Flashback (Dylandra si pembuat masalah)

1349 Kata
Jakarta. beberapa hari sebelum Dylandra pergi. Di sebuah kantor firma hukum terletak di pusat ibu kota. Seorang pria paruh baya sedang menatap layar ponselnya dengan tatapan penuh amarah dan saat itu pula, pria paruh baya itu pun memukul meja dengan kerasnya. "Arrghhh! Dylandra Adhitama!" Teriak seorang pria paruh baya dengan suara keras, sampai bergema di dalam ruangan itu. "Anak sialan! Kenapa dia tidak menyelesaikan pekerjaan yang saya berikan? Dia malah … Malah pergi ke tempat busuk itu lagi!" Teriak pria paruh baya itu dan tidak lain adalah Pramuditya yang berteriak marah, saat melihat cucunya yang bernama Dylandra Adhitama malah tidak melakukan tugas yang diberikan olehnya dan dia malah pergi ke tempat karaoke untuk bersenang-senang dengan para wanita dan juga teman sehidup sematinya. Sementara itu, pria yang memberi laporan itu pun berkeringat dingin dan dia merasa sangat ketakutan saat melihat bis besarnya sedang meraung marah itu. "Pak! Sa … Saya … Saya …." Pria itu tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun lagi, karena dia merasa sangat takut dengan Pramuditya yang sedang marah besar dan suasana ruangan itu terasa sangat mencekam. Hingga. Namun. Tiba-tiba saja. Terdengar suara pintu terbuka dan itu membuat suasana itu sedikit lebih mencair. Semua mata pun tertuju ke arah pintu, sampai tidak lama kemudian. Krekkkk …. Pintu pun terbuka dan muncullah seorang wanita yang berjalan masuk dengan senyumannya yang membuat tempat itu langsung mencair dari suasana mencekam itu. "Selamat siang! Apakah aku sedang mengganggu kalian?" Tanya wanita itu yang tidak lain adalah Aline. Melihat kehadiran putri kesayangannya. Pramuditya yang sudah terbakar api amarahnya pun, langsung tersenyum saat melihatnya. "Aline, kenapa kamu ke sini? Apakah kamu mencari putra kamu, Andra?" Tanya Pramuditya sambil tersenyum ke arah Aline yang kini, sedang berjalan untuk menghampiri dirinya dan Aline segera menggelengkan kepalanya. "Tidak pa! Aku ke sini hanya ingin mengunjungi papa dan memastikan kalau keadaan papa baik-baik saja," jawab Aline sambil menaruh tas berisi kotak makan siang di atas meja kerja Pramuditya. "Oh ya! Aku membawakan makan siang untuk papa dan juga Andra," ucap Aline sambil membuka tas itu dan mengeluarkan satu persatu kotak berisi makanan kesukaan ayah dan juga putranya itu. Pramuditya yang awalnya terlihat sangat suram, berubah menjadi tersenyum gembira karena putrinya begitu menyayangi dirinya, terlebih dia harus sering berebut perhatian dengan Darren, yang selalu menjadi penghalang baginya. "Aline, siapa yang memasak? Apakah ini kamu ataukah mama kamu?" Tanya Pramuditya sambil tersenyum sendiri. Aline pun melihat ke arah ayahnya dan membalas senyuman ayahnya itu. "Ada masakan mama dan juga masakan aku. Tapi untuk papa, masakan mama paling istimewa yang dibuat khusus dengan cinta," ucap Aline sambil terkekeh sendiri. Pramuditya pun ikut tertawa bersama dengan Aline dan suasana ruangan itu berubah dengan penuh keceriaan dan para pegawai yang tadi sempat terkena amarah Pramuditya, menghela napas lega dan menganggap jika Aline adalah malaikat penyelamat bagi mereka. "Nyonya Aline dan pak Pram, sepertinya kehadiran kami di sini sudah tidak dibutuhkan. Jadi … Bolehkah kami pamit untuk undur diri?" Ucap pria itu dengan sopannya. Aline pun menganggukkan kepalanya. "Silahkan! Ini sudah masuk jam makan siang, kalian juga harus makan siang dan jangan sampai telat ya!" Ucap Aline yang membuat semuanya semakin mengagumi kelembutan serta kebaikan seorang Aline, tapi ketika mengingat tentang Dylandra yang sering membuat kacau serta kerusuhan di kantor itu, mereka langsung merinding sendiri dan menganggap jika, Dylandra tidak pantas menjadi anaknya Aline. Walaupun kenyataannya dia memang anak kandungnya. Setelah itu, mereka pun pergi dan meninggalkan Pramuditya berdua dengan Aline di dalam ruang kerjanya. "Mereka sudah pergi! Tapi mengapa di sini hanya ada papa saja? Di mana Andra? Kenapa dia tidak terlihat sama sekali?" Tanya Aline sambil melirik ke sekitar ruangan itu. Pramuditya pun menghela napas panjang dan memberikan ponsel miliknya kepada Aline. "Anak sialan itu! Dia terus membuat papa sakit kepala. Rasanya kalau terus seperti ini, papa ingin sekali menukar Dylandra dengan Dannis saja deh!" Ucap Pramuditya yang sudah hampir menyerah dengan cucunya yang nakal dan sulit diatur itu. Aline pun ikut menghela napas panjang dan dia juga mengerti perasaan ayahnya itu. "Pa! Kalau papa menginginkan itu, papa bicara saja dengan Darren. Mungkin dia mau membantu papa untuk mendidik Andra. Karena, aku juga sudah bingung harus bagaimana lagi," jawab Aline yang menghela napas berkali-kali bersama dengan Pramuditya. "Darren! Dia itu malah mendukungnya! Malah dia mengatakan Dylandra itu adalah gambaran dia semasa mudanya! Ya Tuhan! Aline, papa bisa terkena serangan jantung mendadak kalau Dylandra terus menerus seperti ini!" Ucap Pramuditya sambil memijat dahinya. Sedangkan Aline, dia juga tidak bisa menjawab apapun karena dia juga kewalahan mengurus sikap salah satu Putranya yang terlalu bebas itu. "Lalu, apa rencana papa agar Andra bisa berubah? Minimal kalau dia tidak bisa seperti Dannis, setidaknya dia lebih dewasa dan bertanggung jawab. Jadi … Aku juga bisa merasa lebih tenang dan tidak harus merasa cemas seperti ini," ucap Aline sambil mengelus dadanya. Pramuditya pun terdiam sejenak dan dia tiba-tiba saja mengingat temannya yang bekerja di bagian militer. "Sepertinya ada hal yang bagus untuk mendidik dia," jawab Pramuditya sambil meraih ponselnya. Aline mengerutkan alisnya dan bertanya padanya. "Apa itu pa? Apakah itu berbahaya untuknya?" Tanya Aline dengan serius. Pramuditya pun tersenyum sambil menyentuh telapak tangan putrinya itu. "Tidak berbahaya, hanya saja … Bisa membuat dirinya menjadi lebih dewasa, mandiri dan menghargai orang lain. Jadi papa memiliki sebuah ide untuk …." Pramuditya menghentikan ucapannya dan dia melihat ke arah ponselnya yang menemukan nama temannya yang sudah menjadi veteran di bagian militer. "Papa akan mengirim Dylandra untuk membantu kemiliteran dengan menyelidiki sebuah kasus yang cukup sulit," ucap Pramuditya dan dia pun segera menghubungi temannya itu dan tidak lama kemudian. Panggilan itu pun di jawab olehnya. Sedangkan Aline, dia merasa perasaannya sedikit tidak rela kalau harus berpisah dengan salah satu putranya. Walaupun Dylandra itu nakal dan sulit diatur, tapi Dylandra sangat manja dengannya dan itu pasti, akan mempengaruhi suasana hatinya ketika Dylandra pergi meninggalkan dirinya. "Pa! Apakah itu tidak terlalu berlebihan?" Tanya Aline sambil menatap ayahnya yang sedang bicara dengan temannya itu. Pramuditya pun menatap ke arah Aline sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak berlebihan! Ini bagus untuk mendidik dia dan kamu harus merelakannya," jawab Pramuditya dan dia kembali bicara dengan temannya untuk melanjutkan rencananya, yaitu mengirim Dylandra untuk bergabung bersama anak buahnya yang kebetulan sedang menyelesaikan kasus yang cukup sulit. Yaitu penyelendupan barang-barang terlarang dan jalur rahasia yang sulit mereka temukan, karena orang-orang yang sedang diselidiki ini termasuk dalam golongan yang sangat sulit dan bantuan dari Dylandra mungkin bisa membuat kasus itu, bisa mereka selesaikan secepatnya. Setelah selesai bicara dengan temannya, Pramuditya pun mengakhiri panggilan itu dan kembali menatap ke arah Aline yang sedang menunggunya. "Aline, papa sudah meminta bantuannya dan secepatnya, Dylandra akan papa memperkenalkannya dengan teman papa itu dan juga, anggap saja kalau ini bukan sebuah hukuman tapi agar dia bisa berguna untuk negara ini dan semoga, dia bisa berubah menjadi lebih baik, jadi … Kamu tidak perlu merasa khawatir lagi," ucap Pramuditya yang berusaha menenangkan putrinya itu. Aline pun menganggukkan kepalanya dan dia menyetujui apapun yang direncanakan ayahnya, karena dia tahu. Semua itu demi kebaikan putranya sendiri. "Baiklah pa! Demi kebaikan Andra! Aku … Aku akan berusaha untuk merelakan dia pergi dan tidak akan bersedih! Ya, aku tidak akan bersedih pa!" Ucap Aline sambil mengusap air matanya. Membuat Pramuditya merasa tidak tega ketika melihat putrinya menangis. "Aline! Kamu … Kamu kalau tidak setuju, bisa …." Belum selesai, Pramuditya bicara, Aline segera menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa pa! Aku baik-baik saja! Biarkan Andra pergi dan tenang saja masih ada Dan di sisiku. Jadi jika aku merindukan Andra, bukankah ada Dannis di rumah," ucap Aline yang berusaha tersenyum di depan ayahnya. Membuat, Pramuditya tidak bicara lebih banyak lagi. "Baiklah! Kalau itu sudah menjadi keputusan kamu, papa tidak akan memaksa lagi dan … Kalau begitu, kamu … Apa yang mau kamu lakukan sekarang? Apakah kamu mau menyusul Dylandra atau …." Pramuditya menatap wajah putrinya dengan tatapan yang sangat dalam. Aline pun segera menjawabnya. "Aku mau pulang dulu, pa! Aku harus mengatakan semuanya kepada Darren dan membantu Andra, untuk mengemas barangnya," ucap Aline yang hendak pergi meninggalkan ruang kerja ayahnya Namun, tiba-tiba saja. Belum Aline sempat menekan knop pintu. Pintu itu pun terbuka dan membuat Aline dan Pramuditya menatap ke arah pintu itu secara bersamaan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN