43 - Padang Rumput

1549 Kata
Zeth hanya bisa terdiam memandangi api unggun yang ada di depannya, sedangkan Syville mengeluarkan tombak dari dalam tasnya dan mulai membersihkannya secara perlahan, sesekali ia mengangkatnya kemudian menghunuskannya menembus udara. Dari tempatnya duduk, Zeth bisa melihat kalau Lucius sudah tidur tidak jauh dari tenda. Sedangkan Jura dan Key tidur di dalamnya. ‘Kuuuun’ Gema dari griffin masih terdengar di sekeliling Zeth dan Syville. Entah ada berapa banyak griffin di hutan itu, yang jelas makhluk misterius itu sepertinya tidak akan menyerang Zeth dan yang lainnya, diingat dari kejadian sebelumnya. “Apa kau sudah terbiasa dengan tombakmu itu, Syville?” tanya Zeth untuk memecah keheningan di antara mereka. “Saat terjebak di dunia itu, sepertinya kau belum sempat berlatih menggunakannya?” Syville membalasnya dengan anggukan. “Tombak ini rasanya seperti yang sering aku gunakan. Dari pegangan hingga beratnya. Meski sudah terasa lama aku tidak mengayunkannya, tetapi tubuhku masih mengingat cara untuk bertarung saat menggunakannya.” Zeth memerhatikan tombak yang terlihat berlapis emas yang ada di pegang oleh Syville. “Sudah cukup lama kita melakukan perjalanan bersama. Meski begitu, aku belum terlalu mengenalmu, Syville.” Syville hanya terkekeh pelan. “Setidaknya, aku nyaman bersamamu, Zeth.” Setelah mengatakannya, Syville merasa kata-katanya sedikit aneh, dengan cepat ia menambahkan, “Aku juga merasa nyaman dengan yang lainnya. Rasanya melakukan misi ini seperti perjalanan keluarga.” Zeth tersenyum miris mendengarnya. Jika mereka tidak harus mempertaruhkan nyawa setiap saat, mungkin perjalanan ini akan terasa lebih menyenangkan. “Boleh aku tanya sesuatu?” Syville memiringkan kepalanya. “Apa itu?” “Kau ... apa kau tidak keberatan jika harus bertarung lagi?” Pertanyaan itu membuat kedua alis Syville terangkat. Kemudian ia menundukkan kepalanya, terlihat jelas ia berpikir dengan keras. Beberapa saat kemudian, akhirnya ia menjawab, “Aku memang tidak terlalu suka bertarung, Zeth. Tetapi, jika tombakku digunakan untuk melindungi diriku dan orang lain, aku tidak akan segan untuk kembali mengayunkannya.” “Aku tidak memiliki pengalaman jika dalam hal bertarung,” kata Zeth setelah mendengar jawaban dari Syville. “Keahlianku dalam hal … mengenai sasaran juga tidak terlalu berguna ketika kita berada di dalam pertarungan hidup dan mati...” Zeth mendesah pelan, sengaja menggantung perkataannya. “Sebisa mungkin, aku tidak ingin melihatmu melakukan hal yang tidak kau inginkan, Syville.” Syville tersenyum tipis, kemudian menatap Zeth dengan lekat. “Aku serahkan semuanya padamu.” Zeth terkekeh pelan. Kemudian ia berkata, “Aku harap kita bisa menyelesaikan misi ini dengan cepat.” “Tidak perlu khawatir, Zeth. Tidak hanya kita berdua, tetapi Key, Jura dan Lucius ... kita semua akan menyelesaikan misi ini dan kembali hidup dengan damai ...” Dari tempat duduknya, Zeth bisa melihat kalau kening Syville berkerut. “Aku harap kita bisa menyelamatkan Baron ...” lanjutnya. Zeth memejamkan kedua matanya. Berusaha untuk mengingat siluet Baron. Potongan rambut pendek dengan tubuh yang bidang dan kekar. Meski baru sebentar mengenal Baron, tentu saja ia masih merasa kehilangan. “Jika ...” suara pelan Syville menyadarkan Zeth dari lamunannya. “Jika kita berhasil menyelesaikan misi ini entah bagaimana caranya ... apa kita bisa kembali ke zaman kita? Kembali ke tempat kita seharusnya?” “Aku bahkan tidak tahu bagaimana mereka mengirim kita ke masa ini, Syville. Bahkan sampai saat ini, aku masih beranggapan bahwa aku sedang bermimpi.” Syville tertawa pelan, tetapi matanya terlihat sangat sedih. “Jura hanya tahu sihir teleportasi, memindahkan seseorang ke suatu tempat. Tetapi, ia tidak tahu mengenai sihir yang dapat mengirim seseorang ke masa yang berbeda.” Zeth mengusap dagunya berpikir. “Kuharap kita bisa mengetahui kebenarannya ketika kita menyelesaikan misi ini. Semakin lama kita menjalani misi ini, pertanyaan yang belum terjawab di kepalaku ini semakin banyak.” Syville menganggukkan kepalanya pelan. “Aku hanya ingin tahu apa yang terjadi pada The Oblivion sebelumnya ...” Tanpa aba-aba, mereka berdua mendesah pelan. Setelah percakapan yang memutar otak, pembicaraan mereka selanjutnya hanya hal-hal kecil yang sering dilakukan mereka sehari-hari. Tanpa sadar, matahari mulai terbit. Key keluar dari tenda sambil mengusap matanya dengan malas. “Hei ... apa kira-kira kita bisa keluar dari hutan ini secepatnya?” “Semalam aku dan Zeth sudah membicarakan beberapa cara untuk mencari jalan keluar dari hutan ini, Key. Selama ini kita mengikuti arah tenggara sesuai perkataan Raja itu. Tetapi sudah seharian kita berjalan di dalam hutan ini, dan kita masih belum melihat ujungnya.” “Kenapa kita tidak minta Jura untuk melihat ujung hutan ini menggunakan sihirnya? Seperti terbang menggunakan Aero.” . . Dengan menggunakan ide cemerlang yang disarankan oleh Key, Jura menggunakan Aeronya untuk melihat ujung dari hutan tempat Zeth dan yang lainnya berputar-putar sejak kemarin. Setelah dirasa tidak ada barang apa pun yang tertinggal, dan perut mereka yang sudah terisi dengan makanan empat sehat lima sempurna ala Syville, mereka kembali memulai perjalanan mereka. Tidak lupa meninggalkan beberapa ikan untuk griffin misterius yang mengunjungi mereka tadi malam. Terdengar gema ‘Kuuuun’ di sepanjang perjalanan mereka menuju ujung hutan. Setelah merasa hembusan angin kencang menerpa wajah Zeth, dan melihat cahaya yang terasa lebih terang dari sela-sela pohon, akhirnya Zeth dan yang lainnya berhasil keluar dari hutan yang penuh dengan sihir itu. Mereka disambut oleh aroma tanah yang basah, seperti baru turun hujan. Sejauh mata memandang, hanya terlihat rerumputan hijau yang membentang sampai ujung cakrawala, hembusan angin hangat membuat gemerisik pelan dari rerumputan, untung saja rumputnya tidak lebih tinggi dari pada mata kaki mereka.  Key mendesah panjang, mungkin hampir mewakili seberapa panjang mereka harus berjalan untuk menemukan desa yang kemungkinan tahu di mana letak negara bernama Ouralius yang mereka cari-cari selama ini. Mengikuti Key, Zeth dan yang lainnya ikut mendesah panjang. Mengingat perkataan Raja Buta, mereka memotong padang rumput yang sangat luas ini mengikuti arah tenggara dari kompas yang diberikan oleh Hans. Tiba-tiba saja, bulu kuduk Zeth meremang. Rasanya ada seseorang yang memerhatikan mereka dari jauh. Tidak hanya itu, angin yang dari tadi terus berhembus mendadak berhenti. Seketika, keadaan di sekitar mereka sangat sepi, sampai terasa mengerikan. “Kita masuk ke dalam penghalang magis,” kata Jura pelan sambil menyiapkan tongkat sihirnya. “Aku tidak menyadarinya.” Key menarik pedang dari sabuknya. “Demolux bersaudara?” Jura menggelengkan kepalanya. “Aku belum tahu.” Tanpa aba-aba, Zeth dan yang lainnya membuat lingkaran dengan punggung mereka yang saling menempel.  Zeth menyebarkan pandangannya, berusaha untuk mencari sesuatu yang aneh, bahkan burung yang berterbangan di dekat hutan tidak lepas dari pandangannya. “Hai~ Sudah lama kita tidak bertemu~” Suara yang tidak asing itu memecah keheningan. “Bagaimana keadaan kalian?” Lucius melihat ke sumber suara setelah mendecakkan lidahnya. “Wargelux, ya? Berniat untuk menyerang kami sendirian?” “Tentu tidak.” Kali ini, Dravelux keluar dari dalam tanah. “Untuk membalas dendam saudaraku yang gugur dalam pertarungan sebelumnya, kami semua datang untuk membalaskan dendamnya.” “Tentu aku juga merasakan amarah kalian. Tetapi ingat kesepakatan yang kita buat. Jangan melukai anggota The Oblivion yang bukan menjadi target utama kalian,” kata Aezolux yang baru saja muncul dari belakang Dravelux. Di sampingnya, Blizelux menatap Key dengan tajam.  “Tenang saja. Tanpa bantuan kalian, aku bisa menghabisinya,” kata Blizelux sambil mengeluarkan pedang miliknya. “Bagaimana ini?” tanya Zeth pelan. “Lakukan saja. Kita hanya bisa melukai target masing-masing, sedangkan mereka seenaknya bisa melukai kita semua,” balas Jura ikut memelankan suaranya. Lucius mengedikkan kedua bahunya. “Aku juga ingin mencoba kekuatan baruku. Bagaimana, Dravelux?” Ujung bibir Dravelux terangkat. “Entah itu rasa percaya diri, atau kau hanya bersikap arogan. Sesuai keinginanmu, aku akan menyiapkan panggung untuk kita berdua.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Dravelux kembali menghilang. Begitu juga dengan Lucius yang sedetik lalu berada di samping Zeth. “Sesuai janji, Wargelux. Kembalikan Xzar jika aku berhasil mengalahkanmu.” Wargelux tersenyum pada Jura. “Tenang saja. Setelah aku membunuhmu, naga itu tidak lagi berguna.”  “Aku akan membalaskan dendam saudaraku,” kata Blizelux penuh penekanan. Key menangkat pedangnya semakin tinggi. “Tak perlu khawatir. Aku juga merasakan hal yang sama.” “Baiklah kalau begitu ... Zeth, Syville. Bagaimana jika kita mencari tempat yang lebih luas untuk kita bertarung?” tanya Aezolux sambil tersenyum. “Aku tidak tahu apa tujuanmu sebenarnya—“ “Tidak perlu khawatir,” Aezolux memotong perkataan Syville dengan cepat. “Aku tidak akan melakukan hal serendah itu.” Syville mengeluarkan tombak dari tasnya. “Kalau begitu, tunggu apa lagi?” Aezolux membawa Zeth dan Syville memasuki hutan yang baru saja sukses mereka lewati. Mereka tidak masuk terlalu dalam, hanya sampai mereka tidak melihat dan mendengar yang lainnya. Aezolux berhenti berjalan tiba-tiba. Membuat Zeth dan Syville kembali menyiapkan senjatanya. Dengan tawa pelan, Aezolux membalikkan tubuhnya menghadap mereka, dan melempar busur serta anak panah yang selalu dibawanya. “Aku tidak bermaksud untuk bertarung saat ini. Aku ingin membicarakan sesuatu.” Syville mengerutkan keningnya. “Apa maksudmu dengan membicarakan sesuatu?” Aezolux kembali tersenyum. “Sudah kukatakan aku tidak akan menggunakan hal tercela untuk menang melawan kalian. Lagi pula, senjata jarak jauh bukan keahlianku.” Mendengar hal itu, Syville sedikit menurunkan tombaknya. “Lalu? Apa yang ingin kau bicarakan?” “Serahkan dua orang temanmu padaku. Entah masih bernyawa atau tidak. Jika kau setuju melakukannya, aku akan membiarkan kalian tetap hidup, dan salah satu temanmu yang lain.” Zeth mengencangkan pegangan tangannya pada busur yang ia pegang. Syville juga melakukan hal yang sama. Bahkan, tangannya mulai memerah karena memegang tombaknya terlalu kencang. “Kau pikir aku akan menerimanya begitu saja!?” sahut Syville kencang. Aezolux mengedikkan kedua bahunya. “Bukankah beberapa hari lalu kalian sempat membicarakannya? Ingin menghentikan misi ini dan mulai hidup seperti biasa? Setidaknya, aku bisa mengabulkan keinginan kalian itu.” “Jangan bercanda! Kau kira aku akan tega melakukannya?” Zeth menepuk bahu Syville yang bergetar hebat, berusaha untuk menenangkannya. “Jika hal ini yang ingin kau bicarakan, lebih baik menyerah saja.” Aezolux mendesah pelan sambil memalingkan wajahnya ke atas, melihat matahari yang tepat berada di atas kepala mereka. “Dengar, aku tahu betul kemampuan bertarung lelaki itu,” katanya sambil menunjuk Zeth dengan dagunya. “aku juga tahu, kau sebenarnya tidak ingin bertarung, Path Finder.” “Lalu? Karena itu kau membiarkan kami hidup? Dengan mengambil kedua teman kami yang dapat membahayakan nyawa kalian?” Kali ini, Aezolux terlihat kesulitan. “Jika kau benar-benar tidak bisa untuk membunuh seseorang, lebih baik kau mundur dari pertempuran ini, Syville.” Tiba-tiba saja, Zeth melihat tubuh Syville yang kaku seketika. Napasnya terhenti sebentar, dan pegangan tangan pada tombaknya mengendur seketika, hampir menjatuhkannya. Dari samping, Zeth melihat mata Syville yang entah kenapa mulai dibasahi oleh air mata. “Kata-kata itu.. kau.. kakak?” []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN