Shafira telah membeli sebuah kue manis untuk Yohana. Ia kembali kerumah sakit dengan pengawalan Reno dan seorang supir pribadi yang ditugaskan Leo untuk mengantar kemanapun dirinya pergi. Setibanya di area parkir rumah sakit, Shafira hendak turun dari mobil, namun Reno menahannya.
"Nona, anda tidak boleh turun dari mobil!" kata Reno.
"Kenapa? Aku ingin memberikan kue ini untuk ibuku!" tanya Shafira.
"Waktu yang diberikan kepada anda sudah habis, dan sekarang anda hanya bisa kembali kerumah tuan Leo." sahut Reno.
"Tapi ...."
"Nona maaf ... tolong kerjasamanya, jika anda tidak segera kembali kerumahnya maka dia tidak hanya menghukum anda tapi kami juga!" sambung Reno.
"Lalu bagaimana dengan kue ini?" tanya Shafira sembari menatap kotak kue yang ia pegang.
"Biarkan saya yang mengantarnya ke dalam!" kata Reno.
Shafira tak memiliki pilihan lain selain mematuhi apa yang dikatakan Leo. Ia takut jika melanggar maka Leo akan mempersulit dirinya untuk keluar rumah. Dengan raut wajah yang tampak kecewa, Shafira memberikan kue tersebut kepada Reno untuk diberikan kepada Yohana. Reno pun bergegas masuk ke dalam gedung rumah sakit dan menuju ke ruangan dimana Yohana dan Vani sedang menunggu kedatangan Shafira.
Tok ... Tok ... Tok ....
"Itu pasti Shafira! Kita harus memperdaya dirinya, bu!" bisik Vani memiliki niat untuk mengambil keuntungan dari Shafira.
"Kau tenang saja, ibu sudah merencanakan semuanya!" sahut Yohana.
Ketukan pintu pun kembali terdengar.
"Masuk!" seru Yohana.
Pintu terbuka dan raut wajah Yohana serta Vani berubah ketika melihat Reno masuk ke dalam ruangan itu.
"Permisi, saya kesini ingin mengantarkan kue dari nona Shafira," kata Reno.
"Dimana Shafira?" tanya Vani.
"Dia menunggu di mobil!" sahut Reno.
"Kenapa dia tidak memberikannya sendiri?" tanya Yohana.
"Nona kami sangat sibuk ... dia harus segera kembali!" sahut Reno.
"Saya letakkan kuenya disini! Permisi!" sambung Reno lantas balik badan dan pergi.
Yohana dan Vani merasa sangat kesal lantaran mereka tak bisa melakukan rencana mereka untuk memanfaatkan Shafira yang begitu lugu.
"Sialan! Dia begitu sombong sekarang! Sibuk apa dia? Bisa-bisanya dia menyuruh orang lain memberikan kue itu untuk ibu!" gerutu Vani kesal.
"Kau tenang dulu, semua rencana kita akan berhasil nanti! Shafira tidak mungkin meninggalkan kita begitu saja, dia pasti akan kembali menemui kita dan saat itulah kita akan memperdaya dirinya untuk mendapatkan uang yang banyak!" kata Yohana.
"Heh, kalau pun dia tidak menemui kita, aku yang akan mencarinya, bu! Ibu sudah membesarkan dia dan sudah semestinya dia harus balas budi kepada ibu!" kata Vani.
"Ya, kau benar!" sahut Yohana.
Shafira kembali ke kediaman Leo. Walaupun semua pelayan tampak ramah kepadanya, namun Shafira tetap saja merasa bahwa rumah megah itu hanyalah tempat asing baginya. Shafira sering berdiam diri di dalam kamar dengan menonton televisi untuk membunuh waktu yang sangat membosankan.
Tok ... Tok ... Tok ....
"Siapa?" tanya Shafira.
"Saya Huria, nona!" sahutnya.
Shafira lantas membuka pintu untuk Huria.
"Nona, ini seragam sekolah anda ... saya sudah menyetrikanya! Saya akan menyimpannya di lemari," kata Huria.
Shafira melihat seragam sekolah yang jelas saja berbeda dengan segaram sekolah yang biasa ia kenakan.
"Ini punyaku?" tanya Shafira.
"Iya nona! Kata tuan mulai besok nona sudah bisa masuk ke sekolah yang baru!" sahut Huria.
Shafira hanya diam dan menatap Huria yang sedang menyimpan seragam sekolah itu ke dalam lemari.
"Nona, ikutlah bersama saya!" kata Huria.
"Hah? Kemana?" tanya Shafira.
"Melihat ruang belajar untuk anda ... tuan Leo sudah menyiapkan segalanya disana." kata Huria.
Shafira merasa penasaran. Ia lantas mengikuti langkah Huria yang membawanya ke sebuah ruangan dimana ruangan itu akan menjadi tempat untuknya belajar. Shafira masuk ke dalam ruangan tersebut dan melihat begitu banyak buku yang tersusun rapi di rak lemari.
"Wah, banyak sekali bukunya!" seru Shafira dalam hatinya menatap ke segala arah ruangan. Ia juga melirik dua buah meja dan kursi serta beberapa sofa diruangan tersebut.
"Ini ruangan belajarku?" tanya Shafira.
"Iya, nona." sahut Huria.
"Tapi kenapa ada dua meja disini?" tanya Shafira lagi.
"Ruangan ini sebenarnya adalah ruang kerja tuan Leo ... dia sering menghabiskan waktunya untuk melakukan pekerjaannya yang tertunda di kantor disini!" sahut Huria.
"Lalu kenapa aku ...."
"Mungkin tuan Leo ingin berbagi ruangan dengan anda," kata Huria cepat-cepat memotong perkataan Shafira.
Shafira terdiam dan tampak berpikir setelah tau bahwa ruang belajarnya juga termasuk ruang kerja Leo.
"Cih, pria itu benar-benar tidak mau membuang kesempatan apapun! Dia pasti sengaja menyuruhku belajar diruang kerjanya supaya dia bisa menindasku kapanpun dia mau!" gerutu Shafira dalam hatinya.
Huria menghampiri sebuah lemari yang tak jah dari meja belajar itu. Ia membuka pintu lemari tersebut dan memperlihatkan beberapa tas branded pemberian Leo untuk Shafira gunakan ketika pergi ke sekolah.
"Nona, tinggal memilih tas mana yang akan anda gunakan saat pergi ke sekolah!" kata Huria.
"I-ini untukku?" tanya Shafira kaget melihat beberapa tas yang begitu bagus.
"Iya, nona ... semuanya pilihan tuan Leo untuk anda," sahut Huria sembari tersenyum lebar padanya.
"Ini terlalu berlebihan untukku!" kata Shafira.
"Nona akan bersekolah di sekolahan elit dan hanya ada anak dari keluarga kaya dan terpandang yang bisa sekolah disana, jadi semua yang akan anda kenakan besok tidak akan berlebihan jika dibandingkan dengan mereka." kata Huria.
Shafira hanya terperangah mendengar semua perkataan Huria mengenai kehidupan orang-orang berduit.
"Aaahh, apa aku bisa bergaul dengan mereka nanti? Aku hanya orang miskin, mana mungkin aku bisa bergaul dengan anak-anak orang kaya di sekolah nanti," ucap Shafira dalam hatinya.
Huria mendekati Shafira lalu menggenggam tangannya. Huria tersenyum sembari menatap Shafira yang juga sedang menatapnya.
"Nona, jika anda patuh maka tuan Leo tidak akan menyakiti anda ... sebenarnya tuan Leo itu memiliki hati yang baik." ucap Huria berusaha untuk membuat Shafira mengerti akan keadaan dirinya disisi Leo.
"Ta-tapi dia selalu bersikap kasar dan seenaknya padaku." kata Shafira tampak sedih.
"Bersabarlah, tidak ada gunanya juga jika anda menentangnya ... jika anda menentangnya maka hanya kesulitan yang akan anda terima selama anda disisinya." sahut Huria.
"Saya tau anda gadis yang baik!" sambung Huria.
Shafira meneteskan air matanya. Semua yang ia rasakan ketika berada disisi Leo begitu bertentangan dengan keinginannya yang terbiasa hidup bebas. Melihat Shafira menangis, Huria lantas memeluknya untuk menenangkannya.
"Sudah ... sudah, jangan menangis." ucap Huria.
Malam harinya, Shafira masih duduk di sudut ruang kamar sembari menatap keluar jendela. Ia melihat ruas-ruas jalanan dan ingin sekali pergi menjauh dari sisi pria yang selalu menekan hidupnya.
"Kenapa takdir harus membawaku bertemu dengan pria itu? Aku hanya ingin hidup bebas tanpa ada yang menekanku, tapi aku tidak bisa lari karena dia selalu mengancam dan ingin menghabisi semua keluargaku! Oh ya Tuhan, apa salahku sehingga aku mengalami hal-hal sulit di dalam hidupku?" gumam Shafira dalam hatinya.
Ceklek .....
Lamunan Shafira buyar, lalu ia menoleh kearah pintu yang terbuka. Leo masuk ke dalam kamar dan berdiri sambil menatapnya.
"Kemari!" seru Leo pada Shafira.
Gadis lugu itu pun melangkah perlahan mendekatinya.
"Buka jas ku!" seru Leo lagi.
Shafira masih terpaku sembari menatap Leo dengan tatapan bingung.
"Apa kau tuli? Aku bilang buka jas ku!" seru Leo sedikit berteriak pada Shafira.
Bau alkohol begitu menyengat tercium di hidung Shafira. Bau tersebut keluar dari mulut Leo.
"Apa dia sedang mabuk?" tanya Shafira dalam benaknya.
"Cepat lepaskan!" teriak Leo kesal.
"I-iya, tuan!" sahut Shafira kaget dan langsung melakukan apa yang diperintahkan Leo.
Leo yang malam itu sedikit mabuk meraih wajah Shafira lalu mencengkramnya dengan kuat.
"Panggil namaku!" serunya.
Shafira menatap Leo dengan tatapan nanar.
"Panggil namaku!!!" teriak Leo lagi.
"Le-Leo!" ucap Shafira.
"Bagus! Mulai sekarang jangan panggil aku tuan tapi panggil aku Leo!" kata Leo.
"Kau mengerti?" kata Leo lagi.
Shafira pun menganggukkan kepalanya dengan kondisi tubuh yang gemetaran.