Beberapa hari kemudian.
Di dalam kediaman keluarga Adhitama.
"Hiks … Hiks … Daf! Kamu hati-hati di jalan!" Ucap seorang wanita tua yang sedang memeluk cucunya dengan perasaan enggan untuk berpisah dengannya.
Dia adalah Andara, nenek dari Dafkan dan juga ibu kandung Aline yang saat ini, tidak rela melepaskan salah satu cucunya untuk pergi meninggalkan rumah bahkan Jakarta tempat dia dia lahirkan.
Karena, Sudah tiba waktunya, saat Dafkan harus pergi dan dia pun berpamitan untuk terakhir kalinya kepada ibunya yang paling dia sayangi.
"Ma! Aku pergi dulu! Doakan semoga aku bisa menyelesaikan semuanya dan bisa membuat mama bangga," ucap Dafkan sambil memeluk erat Aline.
Aline pun menitikkan air matanya dan menjawabnya.
"Hati-hati di sana, ya Daf! Kamu harus sering menghubungi mama jika sudah berada di sana dan jangan lupa … Untuk terus menjaga kesehatan kamu," ucap Aline sambil mengusap air matanya, dia tidak mau Dafkan sedih dan mengkhawatirkan dirinya saat dia berada jauh darinya.
Dafkan pun melepaskan pelukannya dan menatap wajah ibunya yang sudah sembab oleh air mata.
"Iya ma! Aku akan sering-sering menghubungi mama dan mama juga jaga kesehatan mam di sini!" Jawab Dafkan dengan tatapan sedih, karena ini pertama kalinya dia harus berpisah dari ibunya, karena selama ini, dia anak paling yang dimanja oleh ibunya dan sifatnya benar-benar terbalik dari saudara kembarnya yaitu Dannis.
Aline pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya ketika mendengar ucapannya Dafkan.
"Tentu saja! Mama akan menjaga kesehatan mama sampai kamu kembali Daf," jawab Aline yang akhirnya tersenyum bersama dengan Dafkan.
Sedangkan Darren, dia menatap tajam putranya dan segera menarik Aline dari pelukan putranya itu.
"Cukup! Jangan terlalu lama memeluk mama kamu! Lebih baik kamu pergi sekarang juga dan ingat! Jangan terlalu sering mengganggu mama kamu!" Ucap Darren dengan tatapan tidak suka dan terlihat jika, dia masih menunjukkan perasaan cemburu terhadap putranya yang manja itu.
"Eh! Papa kenapa papa berkata seperti itu? Aku kan mau pergi! Kenapa papa bisa sekejam itu padaku?" Keluh Dafkan kepada ayahnya.
Membuat Dannis saudara kembarnya langsung tertawa kecil saat mendengarnya.
"Puft! Dafkan apakah kamu sudah lupa dengan sifat papa kita ini?" Ucap Dannis yang membuat Dafkan segera memutar bola matanya ke arah saudara kembarannya.
"Aku tahu! Dan sangat hafal dengan sifat buruknya itu! Hissttt … Jika aku bisa memilih, aku ingin sekali mengganti papa dengan om …." Belum selesai Dafkan bicara, Darren segera memukul lengannya.
"Tutup mulut kamu! Berani sekali kamu mengatakan itu di depan ayah kamu sendiri! Dasar anak durhaka! Cepat pergi! Papa sudah muak melihat wajah kamu itu!" Ucap Darren dengan tatapan kesal tapi itu terlihat sangat lucu, membuat Pramuditya, Aline dan yang lainnya tertawa saat mendengarnya.
Sedangkan Dannis langsung mengeluh setelah itu.
"Pa! Kalau papa muak dengan wajah Dafkan, berarti papa juga muak dengan wajahku, karena wajah kami ini kan … Hampir sama," keluh Dannis sambil menahan tawanya.
Mendengar itu, Darren segera memutar matanya dan menatap dingin ke arah Dannis.
"Kamu tidak perlu mengeluh, karena itu takdir kamu kenapa harus memiliki wajah yang mirip dengan anak kurang ajar ini! Jadi … Nikmatilah penderitaan kamu itu sendiri," jawab Darren dengan nada menyebalkan.
Membuat Dannis menghela napas kecewa.
"Ya! Harusnya aku menyalahkan papa mengapa dulu saat membuat kami dengan cetakan yang sama, jadi aku … Ya! Aku harus menyalahkan papa yang …." Belum Dannis selesai bicara, Aline segera menyelanya.
"Sudah cukup! Kenapa jadi membahas tentang wajah kalian yang sama! Dan juga kamu … Apakah kamu tidak bisa menjaga mulut kamu sedikit saja Darr! Bahkan putra kamu sendiri saja, kamu berkata kasar seperti itu!" Ucap Aline sambil menatap ke arah Darren dengan tatapan marah.
Membuat Darren ketakutan saat itu juga dan seketika wajah galak sebelumnya hilang begitu saja.
"Ahhh … Sayang! Maafkan aku! Tadi itu aku hanya bercanda! Ya, hanya bercanda saja!" Ucap Darren sambil tertawa bodoh, untuk menghibur Aline.
Membuat Dafkan yang awalnya sedih langsung tertawa saat itu juga.
"Hahahahaha … Tuh kan! Sagalak dan sekejam nya papa kita, dia masih takut dengan mama yang sudah marah kepadanya!" Ucap Dafkan sambil menepuk bahu saudara kembarnya dan mereka berdua tertawa bersama.
Sehingga, suasana di dalam rumah itu kembali ceria dan kebahagiaan benar-benar menyelimuti rumah itu.
Namun, hari ini ada sedikit kesedihan, karena harus melepaskan salah satu anggota keluarga demi kebaikan nya dan mendidik dirinya agar menjadi anak yang lebih bertanggung jawab dan mandiri serta bisa meneruskan pekerjaan kakeknya kelak.
Tidak lama kemudian, setelah itu.
Dafkan yang sudah siap pun sudah tiba saatnya untuk pergi dan dia pun berpamitan sekali lagi, lalu dengan berat hati tapi memiliki tekad kuat ingin membuat ibunya bangga pun, Dafkan pun pergi meninggalkan Jakarta dan terbang menuju Batam untuk memulai petualangan yang sudah menunggunya dan tanpa Dafkan ketahui, jika mulai saat ini dia akan menemukan semua hal yang tidak pernah dia temukan selama hidupnya di Jakarta dan di sinilah juga, dia akan bertemu dengan wanita yang sudah di takdirkan oleh Tuhan untuknya.
"Selamat tinggal Jakarta! Selamat tinggal kita yang membuat aku bahagia, semoga setelah selesai aku dengan misi ini, aku bisa kembali dengan baik dengan membawa rasa bangga untuk mama, agar mama tidak perlu bersedih lagi. Juga untuk kakek … Semoga aku bisa membuat kakek bangga dan bisa menyelesaikan banyak kasus saat sudah kembali nanti," ucap Dafkan sambil menghela balas panjang dan setelah itu, dia pun pergi meninggalkan rumahnya.
Lalu, setelah satu jam.
Dia sampai di bandara dan secepatnya naik pesawat bersama dengan rekan kakeknya yang akan mengantar dia ke tempat, di mana dia akan menyelesaikan misi terbesarnya dan Dafkan diceritakan banyak hal untuk melatih mental serta kemampuannya saat di tempat itu.
Namun, ternyata.
Berita buruk pun datang.
Pesawat yang ditumpangi Dafkan mengalami kecelakaan yang membuat semua anggota terkejut, begitu pula dengan Aline yang langsung pingsan saat mendengar kabar jika, kecelakaan pesawat itu sudah menewaskan putra nya.
"Tidak! Tidak mungkin! Tidak mungkin putraku meninggal! Tidak … Mungkin!" Teriak Aline dengan suara histeris dan dia terus menangis sampai tubuhnya lemah dalam pelukannya Darren.
"Sayang! Bangun sayang! Aku yakin jika Dafkan baik-baik saja! Dia … Dia pasti baik-baik saja!" Ucap Darren yang terus menghibur istrinya yang kini masih terus menangisi salah satu putra nya.
"Sayang! Percaya padaku! Dafkan pasti baik-baik saja! Dia … Dia pasti baik-baik saja dan aku … aku sudah menyuruh orang untuk terus mencari keberadaan Dafkan! Dia pasti …." Darren menghentikan ucapannya dan melihat ke arah Dannis sang kakak kembarannya Dafkan yang melangkah masuk dan dia terlihat kuyu sekali.
"Ma … Pa! Belum ada berita tentang adikku dan aku merasa kalau …." Dannis memegang dadanya dan dia merasakan jika saudara kembarnya baik-baik saja.
"Ma! Jangan menangis lagi! Aku … Aku sebagai saudara kembarnya merasa kalau … Kalau Dafkan pasti baik-baik saja! Mama tahu kan kalau aku dan Dafkan adalah saudara kembar identik dan apapun yang terjadi, kami akan saling merasakan satu sama lainnya dan aku yakin sekali, kalau dia pasti baik-baik saja!" Ucap Dannis yang kemudian mendekati ibunya yang masih menangis.
Aline pun perlahan menghentikan tangisannya dan dia pun segera memeluk Dannis saat itu juga.
"Semoga saja yang kamu katakan itu benar Dan! Mama sungguh berharap kalau adik kamu dalam keadaan baik-baik saja dan dia bisa kembali dengan selamat! Mama … Mama menyesal sudah mengizinkan dia pergi! Jika tahu seperti ini, mama tidak akan memberi izin dan membiarkan dia tetap membuat masalah seperti itu! Hiks … Hiks … Dan! Mama sungguh sangat menyesal, mama sungguh sangat menyesal!" Ucap Aline yang terus menangis dalam pelukan Dannis dan saat ini Dannis adalah obat baginya agar tetap berpikir positif jika Dafkan pasti baik-baik saja.
Sedangkan Darren.
Dia saat ini tidak ada waktu untuk cemburu dan dia segera mengambil ponselnya untuk mencaritahu kabar tentang salah satu putra nya dengan harapan jika putranya itu baik-baik saja.