Selama mereka duduk bersama di kantin sekolah, Dante terus memperhatikan gerak-gerik Shafira yang tampak kaku berada di tengah-tengah anak-anak kalangan atas. Ia bahkan mencerna semua perkataan Shafira ketika sedang ngobrol bersama Xena.
"Aku yakin dia bukan dari keluarga kaya tapi kenapa dia bisa masuk ke sekolah ini? Apa dari jalur beasiswa? Heeemm, kalau di perhatikan lagi semua barang yang dia kenakan berharga fantastis, bahkan keluargaku saja tidak sanggup untuk membelinya!" gumam Dante dalam hatinya ketika memperhatikan Shafira dar ujung rambut hingga kakinya.
Xena melirik Dante dan merasa curiga padanya. Xena menganggap jika Dante tertarik pada Shafira.
"Haaah, Dante! Semua cewek bening di sekolah ini selalu saja diperhatikan olehnya ... dasar playboy!" gerutu Xena dalam hatinya.
Tak lama bel pun berbunyi. Mereka kembali ke kelas untuk menerima pelajaran dari guru mereka. Sore harinya, Shafira tampak berjalan bersama Xena dan Dante menuju ke gerbang sekolah. Shafira sudah mulai akrab dengan Xena dan Dante lantaran sikap keduanya yang ramah serta lucu dengan tingkah konyol keduanya. Saat sedang berjalan sambil ngobrol, Reno menghampiri Shafira untuk menjemputnya.
"Nona, silahkan." ucap Reno pada Shafira untuk segera masuk ke dalam mobil.
Xena dan Dante melihat mobil mewah keluaran terbaru yang terparkir di depan gerbang sekolah.
"Waaah ... ternyata keluarga Shafira benar-benar kaya raya!" seru Xena.
"Heeemm, setahuku mobil itu harganya sekitar 10 sampai 12 juta!" kata Dante.
"12 juta ....?"
"USD!"
"Apa???" pekik Xena kaget.
"Hehehe, banyak ya uangnya!" ucap Shafira terlihat canggung.
"Kau hebat, Shafira! Keluargamu sangat kaya bahkan lebih kaya dari keluarga kami!" seru Xena.
"I-itu ...."
"Nona, silahkan masuk ke mobil ... tuan berpesan setelah sekolah anda harus segera kembali kerumah." kata Reno lagi.
"Baiklah," sahut Shafira.
Shafira lantas berpamitan pada kedua teman barunya tersebut. Ia lalu masuk ke dalam mobil untuk segera kembali ke kediaman Leo. Mobil mewah itu pun berlalu, sementara Xena melirik Dante yang masih menatap mobil tersebut yang semakin lama semakin menjauh.
"Hei, kenapa kau terus menatap mobil itu? Kalau kau suka pergi temui ayahmu dan minta dia belikan untukmu!" seru Xena.
"Aku bukan menatap mobilnya!" sahut Dante.
"Lalu? Kau menatap Shafira? Kau menyukainya kan?" ujar Xena tampak sewot saat mengatakannya.
"Hei, kau cemburu ya! Hahaha ... akhirnya kau takluk juga padaku!" ucap Dante tertawa bangga.
"Huh, kau bermimpi!" gerutu Xena semakin sewot.
"Saat di kantin aku melihatmu terus menatap dan memperhatikan Shafira! Kau pasti menyukainya kan? Semua gadis di sekolah, pasti akan kau goda!" gerutu Xena lagi.
"Cih, aku memang menatap dan memperhatikannya, tapi bukan karena suka padanya melainkan aku merasa ada hal yang disembunyikan Shafira dari kita!" kata Dante.
"Apa? Kau curiga sesuatu darinya?" tanya Xena.
"Apa kau tidak lihat ada bekas lebam di lengannya ... dan dari sikapnya juga cara bicaranya tadi sepertinya Shafira itu bukan dari keluarga kaya!" kata Dante.
"Hei, apa kau buta, hah? Pengawalnya saja mengenakan jas mahal dan lihat mobil yang menjemput Shafira tadi, kau sendiri yang mengatakan kalau harga mobil itu sangat mahal! Kau masih bilang kalau dia bukan dari keluarga kaya?" kata Xena.
"Heh, bisa saja dia hanya seorang simpanan!" celetuk Dante.
Ppllaakkk....
Xena menggeplak pundak Dante dengan kesal.
"Sembarangan saja kalau bicara! Mana mungkin ... Shafira itu seumuran dengan kita, mana mungkin dia menjadi wanita simpanan bos-bos kaya raya!" pekik Xena kesal.
"Coba saja kau cari tau ... aku yakin apa yang aku katakan tadi mengenai Shafira pasti benar!" ucap Dante bersikeras dengan spekulasinya. Sementara Xena menatap raut wajah Dante dan menjadi penasaran ingin membuktikan sendiri apa yang dikatakan Dante mengenai kecurigaannya terhadap Shafira.
Di perjalanan kembali ke kediaman Leo, Reno melirik Shafira yang sibuk memperhatikan ruangan mobil karena mobil tersebut berbeda dengan mobil sebelumnya.
"Nona, ini mobil yang biasa digunakan tuan Leo dan hari ini kebetulan dia pulang lebih awal dari biasanya ... tadi dia menyuruh saya menjemput anda menggunakan mobilnya." kata Reno agar Shafira tidak merasa kebingungan lagi.
"Oh, begitu ...." sahut Shafira.
Shafira duduk bersandar sambil menghela nafas panjang.
"Cih, kenapa dia tidak sibuk saja seharian? Kalau bisa dia pulang kerumah saat tengah malam saja atau lebih baik lagi kalau dia pergi keluar kota sampai setahun, jadi dia tidak menggangguku terus! Sekarang dia pasti sedang menungguku dirumah untuk menindasku terus! Dasar menyebalkan!" gerutu Shafira dalam hatinya.
Shafira tiba di kediaman Leo. Ia turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah. Beberapa pelayan menyapanya dengan sopan dan Shafira pun membalasnya dengan sopan juga. Ia menatap sebuah tangga untuk naik kelantai atas. Ia berhenti sejenak dan merasa seakan malas untuk menaikinya.
"Cih, aku tidak ingin bertemu pria menyebalkan itu!" gerutu Shafira dalam hatinya.
"Nona, anda baru kembali dari sekolah?" sapa Huria muncul dari belakang punggungnya.
"Iya ...." sahut Shafira menoleh pada Huria.
"Kenapa tidak langsung naik keatas?" tanya Huria.
"Eeemm, aku ...."
"Nona, tuan Leo itu tidak sejahat yang anda pikirkan!" kata Huria membela majikannya tersebut.
"Huh, apanya yang tidak jahat ... dia bahkan memperkosaku berkali-kali dan dia juga menahanku terus di rumah ini!" gerutu Shafira dalam hatinya.
Huria tau bahwa Shafira sangat membenci apa yang dilakukan Leo padanya.
"Nona, jika anda bisa mengambil hati tuan Leo, dia pasti akan memberikan adan kebebasan." kata Huria.
"Yang benar?" tanya Shafira.
"Tentu saja! Selama anda menurut padanya, dia tidak akan mempersulit anda nanti." kata Huria.
"Jadi aku harus patuh padanya, walaupun aku tidak suka dengan sikapnya itu?" tanya Shafira dengan polosnya.
"Iya, nona ... tuan Leo itu memang sering bersikap kasar, namun sebenarnya dihatinya itu masih memiliki naluri yang baik." sahut Huria.
Shafira kembali menghela nafas panjang lalu melangkahkan kakinya menaiki anak tangga untuk menuju kelantai atas. Huria menatap Shafira dan berharap Shafira akan baik-baik saja saat berada disisi Leo yang memang sering berlaku kasar pada semua orang.
"Haaah, mudah-mudahan saja tuan Leo tidak menyakiti gadis itu lebih lama, aku juga ingin melihat tuan Leo bahagia." ucap Huria dalam hatinya.
Shafira membuka pintu kamar secara perlahan. Ia melangkah masuk ke dalam dan melirik Leo yang tampak duduk di sofa sambil menikmati segelas minuman anggur yang ada di meja. Shafira diam saja. Ia tidak menyapa Leo sama sekali dan hal tersebut membuat Leo merasa jengkel kepadanya.
Shafira mengambil pakaian dari dalam lemarinya. Ia hendak mengganti seragam sekolahnya di kamar mandi.
"Mau apa kau?" tanya Leo.
"Aku mau ganti baju di kamar mandi," sahut Shafira.
"Kenapa harus di kamar mandi? Kenapa tidak di hadapanku saja?" tanya Leo sembari menyunggingkan senyuman disudut bibirnya.
"Sialan! Dia pasti ingin menindasku lagi makanya dia pulang cepat dari kantornya hari ini!" gerutu Shafira mengumpat kesal dalam hatinya.
Leo bangkit dari sofa itu dan menghampiri Shafira. Ia merangkul pinggang Shafira dan menempelkan tubuhnya seperti mendekap erat.
"Kau hanya ingin berganti pakaian saja ... seharian kau beraktivitas di sekolahmu sudah pasti kau bau keringat, jadi akan lebih baik kau mandi saja!" bisik Leo.
"I-iya ...." sahut Shafira.
Leo mengapit tubuh Shafira semakin erat hingga bagian depan tubuh mereka saling beradu.
"Bagaimana kalau kita mandi bersama hari ini, esok dan seterusnya?" bisik Leo lagi.
Shafira terdiam seribu bahasa. Ia tak tau harus berkata apa lantaran takut salah ketika menjawab.
"Aku akan bantu kau membuka seragammu!" bisiknya lagi.
"Tidak perlu!" pekik Shafira lantas berlari masuk ke dalam kamar mandi, sementara Leo kembali menyunggingkan senyuman tipis dibibirnya.
"Heh, masih malu-malu rupanya." gumam Leo dalam hatinya.