Flashback (membuktikan jika dirinya bisa sebaik saudara kembarnya)

1367 Kata
Saat Pramuditya dan Aline secara bersamaan menatap ke arah pintu. Tidak lama kemudian. Pintu itu pun terbuka dan suara pintu itu berderit cukup keras, membuat Aline dan Pramuditya langsung penasaran dan ingin mengetahui, siapa yang datang ke kantor Pramuditya. Hingga, tidak lama kemudian. Akhirnya, muncullah sosok pria tampan dengan pakaian kurang rapi. Dua kancing kemejanya terbuka dengan dan jas hitam tergantung di tangannya. Pria itu pun tersenyum gembira saat dia melihat sosok ibunya, yang ternyata ada di dalam ruang kerja kakeknya itu. "Mama!" Panggil pria itu yang tidak lain orang yang baru selesai dibicarakan oleh Aline dan juga Pramuditya sebelumnya. "Akhirnya dia datang juga!" Gerutu Pramuditya dengan suara kecil saat melihat sosok cucunya yang nakal dan selalu membuat dirinya kesal setiap hari. Sementara itu, Aline langsung terkejut ketika dia melihat sosok salah satu putranya yang baru saja dia bicarakan dengan ayahnya itu " Andra! Kamu …." Aline menatap wajah putranya yang tersenyum gembira dan dia pun berjalan secepatnya, untuk datang menghampiri Aline. "Ma!" Panggilnya lagi, lalu setelah itu, dia pun langsung memeluk ibunya. "Hmmm … Mama! Kenapa mama tidak memberitahu aku, kalau mama mau ke sini? Apakah mama sedang membuat kejutan untukku?" Tanya Dylandra sambil tertawa gembira dan memeluk erat ibunya dengan penuh kasih sayang. Aline tidak bisa menjawabnya dan dia hanya diam sambil membalas pelukan putranya itu. Hingga, tanpa disengaja. Dylandra tiba-tiba saja, telah melihat makanan yang tersusun rapi diatas meja kerja kakeknya itu. "Wah! Mama sengaja datang ke sini, pasti khusus untuk membawa makan siang untuk aku kan? Ya kan?" Tanya Dylandra yang langsung duduk di samping Aline dan meraih sendok untuk mencicipi masakan ibunya itu. "Wah! Ini enak sekali! Mama … Memang paling hebat! Aku selalu menyukai masakan mama dan aku … Aku semakin menyayangimu ma," ucap Dylandra sambil tertawa menikmati setiap rasa dari makanan yang masuk, ke dalam mulutnya dan menunjukkan rasa bersalah sama sekali. Dia menikmatinya dan tak peduli dengan tatapan kesal dari kakeknya yang kini, hanya bisa menahan kesal di dalam hatinya. Sedangkan Aline dan Pramuditya saling bertukar pandang dan keduanya menghela napas pendek secara bersamaan. "Andra! Kamu darimana saja? Kenapa tugas yang kakek berikan, tidak kamu kerjakan?" Tanya Pramuditya sambil menahan amarah di dalam hatinya. Dylandra pun melihat ke arah Pramuditya, lalu tersenyum kepadanya. "Ahhh … Itu kakek! Aku … Aku tadi ada acara bersama Nevan, jadi aku … Lupa mengerjakannya," jawab Dylandra dengan entengnya. Mendengar itu, Pramuditya segera mengepalkan tangannya dan masih berusaha untuk menahan amarahnya. "Benarkah itu? Bukankah kamu pergi ke tempat hiburan bersama dia dan menghabiskan waktu bersama wanita-wanita menjijikan itu?" Ucap Pramuditya yang langsung berdiri tegak saat itu juga. Dylandra terdiam sejenak dan dia menganggukkan kepalanya. "Benar! Kakek kenapa bisa tahu? Apakah kakek juga datang ke sana? Tapi kenapa aku tidak melihat kakek tadi di sana. Apakah kakek …." Dylandra menghentikan ucapannya dan dia langsung tersenyum dengan bangganya dan tidak ada jejak rasa bersalah dari dirinya sama sekali. Melihat itu, Pramuditya semakin marah dan rasanya dia ingin menampar cucunya yang menyebalkan itu. Namun, Aline segera menengahi agar ayahnya tidak terbawa emosi dan akan berbahaya untuk kesehatannya juga. "Andra ! Kamu kenapa tidak pernah serius saat bekerja dan kamu … Kamu jangan menyulitkan kakek kamu. Lihat! Kakek kamu sudah tua dan harusnya kamu menjaganya, jangan seperti ini," ucap Aline yang mulai memarahi putranya yang nakal itu. Dylandra pun menghentikan kunyahannya dan menatap ke arah Aline. "Ma! Aku kan sudah mengatakan, kalau aku tidak mau bekerja dan aku … Aku bukan Dannis yang baik hati dan rajin itu! Jadi, berhenti membuat aku yang harus sama seperti dia. Karena aku dan dia itu berbeda! Walaupun wajah kami mirip dan mendekati sama. Tapi kami ini orang yang berbeda! Jadi cukup jangan buat aku harus sama seperti dia!" ucap Dylandra yang kembali membantah ucapan ibunya itu. Mendengar itu, Aline segera menundukkan kepalanya dan dia merasa jika, Dylandra memang sudah sangat keterlaluan. "Kamu salah faham, Andra! Mama dan kakek tidak pernah berpikir untuk kamu yang harus sama dengan Dannis. Mama dan kakek hanya ingin kamu lebih dewasa dan juga harus bertanggung jawab, minimal terhadap diri kamu sendiri. Tapi … Kalau kamu berpikir seperti itu, maka …." Aline pun menatap ke arah Pramuditya dan berkata kepadanya. "Pa! Awalnya aku merasa tidak rela. Tapi melihat sifatnya seperti ini, aku pun menyerah. Silahkan papa lakukan saja padanya," ucap Aline yang setelah itu, bangun dari posisi duduknya, lalu meraih tasnya dan pergi meninggalkan ruangan itu dengan hati yang sangat terluka. "Pa! Aku pergi dan jangan lupa habiskan semua itu," ucap Aline yang langsung pergi tanpa bicara sepatah kata pun kepada Dylandra, bahkan melihatnya saja dia tidak mau. Melihat itu, Dylandra yang masih memegang sendok pun, langsung menjatuhkannya. "Mama! Apakah Mama marah padaku?" Tanya Dylandra yang segera bangun dari tempat duduknya dan dia pun hendak mengejar Aline, tapi dia segera di tahan oleh Pramuditya. "Andra! Jangan dikejar lagi! Mama kamu marah dan pasti dia tidak mau bicara dengan kamu! Jadi … Percuma saja jika kamu bicara dengannya saat ini," ucap Pramuditya sambil memegang lengan Dylandra Mendengar itu, Dafkan segera menatap ke arah Pramuditya dan bertanya padanya. "Kenapa? Kenapa mama bisa marah padaku? Apakah ucapan aku tadi … Ahh! Pasti sangat keterlaluan! Bodoh! Aku mengapa sangat bodoh! Bisa mengucapkan kata-kata yang bisa membuat mamah marah seperti ini!" Ucap Dylandra yang berubah menyalahkan dirinya sendiri. Setelah itu, Dylandra yang sudah gusar karena takut Aline tidak menyayangi dirinya lagi pun, segera menatap Pramuditya dan bertanya kepadanya. "Kakek! Kalau mama marah, bagaimana ini? Apakah Mama akan membenci aku untuk selamanya dan Dannis? Apakah Mama hanya akan menyayangi dia saja?" Tanya Dylandra yang mulai memikirkan hal yang tidak masuk akal. Mendengar itu, Pramuditya langsung memiliki sebuah ide untuk menakuti Dylandra dan mungkin bisa mengubahnya jadi lebih baik. Pramuditya pun mendekati Dylandra yang masih dalam keadaan gelisah dan untuk pertama kalinya, Pramuditya melihat cucunya yang nakal itu bisa terlihat khawatir seperti itu. "Ahemm! Andra, mama kamu marah karena sifat kamu yang seperti ini dan dia juga tidak pernah membandingkan kamu dengan Dannis. Walaupun dia … Memang jauh lebih baik dari kamu," ucap Pramuditya. Mendengar itu, Dylandra langsung menoleh ke arahnya dengan bibir cemberut. "Kakek! Jangan membuat aku semakin sedih. Tolong jangan mengatakan hal-hal tentang Dannis, karena aku tahu kalau aku tidak bisa seperti dia," ucap Dylandra dengan nada sedih. "Tapi mama selalu menerima aku selama ini dan mama tidak pernah menyalahkan aku. Tapi sekarang, mama … Ahhh! Mama …." Dylandra semakin terlihat muram, karena dia takut kalau Aline tidak menyayangi dirinya lagi. Karena dari semua kenakalan yang dilakukan Dylandra, karena dia adalah orang yang sangat manja terhadap ibunya dan baginya, ibunya adalah satu-satunya orang yang paling dia cintai. Sementara itu, Pramuditya menahan tawanya, karena akhirnya dia bisa menemukan kelemahan dari cucunya yang selama ini terus menyulitkan dirinya. "Ahem! Andra, kalau kamu mau membuat mama kamu tidak marah. Kamu bisa membuktikan padanya kalau kamu bisa dibanggakan sama seperti Dannis, kakak kamu itu," ucap Pramuditya. Mendengar itu, Dylandra yang muram pun menatap ke arah kakeknya dan bertanya kepadanya. "Apa itu kakek? Bagaimana caranya aku bisa membuktikan kalau aku bisa membuat mama bangga?" Tanya Dylandra dengan serius. Pramuditya pun terdiam sejenak dan dia menceritakan semua rencana dia yang akan mengirimkan Dylandra ke salah satu kota di pulau Sumatera dan bersama orang-orang dari bagian kemiliteran, Dylandra akan bergabung untuk menyelidiki sebuah kasus yang sangat sulit dipecahkan itu. Mendengar itu, Dylandra awalnya sangat menolak karena dia harus meninggalkan semua kebahagiaan dia selama di Jakarta. Tapi, mengingat ibunya yang merajuk. Dylandra pun memiliki tekad kuat, ingin menjadi kebanggaan ibunya dan bisa sejajar dengan kakaknya yang hebat itu. Hingga akhirnya, Dylandra pun menyetujuinya dan rencana keberangkatan itu pun dilakukan secepatnya dan waktu pun berjalan sangat cepat. Dylandra pun pergi meninggalkan Jakarta, keluarganya, kesenangannya dan juga kebahagiaan yang selama ini dia dapatkan dan dari sinilah, perjalanan Dylandra untuk bisa menjadi kebanggaan ibunya pun dimulai. "Ma! Aku akan membuktikan jika aku ini adalah putra yang bisa kamu banggakan dan bukan hanya Dannis saja yang bisa membuat semua orang bangga. Tapi aku juga … Aku juga bisa membuat mama bangga kepadaku," ucap Dylandra saat dia pergi meninggalkan Jakarta dan memulai kehidupan barunya sebagai anggota militer di sebuah pulau terpencil daerah Sumatera dan letaknya tepat di perbatasan antara negara Indonesia dengan negara tetangga yang jaraknya sangat dekat itu. Hingga, saat waktu itu pun tiba.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN