Shafira menutup kembali jendela kamar itu. Kemudian ia berbalik lalu melangkah mendekati ranjang tidur. Tanpa mencurigai apapun, Shafira naik keatas ranjang dan berbaring disana. Perasaan kantuk yang begitu berat, membuatnya langsung memejamkan kedua matanya.
"Shafira ...."
Sayup-sayup terdengar suara pria memanggil namanya. Awalnya Shafira merasa suara itu hanyalah ilusinya saja, namun ketika ia mendengarnya beberapa kali dan suara itu semakin dekat terdengar, Shafira lantas membuka kedua matanya.
"Aaargghh!!!" pekik Shafira ketika melihat Leo sudah menindih tubuhnya diatas ranjang itu.
Tak ingin suara Shafira terdengar seisi rumah, Leo cepat-cepat menutup mulut Shafira dengan ciumannya yang panas.
Shafira mendorong tubuh Leo sekuat tenaganya, namun tubuh Leo sama sekali tidak bergerak bahkan semakin kuat menindihnya. Shafira memukul-mukul pundak Leo, lantaran ia tak bisa bernafas ketika Leo terus saja melumat bibirnya.
"Itu hukuman untukmu karena kau menendangku tadi!" ucap Leo pada Shafira yang sedang berusaha mengatur nafasnya.
"Kau-kau... bagaimana kau bisa masuk?" tanya Shafira gemetar ketakutan.
"Heh, kau masih melontarkan pertanyaan konyol seperti itu? Ini rumah orang tuaku dan aku dibesarkan dirumah ini, tentu saja aku bisa masuk keruangan mana saja dengan caraku sendiri tanpa perlu mendapatkan izin dari kedua orang tuaku!" sahut Leo.
"Menyingkirlah!!!" pekik Shafira sembari mendorong Leo hingga terduduk di sebelahnya. Kemudian Shafira memegangi perutnya seolah tak ingin bayinya tersakiti, tanpa ia sadari bahwa Miya hanyalah memperdaya dirinya soal kehamilan itu.
Leo melirik tangan Shafira yang terus saja memegangi perutnya.
"Kenapa? Apa kau lapar ... atau kau sakit perut?" tanya Leo menatapnya.
"Kalau kau lapar, makan saja tubuhku, hehehe ...." ucap Leo lagi sembari terkekeh.
"Aku tidak lapar dan aku tidak mau makan apapun darimu!" ujar Shafira hendak menjauh dari Leo, namun dengan sigap Leo meraih tubuhnya.
"Lepaskan aku!" pekik Shafira.
"Sudah aku katakan, aku tidak akan pernah melepaskanmu kecuali kalau aku sudah bosan menikmati tubuhmu yang selalu saja membuatku selalu menginginkanmu!" bisik Leo.
"Dasar pria gila!!!" pekik Shafira lagi begitu jengkel terhadap setiap kalimat yang diucapkan Leo kepadanya.
Leo masih mendekap tubuh Shafira dengan satu lilitan lengan kekarnya, sementara satu lagi membuka laci meja kecil yang saling berdekatan dengan sisi ranjang. Ia mengambil selembar kertas dan menyodorkannya kepada Shafira.
"Tanda tangani surat ini!" perintah Leo.
"A-apa ini?" tanya Shafira menatap surat tersebut.
"Kau tidak perlu tau ... kau hanya perlu menandatanganinya saja!" sahut Leo sedikit memaksanya, namun Shafira bukanlah gadis yang tidak bisa membaca. Ia membaca kepala surat yang tertera diatas lembaran itu.
"Kontrak pernikahan?" gumam Shafira dalam hatinya.
"Cepat tanda tangani surat ini!" teriak Leo terus memaksanya.
"Aku tidak mau ... aku tidak mau menikahi pria sepertimu!" pekik Shafira menolak serta berontak sekuat tenaganya.
"Heh, kau yakin tidak mau menandatanganinya?" tanya Leo lagi.
"Tidak! Aku tidak akan pernah menandatanganinya!" sahut Shafira bersikeras.
"Oke, aku akan menghentikan semua biaya rumah sakit ibumu dan aku akan meminta kembali uang yang sudah aku keluarkan kepada ibumu ... heh, dia pasti akan merasa terbebani gara-gara kau!" kata Leo mengancam.
Shafira terdiam mencerna semua perkataan Leo yang sedang mengancamnya.
"Jika ibumu terlilit hutang denganku, maka untuk membayar bunganya saja ... aku akan mengambil rumahnya dan apa kau akan tega melihat keluargamu tinggal dijalanan?" kata Leo lagi.
Shafira tak bisa berkata apa-apa. Ia tak ingin semua yang ia lakukan akan membuat Yohana dan juga Vani menderita.
"Ji-jika itu sampai terjadi, mereka berdua pasti akan sangat membenciku! Tidak! Aku tidak ingin hubunganku dengan mereka kembali berantakan setelah mereka bersikap baik padaku di rumah sakit beberapa waktu lalu!" gumam Shafira dalam hatinya. Ia begitu haus akan kasih sayang dari kelurganya.
"Bagaimana? Apa kau masih menolak menandatangani surat perjanjian ini, hah?" bisik Leo sembari menggigit daun telinga Shafira. Tubuh Shafira sedikit menggelinjang merasakannya.
"Cepat tandatangani surat kontrak pernikahan kita! Kau hanya akan menjadi istriku selama 2 tahun ... selama itu kau harus menuruti semua yang aku inginkan darimu!" kata Leo lagi.
"Ta-tapi bagaimana dengan sekolahku? Aku tidak mungkin menikah karena aku masih sekolah!" tanya Shafira.
"Hubungan kontrak pernikahan kita ini hanya kita dan juga kedua orang tuaku saja yang tau dan kau tetap akan aku izinkan sekolah seperti biasanya, namun kau harus tetap tidak boleh begitu bebas diluar, setelah kau selesai sekolah, kau harus segera kembali kerumahku!" sahut Leo.
Shafira kembali terdiam dan berusaha untuk meyakinkan dirinya agar memilih keputusan yang terbaik baginya.
"Ambil pulpen ini dan tandatangani kontrak pernikahan kita!" sambung Leo terus memaksa Shafira.
Dengan tangannya yang sedikit gemetaran, Shafira mengambil pulpen itu dan masih menatap surat tersebut.
"Apalagi yang kau tunggu, hah???" teriak Leo tak sabaran.
Shafira memejamkan kedua matanya sejenak untuk melihat senyuman Yohana dan Vani dalam ingatannya.
"Demi mereka ... aku rela melakukan apa saja!" ucap Shafira dalam hatinya.
Shafira lantas menggoreskan tinta pulpen itu dan menandatangani surat kontrak pernikahannya bersama Leo. Leo tersenyum tipis lantaran ia berhasil dan menang dari kedua orang tuanya yang ingin menguasai Shafira.
"Heh, mulai sekarang kau adalah istriku dan aku berhak melakukan apapun padamu! Kau tidak boleh mengatakan tidak padaku, apa kau mengerti?" kata Leo pada Shafira.
Shafira hanya menganggukkan kepalanya sembari tertunduk dihadapannya.
"Sebagai istriku ... kau harus melayaniku, bukan? Jadi malam ini kau layani aku! Aku ingin kau yang aktif saat melakukannya!" bisik Leo lagi-lagi menggigit pelan daun telinga Shafira.
"Ta-tapi jangan disini! Aku tak mau kedua orang tuamu tau kalau aku ...."
"Perduli apa, hah? Mereka juga pasti akan mengerti bahwa kau melakukannya karena statusmu sebagai seorang istri sekarang!" ucap Leo memotong perkataan Shafira.
Shafira masih tertunduk dihadapan Leo. Kemudian Leo menarik wajah Shafira mendongak keatas untuk membalas tatapannya.
"Lakukan!" ucap Leo begitu tidak sabaran ingin menikmati sentuhan demi sentuhan yang akan dilakukan Shafira kepadanya.
Shafira meremas sisi kemeja Leo ketika ia hendak melakukannya. Ia menggigit bibirnya seolah ragu untuk memulainya.
"Cepat lakukan!" bisik Leo sembari menjilat daun telinga Shafira.
Leo mengerti bahwa Shafira belum berpengalaman dalam melayani seorang pria. Ia lantas membawa tangan Shafira untuk membuka kancing kemejanya. Shafira melakukannya dan tak butuh waktu lama, ia sudah menanggalkan kemeja yang dikenakan Leo malam itu.