Allana menghela nafas panjang, sampai sekelebat bayangan ibunya hadir dan berkata " Ingat nak, seputus asa apapun dirimu, jangan sampai terfikir untuk bunuh diri, karena itu di murka Allah, yakinlah bahwa setiap masalah yang hadir kehadapan kita, pasti Allah menyelipkan solusi dibaliknya, hanya saja butuh waktu dan kesabaran serta tekad yang kuat untuk menemukan solusi tersebut, anak ibu pasti memiliki mental baja dan tidak mudah menyerah, ayo nak semangat perjalanan hidupmu masih panjang..." Allana tersentak dan secepat kilat tangannya memegang besi pagar balkon hotel itu.
Lalu dia terkulai lemas di kursi yang ada di balkon.
Allana kembali menangis sekencang-kencangnya, hatinya merasa pilu akan apa yang terjadi di hadapannya.
“Ibuu…kenapa aku harus terlahir ke dunia ini, jika pada akhirnya aku harus menerima kenyataan bahwa aku harus sehancur ini?!” Allana kembali menjerit sekuat-kuatnya.
" Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.!!! "
Dia menarik nafasnya yang terengah-engah karena kelelahan setelah menjerit berkali-kali. Dia merasa haus karena tenggorokannya terasa kering.
Lalu dia bangkit dan dengan langkah yang berat ia berjalan menuju bathroom kamar presiden suite itu.
Allana menatap sekeliling isi bathroom itu, semua terlihat mewah dan antik, ia termangu sejenak hingga akhirnya ia mengguyur tubuhnya, ia menyabuni tubuhnya dengan berulang - ulang kali, seolah jijik dengan kulit yang sudah tak suci lagi, kulit tubuh yang sudah ternoda. Allana terduduk lemas di lantai dibawah guyuran shower kamar mandi yang berdinding kaca, lalu ia berjalan menuju bath up yang sudah terisi air sabun, dan Allana masuk ke dalamnya menenggelamkan kepalanya yang terasa panas seperti ada kobaran api yang menempel diatas nya, kedalam bath up.
Allana membiarkan beberapa detik menenggelamkan kepalamya di dalam bath up, lalu ia mengangkat kepalanya dan mengatur nafasnya yang terengah - engah, hal itu ia ulang berkali - kali sampai ia benar - benar kehabisan tenaga dan tak sanggup melakukannya.
Dua jam lamanya berada di dalam bathroom serasa tak cukup untuknya membersihkan badannya, ia masih merasa kotor, ia menggosok tubuhnya hingga beberapa lecet dan perih terasa terkena air.
Allana tak kuasa menghentikan air matanya yang terus membanjiri pipinya seperti shower yang masih terus menyala mengguyur lantai dengan deras.
Waktu terus berlalu hingga akhirnya Allana di sisa tenaga yang tersisa ia bangkit dari dalam bath up, tubuhnya menggigil karena dingin dan bibirnya biru, perutnya yang keroncongan tak dihiraukannya.
sampai ia terusik oleh suara ketukan halus dari balik pintu kamar itu.
Dengan langkah tertatih, dan berpegangan dinding ia melangkahkan kakinya menuju pintu, berharap ia bertemu siapa gerangan pria yang telah berbuat sedemikian kejam terhadapnya.
Nasi telah menjadi bubur, Allana hanya butuh tetap hidup meski harus tersiksa sepanjang usianya.
Sesampainya di depan pintu, dengan bergetar ia memberanikan diri untuk membuka pintu di hadapannya, setelah membuka pintu, ada ruang kosong ternganga dihatinya, karena yang ada di hadapannya bukanlah pria yang bersama nya tadi malam, melainkan hanya seorang room boy hotel berbintang yang membawa menu makanan untuknya.
Diatas troley terlihat semua menu terasa nikmat jika kondisinya tak seperti ini, tapi untuk saat ini jangankan makan menu yang ada di hadapannya, bernafas pun enggan rasanya bagi Allana karena tragedi yang telah ia terima, di tambah ia tak mengetahui telah berbuat dengan siapa.
Setelah room boy itu pergi, Allana segera mengemasi barangnya dan meninggalkan kamar hotel itu dengan mengabaikan tumpukan uang ratusan ribu yang berada di amplop.
Uang yang baginya sulit di dapatkan akhir - akhir ini tak lagi menarik baginya, karena semua menjadi gelap, segelap hatinya saat ini.
Langkahnya terhuyung - huyung mencari lift turun, Allana tak menghiraukan orang - orang yang berada di dalam lift bersamanya saat ini menatapnya dengan tatapan sinis, ia hanya menyandarkan tubuhnya di dalam lift untuk sedikit menopang agar tak terjatuh.
Setelah pintu lift terbuka, ia membiarkan semua orang keluar, lalu ia melangkahkan kaki menuju jalanan, meninggalkan hotel dengan kenangan paling menyakitkan yang pernah ia alami.
Jalanan siang itu mulai ramai, karena jam telah menunjukkan pukul 12.00, saatnya orang keluar mencari makan untuk mengisi perut, sedangkan dirinya dari pagi belum ada sedikitpun masuk ke dalam perutnya.
Hatinya yang hancur lebur membuatnya tak memikirkan urusan perut.
Setelah lama terbengong dan hampir menjadi korban penabrakan para pelintas, Allana akhirnya tersadar dan ia menyetop taxi yang melintas di hadapannya, ia memutuskan untuk kembali kerumah kontrakan yang tak jauh dari kampusnya, guna mempermudah aktivitas belajarnya dalam menimba ilmu mengejar impian menjadi seorang pengacara.
Sepanjang perjalanan air matanya tak henti mengalir dari matanya, meskpun tak bersuara tapi air mata itu terus saja memaksa keluar dan tak terbendung.
Tangisnya membuat sang pengemudi taxi sesekali melirik kearahnya melalui kaca spion, terlihat jelas dari sang sopir yang menatapnya dengan penuh rasa iba.
Taxi yang membawanya dari tempat paling mengerikan itu akhirny tiba di depan rumah kontrakannya, Allana dengan sedikit kesusahan karena sisa tenaganya telah menipis, akhirnya ia mampu menuruni taxi dan membayar taxi yang di tumpanginya.
Ia berjalan menuju pagar sembari tangannya sesekali mengelap air mata yang membasahi pipi.
Dengan sisa kekuatan yg dimilikinya, dia membuka pagar rumah kontrakannya dan melihat motor matic miliknya terparkir rapi dihalaman rumahnya.
Dia berfikir keras memecahkan pertanyaan yang membuat kepalanya seperti mendapat tumpukan batu hingga membuat kepalanya terasa berat.
" Kalau tidak menggunakan motor, lalu dengan siapa aku pergi ke hotel? Mengapa aku tak ingat satupun kejadian yang menimpaku tadi malam? Sampai aku tiba di hotel. Setidaknya aku ingin tahu pria mana yang telah dengan kejam merenggut keperawananku? " Jeritnya dalam hati setelah ia sampai dikamar.
Allana menghempaskan tubuhnya yang lemah keatas kasur sederhana di rumah kontrakannya, saat ini dia tak berniat sama sekali untuk kuliah, padahal saat ini dia tengah ujian semester, dia merasa semua akan percuma di jalani, yang dia harapkan saat ini dia mati tanpa harus bunuh diri, agar tidak memikirkan semua hal buruk yang baru saja terjadi dengannya.
“Otakku terlalu lelah Tuhan! Boleh aku mati saja, tanpa harus bunuh diri? Ataukah ada cara aku berpindah ke dunia lain seperti dalam cerita n****+ atau drama? Kembali ke seribu tahun lalupun aku tidak masalah, disana aku akan lebih mawas diri salam menjaga kesucianku sebagai seorang wanita. Tuhan! Tolonglah aku, bantu aku keluar dari permasalahan ini, otakku terlalu kecil untuk berfikir sebanyak ini. Biarkan aku mengembara dalam kehidupan purbakala. Aku ikhlas, asal aku dapat menjaga harga diriku.”