Oma Bunda. Kami memang sedang menjalani masa penjajakan,” jawab Eithan dengan yakin. Opa Reiga melihat ke arah Elard. Tumben cucunya itu tidak bereaksi seperti saat dimeja makan tadi. Terlihat tenang dan sibuk dengan ponselnya. “Lila yakin menjalin hubungan dengan Eithan?” tanya Opa Reiga. “Sangat yakin, Opa.” Kalila memberikan senyuman terbaiknya untuk para tetua Al-Fathan. Melihat Opa Reiga, Oma Hani dan Bunda Aisha secara bergantian. “Kalian berdua tidak muda lagi dan sudah waktunya menikah. Apakah Lila mau menikah dengan Eithan?” Pertanyaan Opa Reiga membuat ponsel yang ada di tangan Elard jatuh ke atas karpet. Dia pasti kaget karena sang adik yang memiliki kesempatan menikahi gadis yang dicintainya. Lain halnya dengan Eithan yang sedang mengulum senyum. Hatinya tengah berbunga-bunga mendengar pertanyaan dari Opa-nya. “Kalila belum bisa menjawab Opa. Bolehkah Lila meminta waktu untuk menjawabnya?” “Tentu saja boleh, Nak. Opa siap menunggu jawabanmu.” *** Kalila dan Eithan sedang cekikikan di sebelah mobil. Entah apa yang sedang mereka tertawakan hingga tak sadar dibelakang ada seseorang yang berjalan mendekat ke arah mereka. Keduanya pamit pulang karena sudah pukul 10 malam. Besok harus masuk kerja dan menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam Kalelard. Lebih tepatnya menunggu titah dari paduka Elard. Semua keputusan di kantor diambil alih olehnya. Bahkan Eithan saat ini tunduk dengannya. Namun hanya saat di Kalelard beda lagi jika diluar kantor. “Apa yang kalian lakukan di sebelah mobilku?” suara bariton Elard membuat kedua orang itu terlonjak kaget. Eithan pun menjawab, “Mobilku kehabisan bahan bakar.” “Terus?” tanya Elard dengan mengangkat sebelah alisnya. “Kita berencana ingin menumpang,” sahut Kalila. “Oke, kamu boleh menumpang. Tapi, tidak dengan dia—” jawab Elard dengan cepat. Kalila sudah menduga Elard akan menjawab begitu, untungnya ada rencana kedua yang telah dibuatnya, saatnya melakukan rencana yang mungkin agak gila. “Jika, Lila ikut aku harus ikut. Kami ini pasangan kekasih tak boleh dipisahkan,” ujar Eithan. “Hm, lagian apa susahnya mengantarku dulu setelah itu mengantar Eithan? Jarak apartemen dan rumah Eithan sangat dekat.” Kalila membantu sahabatnya untuk melancarkan rencana mereka. Elard menekan kunci mobil hingga berbunyi ‘Bip’ kemudian membuka pintu penumpang. Lalu meminta Kalila agar masuk lebih dulu. “Eithan saja yang duduk di depan.” “Masuk atau kalian akan aku tinggal di sini?” “Ya sudah, kalau begitu Eithan duduk di belakang. Masuklah—” Mendapatkan perintah dari Kalila membuat Eithan bergegas masuk ke dalam mobil sang kakak. Tanpa peduli dengan wajah kakaknya yang memberengut kesal. Setelah itu, barulah Kalila yang masuk. Duduk dengan nyaman di samping pengemudi. Brak ... suara pintu mobil tertutup. Elard sedikit berlari mengitari mobil. Membuka pintu lalu duduk dibalik kemudi. “Antar Kalila dulu baru aku,” titah Eithan. Tak ada jawaban dari Elard. Fokusnya hanya pada jalanan yang ada di depannya. Bahkan dengan Kalila yang ada di sampingnya saja seolah tak peduli. Sepanjang perjalanan hanya suara Eithan yang memenuhi mobil. Pria itu mengajak Kalila membahas perihal rencana liburan akhir tahun. “Jadi ke villa itu?” tanya Eithan. “Hm, aku sudah mendapatkan ijin dari Mama dan Papa.” “Aku akan menyusul di hari libur. Jaraknya tidak terlalu jauh jadi bisa pulang pergi.” Kalila menoleh ke belakang. Menatap sahabatnya sambil mendengkus kesal. “Mau apa nyusul? Jangan mengganggu rencana liburanku!” “Hanya ingin memastikan jika calon istriku dalam keadaan baik.” Cittt ... Elard mengerem mobilnya mendadak ke tepi jalan setelah mendengar ucapan Eithan. Untung saja Kalila memakai seat belt jadi aman tidak terbentur dashboard. Beda dengan Eithan yang jidatnya kepentok kursi yang diduduki oleh sang kakak. “Turun kalian!” usir Elard. Kalila dan Eithan saling pandang kemudian menatap ke arah si pemilik mobil. Lalu menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk dan berkata, “Aku yang turun?” Kesal dengan respon para penumpang mobilnya membuat kekesalan Elard bertambah. Dia pun turun dari mobil, membuka pintu di sebelah Eithan lebih dulu, kemudian beralih pada pintu di sebelah Kalila. “Teganya kamu, Kak. Menurunkan penumpang di pinggir jalan,” protes Eithan. “Katanya kakak yang baik tapi apa buktinya,” tambah Kalila. “Kayaknya dia mau menghampiri istrinya. Kangen mau minta jatah malam.” “Owh, begitu—” Kalila membulatkan mulutnya. “Kita pesan taksi online saja. Jam segini susah cari taksi yang lewat." Keduanya meninggalkan Elard yang masih berdiri di depan mobilnya. Kini dia menyesal telah mengusir Kalila. Padahal niat awalnya hanya akan mengusir adiknya. “Arrrggg! Sial sekali aku hari ini! Semua ini gara-gara wanita jalang9 itu. Viona kamu harus membayar semua kekacauan yang telah kamu ciptakan.” Dari kejauhan, Kalila melihat Elard yang sedang menjambak rambutnya sambil berteriak, senyumnya terbit tatkala berhasil memancing emosi mantan tunangannya. “Kamu pikir aku bercanda dengan ucapanku Elard? Mulai sekarang kamu akan mendapatkan balasan yang lebih dari yang kamu lakukan padaku,” gumam Kalila dengan senyum mengerikan, tatapan matanya mengarah pada Elard.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN