“Temani aku makan.” Mas Ray meminta dengan sikap yang sangat manis. Setidaknya, itulah yang kutangkap dari nada bicara dan gesturnya. “T-tapi aku mau—“ Alih-alih bisa bergerak untuk menghindar, aku justru kehilangan kemampuan motorik ketika Mas Ray menarikku untuk duduk di pangkuannya. Mau ngapain sih nih orang? Membuat jantungku mau copot saja. “Mas, aku mau mencuci piring dan peralatan bekas masak tadi. Aku enggak enak ....” Ya, ampun. Aku malah meracau enggak jelas sementara tangan Mas Ray menyelinap, melingkari perut dan punggungku. “Mas, yang benar saja? Masa Mas mau makan dengan gaya seperti ini.” Mas Ray kembali menahanku ketika aku berusaha untuk bangkit. Lenganku kembali membentur pelan dadanya yang keras dan berotot. “Mau ke mana? Diamlah di sini,” cegah Mas Ray. “Mas, inga