Iva tampaknya sudah siap bertemu denganku. Bukannya aku benci melihat wajah sok polos Iva, aku hanya ... tidak suka. Gadis yang usianya terpaut lima tahun lebih muda dariku itu pandai berakting dan memutarbalikkan fakta. Dendam kesumat ini telah lama tersemat dan masih membuat hatiku tersayat. Terus terang aku tidak bisa merubah raut wajahku menjadi lebih tenang atau ramah. Panas di dalam hati ini rasanya ingin kusemburkan keluar, lalu membakar wajah Iva yang berlagak manis tanpa dosa. Meskipun Mas Ray memberikan privasi padaku dan Iva untuk bicara berdua, tapi aku tidak mau berbaik hati dengan mendekati Iva. Aku cukup berdiri beberapa puluh sentimeter dari ujung ranjangnya. “Mas Ray bilang, kamu mau bicara sama Mbak. Ada apa?” tanyaku sambil berusaha keras untuk tidak menunjukkan sikap