Bolos

1520 Kata
Keesokan paginya, Shafira terbangun dan mendapati dirinya sudah berada di ranjang tidur. Ia mengingat dengan jelas bahwa semalam tanpa sadar tertidur di mobil setelah lelah menangis sambil bersandar di pundak Leo. "A-apa dia yang membawaku ke kamar?" tanya shafira dalam benaknya. Shafira merasa bahwa Leo sedikit memiliki sifat baik dibalik semua sikapnya yang arogan dan juga pemaksa. Shafira lalu melirik jam yang berputar di dinding yang sudah menunjukkan pukul 7 pagi. "Duh, gawat! Aku harus cepat ... kalau tidak aku akan terlambat ke sekolah!" gumam Shafira kemudian melompat dari atas ranjang tidur itu. Ketika melompat, Shafira baru teringat akan perkataan Miya yang mengatakan bahwa dirinya sedang hamil. "Eh, aku lupa!" pekik Shafira tersadar. Shafira memegangi perutnya dan merasakannya. "Eeemm, tidak terjadi apa-apa! Tidak sakit sama sekali setelah aku lompat ... apa aku tidak keguguran?" gumam Shafira begitu polosnya. "Huh, kalaupun keguguran biarkan saja ... aku tak perduli! Aku tidak ingin mengandung anak dari pria kejam itu!" gerutu Shafira sembari melangkah menuju pintu kamar mandi. Saat akan menyentuh gagang pintu, secara tiba-tiba pintu kamar mandi itu terbuka dan Shafira kaget ketika menatap Leo baru selesai mandi dan hanya mengenakan handuk kecil yang melingkar di pinggangnya. Leo tersenyum tipis ketika ia mengetahui bahwa Shafira sempat melirik bagian tubuhnya yang tertutupi handuk. "Heh, jangan hanya meliriknya ... kalau kau mau kau boleh menyentuhnya!" kata Leo. "Menyentuh apa?" tanya Shafira bingung. Leo mendekat dan berbisik ditelinga Shafira. "Milikku!" bisik Leo. Shafira terperanjat sejenak, lalu kesal saat Leo mengatakan hal yang begitu memalukan baginya. "Dasar pria gila!" pekik Shafira sembari menerobos masuk ke dalam kamar mandi dan mendorong Leo keluar lalu ia mengunci pintunya rapat-rapat, sementara Leo terkekeh saja melihat ekspresi gadis polos yang begitu malu ketika mendengar perkataannya barusan. Sementara Shafira menatap wajahnya yang memerah di dalam cermin. "Dasar pria menyebalkan! Pagi-pagi begini dia sudah bicara hal yang memalukan seperti itu! Huh, aku rasa dia tidak mencuci otaknya yang kotor itu dengan sabun saat mandi tadi!" gerutu Shafira kesal sendirian di dalam kamar mandi itu. Beberapa saat kemudian, Shafira sudah mengenakan baju seragam sekolahnya. Ia lantas memakai tas punggung miliknya. Kemudian ia menuruni anak tangga dan bertemu dengan Huria yang menyapanya dengan senyuman hangat. "Selamat pagi, nona." sapa Huria. "Pagi!" sahut Shafira membalas dengan senyuman ramah. "Tuan sudah menunggu anda diruang makan untuk sarapan bersama," kata Huria. "Aku malas!" gerutu Shafira terlihat ke kanak-kanakan. "Nona, sebaiknya anda jangan terlalu sering melawan perintah tuan Leo, kalau tidak dia akan mempersulit anda dirumah ini," kata Huria mengingatkan Shafira. "Tidak ada yang berpihak padaku ... semuanya orang dirumah ini terus saja membela si Leo itu!" gerutu Shafira sewot sembari melangkah pergi menuju keruang makan. Disaat Shafira masuk keruangan makan, Leo yang sedang menikmati sarapan paginya, meliriknya sejenak. Lagi-lagi ia terpesona melihat Shafira mengenakan seragam sekolah dan kali ini Shafira menguncir rambutnya seperti ekor kuda. "Selamat pagi, kak." sapa Shafira tanpa senyuman sama sekali. "Duduk!" seru Leo. Shafira duduk di kursi yang biasa ia duduki ketika sarapan bersama Leo. "Hari ini kau akan satu mobil denganku ... aku akan mengantarmu ke sekolah!" kata Leo. "Memangnya mobil yang biasa mengantarku ke sekolah kenapa?" tanya Shafira. "Tidak kenapa-kenapa, hanya supirnya yang tidak bisa bekerja hari ini." sahut Leo. "Kenapa? Sakit?" tanya Shafira lagi. Leo hanya diam tak menjawab apa yang Shafira tanyakan lagi. Hal tersebut tentu saja membuat Shafira menggerutu kesal dan bahkan mengumpat Leo dalam hatinya. "Dasar pria dingin tidak berperasaan! Apa susahnya menjawab yang aku tanya!" gerutu Shafira dalam hatinya. Usai sarapan, Shafira dan Leo masuk ke dalam mobil. Reno dan supir pribadi Leo pun menyapa Leo dan juga Shafira. Lalu mobil mewah tersebut pun berjalan menuju ke sekolah Shafira terlebih dahulu sebelum berangkat ke kantor Leo. Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah, Leo dan Shafira tidak bicara apapun. Suasana di dalam mobil terasa angker bagi Reno dan supir pribadi Leo yang bolak-balik melirik keduanya dari kaca spion. "Ya Tuhan, mereka tidak bicara apapun ... hubungan apa ini sebenarnya? Bagaimanapun juga mereka baru saja menikah, walau pernikahan mereka hanya sebatas kontrak saja." gumam Reno dalam hatinya. Setibanya di depan pintu gerbang sekolah, Shafira bergegas turun dari mobil. "Terima kasih!" ucap Shafira kepada Leo. "Tunggu!" seru Leo menghentikan langkah Shafira yang hendak menutup pintu mobil. "Ambil ini!" kata Leo lagi memberikan beberapa lembar uang kepada Shafira. Awalnya Shafira hanya menatap uang tersebut, namun seketika Shafira memiliki niat lain di dalam pikirannya. Shafira mengambil uang tersebut dan sekali lagi mengucapkan terima kasih kepada Leo. Lalu ia menutup pintu mobil itu. Mobil Leo pun melaju dan tampak hilang disudut jalan. Shafira yang masih berdiri di depan pintu gerbang sekolahnya, kembali menatap lembaran uang tersebut. Ia menghitung setiap lembaran uang yang ada dalam genggamannya. "Se-seribu dolar!!!" seru Shafira gemetar lantaran baru pertama kalinya ia memegang uang sebanyak itu. Shafira masih tak percaya bahwa ia akan memiliki uang sebanyak itu. "Kalau aku hanya bolos sekali mungkin tidak masalah! Aku dengan dari Reno ... katanya ibu sudah keluar dari ruma sakit kemarin! Sebaiknya aku pulang kerumah untuk menjenguk ibu," gumam Shafira dalam hatinya. Shafira akhirnya memutuskan untuk bolos sekolah. Ia menghentikan sebua taksi dan minta diantarkan ke alamat rumah Yohana. Disudut jalan, tampak mobil mewah sedang berhenti. "Tuan, nona bolos sekolah!" kata Reno. "Ikuti dia!" perintah Leo tampak tenang duduk di kursi belakang. "Baik, tuan," sahut supir pribadinya. Setibanya dirumah, Shafira langsung masuk untuk menemui Yohana tanpa mengetahui bahwa Leo sedang berada di depan rumah kecil yang tampak sangat sederhana itu. "Ibu!" seru Shafira memanggil Yohana. Yohana yang sedang berbaring di tempat tidurnya lantas menyunggingkan senyuman licik ketika mendengar suara Shafira. "Mesin ATM-ku sudah kembali, hehehehe ...." ucap Yohana dalam hatinya. "Ibu disini, sayang!" sahut Yohana. Mendengar panggilan mesra dari Yohana membuat Shafira senang. Ia bergegas menemui Yohana di dalam kamar. "Kemarilah, nak! Ibu sangat merindukanmu!" ucap Yohana membuka kedua tangannya lebar-lebar untuk memeluk Shafira. Shafira sangat terharu lantaran merasa bahwa Yohana telah menyayangi dirinya seperti anak kandungnya sendiri. Shafira berlari dan mengejar Yohana lalu memeluknya dengan erat. "Ibu, aku tau suatu saat ibu pasti akan menyayangiku," ucap Shafira menangis bahagia. "Iya, sebenarnya sejak dulu ibu sudah menyayangimu, hanya saja ibu tidak ingin Vani cemburu makanya ibu tidak memperlihatkannya padamu," sahut Yohana berpura-pura. Shafira terus memeluk Yohana dengan perasaan bahagia dan terharu seakan ia tak ingin membiarkan Yohan melepaskan pelukannya lagi.  "Ibu, sungguh sudah sehat sekarang?" tanya Shafira. "Ya, setelah operasi aku tak perlu merasa khawatir lagi pada jantungku, tapi ...." "Tapi apa bu?" tanya Shafira lagi melihat raut waja Yohana tampak sedih. "Tapi ibu masih harus memikirkan semua hutang ibu dengan rentenir," sahut Yohana. "Bagaimana ibu harus mendapatkan uang, kata dokter ibu tidak boleh bekerja berat dan Vani juga tidak bekerja karena tubuhnya sangat lemah ... kau tau sendiri kan, kalau Vani itu sejak kecil sering sakit-sakitan!" kata Yohana. Shafira berpikir sejenak mengenai hutang yang dikatakan Yohana kepadanya. "Ibu punya hutang? Kapan? Kenapa aku tidak tau?" tanya Shafira. Yohana terdiam sejenak memikirkan cara untuk mengelabui Shafira demi mendapatkan keuntungan. "Eemm, sebenarnya hutang itu sudah cukup lama saat kau dan Vani masih kecil! Vani sakit-sakitan dan perlu biaya untuk berobat makanya ibu meminjam uang bunga kepada rentenir dan sampai sekarang hutang itu belum lunas." kata Yohana. "Memangnya berapa hutang ibu dengan rentenir itu?" tanya Shafira. "Jika ditotalkan dengan semua bunganya ... maka jumlahnya sekitar 2000 dolar!" kata Yohana. Yohana menatap wajah polos Shafira sembari bergumam dalam hatinya. "Hehehe, aku tau pasti pria tua yang menjadikanmu simpanannya sangat kaya raya ... kau pasti akan memberikan lebih dari yang aku bilang tadi!"  Lalu Shafira merogoh tas punggungnya dan ia mengambil uang yang diberikan Leo kepadanya. "Ibu, aku memiliki uang tapi tidak sebanyak yang ibu perlukan." kata Shafira memperlihatkan uang tersebut di depan mata Yohana. Yohana yang begitu menggilai uang, tentu saja sangat bersemangat dan ingin sekali cepat-cepat merampas uang tersebut dari tangan Shafira. "Tadi aku ...." "Tidak apa-apa, Shafira! Berapapun itu ibu akan menerimanya dan akan membayarkan hutang ibu pada rentenir itu!" seru Yohana seolah tak sabar mengambilnya. Tanpa ada perasaan ragu sedikitpun, Shafira memberikan semua uang miliknya kepada Yohana. "Ini untuk ibu ...." ucap Shafira. Dengan sifat serakahnya, Yohana mengambil uang tersebut lalu menghitungnya. Tak lama ia kembali menatap Shafira yang duduk dihadapannya. "Cih, masih kurang!" ucap Yohana. "I-iya, ibu ... aku hanya memiliki segitu," sahut Shafira. "Aaaah, dimana aku akan mendapatkan sisanya ... aku benar-benar susah memikirkan hal ini! Gara-gara memikirkan hutang itu, ibu bahkan tidak bisa tidur nyenyak." kata Yohana. Shafira merasa kasihan kepada Yohana. Ia menganggap Yohana benar-benar dalam kesusahan untuk melunasi semua hutangnya kepada rentenir. "I-bu tenang saja, jangan sampai seperti itu! Aku akan mencoba untuk mencari sisanya nanti, mungkin aku akan mencari pekerjaan dan gajinya akan aku berikan pada ibu untuk membayar semua hutang ibu pada rentenir itu." kata Shafira benar-benar mudah untuk diperdaya Yohana. "Baiklah, sayang ... kau benar-benar anak yang baik." ucap Yohana kembali memeluk Shafira seolah-olah ingin memberikan kasih sayang palsunya kepada Shafira. Vani baru saja kembali setelah membeli bubur untuk Yohana. Ia kesal melihat Shafira berada di dalam pelukan Yohana. Ia melemparkan bubur yang masih panas itu ke punggung belakang Shafira. "Aaaahhh, panas!!!" pekik Shafira hingga suara pekikannya itu terdengar sampai ke telinga Leo. Leo bergegas turun dari mobilnya dan ingin melihat apa yang terjadi terhadap Shafira.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN