Jas yang di kenakan Leo pun sudah terlepas. Shafira meletakkannya pada sandaran sofa yang ada di dalam kamar. Leo kembali meraih tubuh Shafira membuatnya terkejut. Leo kesal lantaran Shafira masih memanggilnya tuan. Ia menarik rambut Shafira hingga wajahnya mendongak keatas lalu menatap dirinya.
"Sudah aku katakan, jangan panggil aku tuan!" gerutu Leo menatap tajam dengan raut wajah tak senang.
"Ma-maaf ... tapi usiamu pasti terpaut jauh dan itu tidak ...."
"Tidak apa, hah? Tidak sopan?" Leo mematahkan ucapan Shafira yang meringis kesakitan lantaran rambutnya di tarik semakin lama semakin kuat.
"Ka-ka-kak ...Leo." ucap Shafira menyebutnya.
Leo menatap wajah gadis yang membuatnya selalu ingin melakukannya tatkala mereka bersentuhan. Secara tiba-tiba Leo mencium Shafira dan melumat bibirnya. Shafira tak bisa bergerak apalagi berontak. Ia merasakan ciuman yang begitu ganas sekaligus menahan bau alkohol yang menyengat dari mulut Leo. Leo dan Shafira pun jatuh diatas ranjang dengan posisi Leo menindih tubuh Shafira, namun saat itu Shafira tidak merasakan apa-apa selain deru nafas Leo yang hangat mengenai dau telinganya.
"Kak ... kak Leo!" panggil Shafira, namun tak ada respon dari pria itu.
"Jangan-jangan dia tidur!" gumam Shafira sibuk ingin melihat wajah Leo yang membelakanginya.
Shafira merasakan deru nafas Leo yang mengenai telinganya.
"Sepertinya dia tertidur." gumam Shafira lagi.
Dengan susah payah, Shafira mendorong tubuh Leo agar tidak menindihnya lagi. Ia menggeser tubuh Leo kesamping dirinya. Leo yang sudah tertidur serta mabuk tampak bagaikan orang pingsan. Ia tak terbangun sedikitpun ketika Shafira menggeser tubuhnya. Shafira lantas menarik selimut dan menyelimuti Leo. Setelah itu Shafira berjalan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang lengket keringat.
"Haaah, sampai kapan hal ini akan terus terjadi? Kapan dia akan melepaskan aku? Aku sudah tidak sanggup lagi terus-terusan melayaninya karena diantara kami tidak ada hubungan apa-apa." ucap Shafira dalam hatinya ketika ia berdiri dibawah shower yang mengalirkan air ke tubuhnya.
Keesokan paginya Shafira turun kelantai bawah menuju ruang makan untuk sarapan bersama Leo. Leo sudah lebih dulu berada disana. Shafira masuk keruangan itu sambil membawa tas punggung yang dipilihkan Leo untuknya. Leo menatap Shafira yang sekilas membuatnya terpesona dengan pakaian seragam sekolahnya. Rambut Shafira diikat kebelakang menggunakan pita berwarna merah tua.
"Cantik juga dia!" ucap Leo dalam hatinya ketika melirik Shafira.
"Selamat pagi, kak Leo." sapa Shafira tanpa senyuman karena ia menyapanya dengan terpaksa lantaran tak ingin Leo marah.
"Duduk!" seru Leo.
Shafira lalu duduk pada kursi yang ada di samping kanan Leo. Leo pun melirik rok pendek yang Shafira kenakan hingga pikiran kotornya kembali mencuat.
"Sialan! Seringkali aku melihat pemandangan itu dari wanita-wanita lain diluaran sana, tapi aku tidak merasakan apapun ... kenapa hanya melihatnya sedikit saja membuat otakku liar kemana-mana? Ada apa dengan tubuh gadis ini? Cih, kenapa harus anak sekolahan sih?" gerutu Leo dalam hatinya.
"Kak, setelah pulang sekolah nanti apa aku boleh ...."
"Setelah dari sekolah kau harus pulang kerumah! Aku tak suka wanitaku keluyuran kemana-mana!" ucap Leo lagi-lagi mematahkan perkataan Shafira.
"Tapi aku ingin menjenguk ibuku dirumah sakit ... sebentar saja," pinta Shafira.
Leo tampak kesal lalu menatapnya tajam.
"Kau harus mematuhi semua aturanku, Shafira!" ucap Leo tegas.
Shafira terdiam dan menundukkan wajahnya, bahkan makanan yang ada di piringnya pun tak ia makan sampai habis. Leo melirik tangan Shafira hanya menggerakkan sendok serta garpu seakan memainkan makanan itu.
"Reno!" seru Leo memanggil asisten kepercayaannya yang ia tugaskan mengawal Shafira kemanapun ia pergi.
"Iya, tuan," sahut Reno menghampiri majikannya.
"Antarkan Shafira ke sekolahnya!" perintah Leo.
"Baik, tuan," sahut Reno.
Shafira merasa kesal dan meletakkan sendok serta garpu sedikit membantingnya. Ia kemudian bangkit dan pergi begitu saja tanpa mau berkata sepatah katapun kepada Leo yang sedari tadi menatapnya kesal.
"Silahkan, nona." ucap Reno begitu sopan pada Shafira.
Leo masih menatap sikap Shafira yang terlihat jelas kesal kepadanya lantaran tak diberikan kebebasan untuk menjenguk Yohana dirumah sakit setelah pulang sekolah.
"Dasar gadis pembangkang!" gerutu Leo jadi tak berselera untuk melanjutkan makannya.
Leo lantas bangkit dari tempat duduknya dan bergegas pergi ke kantornya.
Ketika di sekolah, Shafira hanya duduk termenung sendirian di dalam kelasnya. Ia tidak memiliki teman karena dia memang memiliki kepribadian yang susah bergaul dengan orang-orang baru.
Kkrrruukk....
"Aaah sialan! Tadi pagi aku hanya makan sedikit, sekarang aku lapar!" ucap Shafira dalam hatinya.
"Dimana kantinnya? Gedung sekolah ini sangat luas ... aku bisa saja tersesat nanti!" ucap Shafira lagi.
Shafira menatap keluar jendela kelasnya.
"Hai!" sapa seorang gadis membuat Shafira menoleh kepadanya.
Shafira melihat gadis berambut pendek sebahu itu tersenyum lebar padanya.
"Hai!" balas Shafira.
"Tadi saat kau memperkenalkan dirimu di depan kelas, suaramu sangat pelan, jadi aku tidak mendengarnya dengan jelas ... siapa namamu? Aku Xena!" ucapnya sembari menyodorkan tangannya pada Shafira.
"Aku Shafira ...." ucap Shafira menyambut tangan Xena dengan hangat.
Gadis yang berpenampilan agak tomboy itu lantas menarik kursi dan duduk di sebelah Shafira.
"Kau dari keluarga mana? Kelihatannya kau sangat kaya!" tanya Xena melirik tas branded milik Shafira. Sebagai anak dari keluarga terpandang, Xena tau berapa harga tas yang dimiliki Shafira itu.
"A-aku ...."
Bbrraaakk....
Shafira dan Xena kaget ketika seorang siswa menggebrak meja.
"Hehehe ...." siswa itu tertawa cengengesan sembari melirik Xena yang menatapnya kesal.
"Dante sialan! Kau mengagetkan kami!" pekik Xena kesal sembari menggebuk punggung siswa slengean yang hobinya makan permen lolipop.
"Tampaknya mereka sangat akrab!" gumam Shafira dalam hatinya.
Dante lalu melirik Shafira yang tampak duduk kaku di hadapannya.
"Hai, Viola!" sapanya sembari menyodorkan sebuah permen lolipop untuk Shafira.
"Hei, seenak jidatmu saja memanggil nama orang! Namanya Shafira buka Viola!" pekik Xena lagi.
"Eh, salah ya? Hehehe, maklumin saja ya soalnya aku tadi tidak dengar suaramu dengan jelas." ucap Dante kembali cengengesan.
Kkrrruukkk...
Xena dan Dante kaget ketika mendengar suara perut Shafira yang keroncongan.
"Hahahaha ...." mereka berdua tertawa sambil memukul-mukul meja, sementara Shafira hanya tertunduk malu saja.
"Ayo kita ke kantin! Kau pasti belum makan siang!" kata Dante mengajak Shafira.
"Ta-tapi aku tidak punya uang!" kata Shafira.
"Apa?" ucap Xena dan Dante kaget.
"Ppffftt, hhahahaha......" keduanya kembali menertawakan Shafira.
"Apa kau bercanda? Tas yang kau miliki itu harganya sangat mahal, bagaimana mungkin kau tidak punya uang!" kata Xena.
"Tapi aku memang tidak memiliki uang sama sekali!" sahut Shafira.
Dante menatap Shafira penuh tanda tanya di dalam benaknya. Ia juga tanpa sengaja melihat bekas memar di pergelangan tangan Shafira.
"Hei, makan di kantin sekolah tak perlu bayar lagi! Sekolah sudah menyediakannya untuk semua murid di sekolah ini!" kata Dante.
"Hah? Benarkah?" ucap Shafira tak mengetahui hal tersebut.
"Iya, Dante benar! Biaya sekolah kita sangat mahal dan semua yang kita butuhkan di sekolah ini semuanya tinggal kita gunakan dan kita nikmati! Apa orang tuamu tidak mengatakannya?" tanya Xena.
Shafira hanya diam dan sikapnya seolah menyiratkan ada sesuatu yang ditutupinya.
"Ayo, ikut kami!" seru Xena menarik tangan Shafira.