Shafira tiba di sebuah rumah yang tak kalah megah dari rumah Leo. Ia turun dari mobil dan melihat seorang wanita paruh baya tersenyum lebar sembari melambaikan tangannya dengan semangat.
"Siapa dia? Kenapa dia terlihat begitu semangat menyapaku?" gumam Shafira dalam hatinya sambil terus menatap Miya.
"Shafira, ayo kita masuk! Dia istriku ... dia sudah menunggu kedatanganmu!" kata Gustaf.
"Eemm, maaf tuan ... saya masih bingung, se-sebenarnya tuan ini siapa? Lalu kenapa istri tuan menunggu kedatangan saya?" tanya Shafira.
Gustaf tersenyum melihat Shafira tampak ragu dan ketakutan.
"Masuklah dulu ... kita bicarakan semuanya di dalam saja!" kata Gustaf.
Shafira tak bergeming. Ia masih berdiri di samping mobil sembari menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Nak, percayalah! Kami tidak akan menyakitimu!" kata Gustaf lagi.
Perlahan Shafira meyakinkan dirinya bahwa Gustaf dan Miya tidak akan menyakiti dirinya. Kemudian Shafira berjalan mengikuti langkah Gustaf yang melangkah menuju masuk kerumahnya.
"Sayang! Akhirnya kau datang kerumah mama!" seru Miya memeluk Shafira sekencang mungkin saking senangnya.
Gustaf melihat Shafira susah mengatur nafasnya lantaran tubuhnya terhimpit oleh dekapan Miya.
"Istriku, kenapa kau memeluknya begitu kencang ... dia jadi susah bernafas!" seru Gustaf.
Miya kaget atas apa yang ia lakukan lalu segera melepaskan pelukannya tersebut. Shafira cepat-cepat mengatur nafasnya agar kembali normal. Miya memperhatikan Shafira yang sibuk menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Kenapa dia memakai selimut?" tanya Miya pada Gustaf.
"Dia mengenakan bathrobe tadi, jadi aku meminta Huria untuk memberikan selimut untuk menutupi tubuhnya! Sepertinya dia dan Leo sedang bertengkar ... tadi saat aku jemput, dia sedang mengunci dirinya di dalam kamar mandi!" sahut Gustaf menjelaskan.
"Kenapa?" tanya Miya lagi.
"Katanya Leo sangat ganas diranjang, sampai-sampai Shafira kewalahan melayaninya!" bisik Gustaf.
"Hehehe, ternyata putra kita begitu hebatnya ya! Sepertinya kita akan segara punya cucu!" ucap Miya balas berbisik.
"Tapi sebelum itu kita harus segera menikahkan mereka! Aku tidak mau semua orang bergosip kalau sampai kita memiliki cucu haram dari putra kita!" sahut Gustaf.
"Ya, kau benar!" seru Miya.
Shafira yang tak tau apa yang sedang dibicarakan sepasang suami istri yang tampak kompak itu, hanya diam dan bertanya-tanya dalam hatinya.
"Apa yang mereka katakan? Kenapa mereka berbisik-bisik? Apa mereka bicara mengenai aku?" gumam Shafira dalan hatinya.
Miya membawa Shafira masuk dan memberikannya pakaian untuk ia kenakan. Miya sangat senang melihat sikap Shafira yang begitu sopan kepadanya. Shafira duduk di depan meja rias, sementara Miya mengambil sisir dan menyisir rambutnya.
"Dulu aku sangat menginginkan anak perempuan, tapi apalah daya aku sakit dan harus membuang rahimku disaat Leo masih berusia 5 tahun. Untung saja aku memiliki suami yang sangat mencintaiku dan dia mengerti keadaanku dan tidak menikahi wanita lain demi mendapatkan banyak keturunan." ucap Miya dalam hatinya.
Shafira merasa tidak enak hati disaat Miya menyisir rambutnya yang panjang.
"Nyo-nyonya, biarkan aku yang menyisir rambutku," kata Shafira pada Miya.
"Jangan panggil aku nyonya, tapi panggil aku mama!" kata Miya.
"Ma-mama?" Shafira kebingungan atas permintaan wanita paruh baya yang tetap kekeh ingin menyisir rambutnya. Shafira menatap Miya dari pantulan cermin dihadapannya.
"Kau adalah menantuku! Sebentar lagi aku akan menikahkan kalian berdua," lata Miya lagi.
"Hah? Menikah? Siapa?" tanya Shafira kaget.
"Kau dan Leo!" seru Miya.
"Apa???" pekik Shafira semakin kaget.
"Kenapa kau sanga terkejut? Kau dan putraku sudah sebulan lebih tinggal bersama, jadi kalian harus segera menikah! Aku dan papanya Leo tidak ingin memiliki keturunan haram, jadi kalian harus memberikan cucu untuk kami setelah kalian menikah nanti!" kata Miya.
Shafira lantas bangkit dari tempat duduknya, bahkan Miya belum siap untuk menyisir rambutnya.
"Kenapa?" tanya Miya.
"Tidak! Aku tidak ingin menikah, apalagi dengan pria m***m itu!" kata Shafira menolak.
"Heeemm? Menyebalkan? Maksudmu, putraku pria yang sangat menyebalkan?" tanya Miya.
"Iya! Dia selalu saja memaksaku untuk melayaninya bahkan hampir setiap malam dia melakukannya padaku," sahut Shafira dengan polosnya.
Miya menyunggingkan senyumannya sembari menatap reaksi Shafira yang tampak mudah untuk dipermainkan lantaran usianya yang tergolong masih remaja.
"Eeemm, bukankah kalian sudah lama tidur bersama ... aku yakin saat ini sudah ada janin di dalam rahimmu itu!" kata Miya memperdaya Shafira.
"Apa?" ucap Shafira terkejut.
"Iya, janin! Benih hasil perbuatan Leo sedang berenang di dalam rahimmu!" kata Miya lagi.
Shafira terperanjat tanpa ia mengerti bahwa Miya sedang memperdaya dirinya agar tidak kabur dari putranya begitu saja.
"Tidak mungkin, nyonya," ucap Shafira ketakutan.
"Apanya yang tidak mungkin? Putraku sudah menidurimu berkali-kali, sudah pasti kau sedang hamil tapi kau tidak menyadarinya!" kata Miya.
"Apa kau sudah datang bulan?" tanya Miya.
Shafira berpikir sejenak lalu menggelengkan kepalanya menanggapi pertanyaan Miya.
"Bagus! Berarti kau sudah mengandung cucu pertamaku!" kata Miya.
Shafira terduduk lemas setelah yakin bahwa apa yang dikatakan Miya barusan.
"Aku-aku tidak mau hamil! Hiks-hiks-hiks ...." ucap Shafira menangis.
Miya tersenyum tipis dan merasa bahwa upayanya memperdaya gadis lugu itu telah membuahkan hasil.
"Jangan khawatir, Leo pasti akan bertanggung jawab padamu." kata Miya sembari mengelus kepala Shafira dengan lembut.
"Tapi aku masih sekolah ... kalau aku hamil, bagaimana dengan sekolahku?" tanya Shafira terus menangis tersedu-sedu.
"Apa? Kau masih anak sekolahan???" pekik Miya kaget karena baru mengetahui bahwa Shafira masih remaja sekolahan. Seketika Miya merubah ekspresi kagetnya menjadi tenang dihadapan Shafira.
"Tidak mengapa ... kau tetap bisa mendapatkan pendidikanmu dirumah! Putraku akan memberikan guru privat untukmu!" kata Miya.
"Tidak! Aku tidak mau! Aku tidak mau hamil, aku tidak mau menikah dengan pria menyebalkan itu!" pekik Shafira menolak dengan sikap emosi sambil menangis.
"Hei, putraku sangat tampan dan kaya raya ... begitu banyak wanita menginginkannya, lalu kenapa kau malah menolaknya?" tanya Miya sedikit jengkel.
"Tapi dia pria yang sangat menyebalkan! Aku tidak mau melayaninya setiap malam, pinggangku sakit rasanya mau patah saja!" sahut Shafira lagi-lagi begitu polos mengatakan semuanya kepada Miya.
"Hehehe, putraku memang hebat! Penyakitnya sudah sembuh total rupanya!" ucap Miya dalam hatinya.
"Sudah, sudah ... nanti setelah kalian menikah aku akan menasehati Leo supaya dia tidak menindasmu lagi setiap malam," kata Miya.
"Nyonya, aku tidak ingin hamil!" rengek Shafira.
Miya menatap Shafira yang ternyata tetap saja menolak untuk menikah dengan Leo.
"Haaah, apa dia begitu membenci putraku? Gadis ini begitu polos, aku juga menyukainya, tapi sayangnya hanya dia yang bisa membangkitkan gairah putraku!" gumam Miya dalam hatinya.
Miya seakan sudah kehabisan cara untuk membujuk Shafira agar mau menikah dengan Leo.
"Sudah jangan menangis lagi, kodrat seorang wanita adalah melahirkan keturunan untuk pria yang akan menjadi suaminua, jadi terima saja ya! Kau istirahat saja dulu disini, anggap saja ini rumahmu sendiri ... aku akan pergi sebentar," kata Miya kemudian berlalu keluar dari kamar itu meninggalkan Shafira yang masih kebingungan lantaran terpedaya bahwa dirinya sedang mengandung anak Leo.
Shafira menghampiri ranjang tidur sembari memegangi perutnya yang rata. Ia duduk di sisi ranjang itu dengan perasaan yang gelisah.
"Bagaimana ini? Kalau ibu tau aku hamil diluar nikah, dia pasti akan marah padaku ... jangankan ibu, kak Vani juga akan memukulku!" ucap Shafira dalam hatinya.
Mala harinya, Leo mendatangi rumah kedua orang tuanya. Mereka bersitegang di ruang keluarga lantaran Leo ingin membawa Shafira kembali kerumahnya tanpa mau menikahinya. Tentu saja Gustaf dan Miya tidak setuju dengan tindakan putranya tersebut. Setelah begitu lama bersitegang dan saling adu mulut, akhirnya Leo ditendang keluar dari rumah orang tuanya.
"Uuugghhh ... aku akan membawa Shafira kembali malam ini juga bagaimanapun caranya!" gerutu Leo kesal.
Leo lantas menatap jendela kamar yang ia ketahui itu adalah jendela kamar tamu untuk para tamu menginap. Leo sangat mengerti situasi dan seluk beluk kediaman kedua orang tuanya tersebut.
"Heh, Shafira pasti berada di kamar itu! Lampu kamar tamu itu menyala, sudah pasti ada orang di dalam kamar tamu itu! Siapa lagi tamu dirumah ini sekarang kalau bukan Shafira!" gumam Leo sembari terus menatap jendela kamar tersebut.
Leo lantas memanggil asisten kepercayaannya dan memintanya untuk mengambil tali agar ia bisa memanjat keatas menuju jendela kamar itu. Dengan segera Reno mempersiapkan segalanya agar Leo bisa mencapai jendela kamar tamu yang berada di lantai dua.
Shafira yang berada di dalam kamar mandi, tanpa sengaja mendengar suara kegaduhan di dalam kamarnya. Ia lantas keluar dari kamar mandi dan melihat jendela kamar ternganga sehingga angin dingin masuk ke dalam kamarnya tersebut.
"Eh, bukannya tadi aku sudah menutup jendelanya? Kenapa bisa terbuka selebar ini?" gumam Shafira dalam hatinya.
Saat akan menutup jendela itu, tanpa sengaja ia melihat Reno sedang menatapnya dari halaman depan.
"Itu kan Reno! Kenapa dia ada disini? Apa Leo datang?" gumamnya lagi.
Reno menatap jendela kamar itu sudah ditutup rapat oleh Shafira.
"Hehehe, semoga tuan Leo senang menghabiskan malam bersama nona Shafira!" ucap Reno sembari menyeringai lebar.