Chapter 10

1039 Kata
"Hm," jawab Davin cuek. "Mama lo kemana?" Tanya Reina yang sedari tadi melihat rumah besar itu tengah sepi. "Keluar," jawab Davin masih sibuk menulis. "Art lo juga?" Davin hanya mengangguk pandangannya masih tak mau lepas dari buku paket itu. "Papa lo kemana? kok sejak gue kesini nggak pernah ketemu papa lo?" Tanya Reina lagi. Davin tetap tak menoleh dia sibuk menyalin. "Keluar kota urusan kerja," jawabnya. Reina hanya mengangguk tanda mengerti setelah itu dia berkicau lagi, "Vin," panggil Reina kembali. "Hm," "Ck, dari tadi ham hem ham hem aja sih. Sakit gigi ya?" tanya Reina spontan. Davin tak berniat menjawab ucapan gadis itu dia masih sibuk dengan tugasnya. "Vin," lagi dan lagi Reina memanggil Davin. "Apa?" kali ini cowok itu menjawab dengan sebuah kata, namun di iringi dengan nada dingin dari mulutnya. "Lo sepupunya Rama?" tanya Reina sambil menatap wajah cowok itu. Davin menatap gadis di depannya sekilas, mengangguk sebentar kemudian melanjutkan kegiatan menyalin tugas. "Gue baru tau kalau Rama punya sepupu yang mirip daratan kutub," ejek Reina spontan dan tertawa lepas. Davin tak bergeming membiarkan Reina menertawakan hal yang dia buat sendiri. Dia juga tidak menanyakan soal hubungan gadis itu dengan Rama. Buat Davin itu tak penting walaupun terbesit keingintahuan sedikit di hatinya. "Vin." Reina sudah berhenti dari tawanya kemudian mulai berkicau yang membuat Davin kesal sekarang. Davin mendengus sebal, "Apa sih?" "Lo nggak ada niat buat ngambilin gue minum atau cemilan gitu. Tenggorokan gue kekeringan dan perut gue sekarang lagi acara drumband di dalam," rengek Reina. Davin menatap Reina sebentar kemudian beranjak dari duduknya. Pergi menuju dapur di lantai dasar, meninggalkan Reina yang masih tersenyum melihat wajah Davin yang kesal akan tingkah dirinya. Memang begini Reina jika sudah kelaparan. Resek. Davin kembali dengan membawa nampan berisi dua gelas jus berwarna orange dan bermacam cemilan yang terletak didalam toples. "Nih jus jeruk sama cemilan," ucap Davin sambil meletakan nampan itu di meja yang kosong dari buku-buku. "Lo resek kalau lagi laper!" timpal Davin lagi yang di balas cengiran oleh Reina. Davin kembali ke posisi awalnya. Mengerjakan tugas yang harus dia selesaikan. Sedangkan Reina sibuk dengan cemilan yang sudah beralih kepangkuannya. Davin yang meliriknya hanya tersenyum tipis yang tak di ketahui gadis itu. Suasana menjadi hening beberapa lama. "Nih, coba lo cek," ucap Davin sambil menyodorkan buku catatannya yang sudah berisikan jawaban atas soal yang sedari tadi dia kerjakan. "Ini yang halaman 156 tadi kan?" Davin mengangguk. Reina membaca satu persatu soal dan jawabannya yang sudah di tulis Davin disana. 15 menit sudah Reina mengecek semua jawaban Davin. Gadis itu tersenyum puas saat mengetahui cowok itu bisa mengerjakan tugasnya. "Lumayan. Lo uda bisa ngerjain 16 yang benar dari 20 soal yang ada di buku itu. Goodboy," ucap Reina sambil tersenyum pada cowok itu. Davin hanya tersenyum tipis melihat keberhasilannya. ya walaupun butuh waktu satu setengah jam untuk mengerjakan 20 soal yang penuh dengan kata-kata yang membosankan. "Ternyata lo nggak otak udang amat kok Vin," ucap Reina sambil terkekeh pelan. Davin menatap gadis di depanya dengan tatap horror masalahnya belum ada seorang pun gadis yang berani mengatainya seperti yang di lontarkan Reina, kecuali gadis masa lalunya. Kebanyakan gadis yang di temuinya selalu memujinya bukan mengatainya seperti yang di lakukan Reina barusan. Sadar dengan tatapan Davin yang horror. Reina cengengesan melihat cowok di depannya yang tengah memandanginya dengan tatapan tak suka. "Becanda Davin, baperan deh lo," ucap Reina sambil tersenyum lebar. Cowok itu hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Vin ini udah selesaikan. Anterin gue balik ya udah sore. Bunda pasti nyariin," ucap Reina. Cowok itu hanya menggangguk kemudian berlalu dari depan Reina dan mengambil jaketnya di kamar. Tak berapa lama Davin keluar dengan jaket levis yang sudah dia kenakan. "Ayo!" ajaknya kepada Reina. Gadis itu mengangguk dan mulai melangkahkan kakinya pergi meninggalkan ruang keluarga di lantai dua. Sampai di pelataran depan Reina segera mengikuti Davin untuk naik keatas motor. Tak berselang lama motor itu sudah berlalu dari pelataran rumah besar Davin. Tak butuh waktu lama sekitar 5 menit Davin sudah sampai di depan pagar rumah gadis yang dia bonceng. Reina turun dan menatap cowok yang di depannya. "Thanks Vin. Lo gak mau mampir dulu nih? Gue mumpung baik loh hari ini." Davin menggeleng pelan. "Gue balik." ucapnya singkat dan segera menstrater motornya pergi meninggalkan Reina. Gadis itu memandang punggung kokoh Davin yang mulai hilang dari pandangan. Tak ingin berlama-lama mematung dia akhirnya masuk ke pelataran rumahnya. *** Jam menunjukan pukul 19.20. Pintu rumah besar bercat putih dengan nuansa klasik pun terketuk beberapa kali. Aruni yang tengah bersantai di ruang keluarga di lantai dasar pun kaget. Dia berjalan menuju pintu depan untuk membukakan pintu. Aruni membuka pintu dan mendapati Rama yang tengah berdiri dihadapannya. "Assalamualaikum, ma," ucap Rama sambil menyalami punggung tangan wanita itu. "Waalaikumsalam, Rama. sama siapa kesini?" Tanya Aruni. Rama tersenyum lebar sehingga menampilkan lesung pipi yang dia punya, "Sendiri, ma," "Yaudah ayo masuk," ajak Aruni pada cowok itu. "Ma, Davinnya ada?" tanya Rama saat mereka berdua sudah berada di ruang tamu. "Ada di kamarnya, kamu mau ketemu dia? Susul aja keatas," Rama mengangguk, "Rama ke atas dulu, ma," Pamit cowok itu meninggalkan Aruni. Aruni hanya mengangguk pelan melihat keponakannya itu. Iya, Rama memanggil Aruni dengan sebutan mama layaknya seorang anak kepada ibunya. Aruni tak keberatan dengan hal itu justru dia senang. Memang keponakan yang sangat dekat dengannya adalah Rama, di tambah lagi usia Rama dan kedua anak Aruni seumuran. Rama sampai di depan pintu kamar Davin. Namun sebelum mengetuk pintu kamar cowok jutek bin dingin itu. Mata elang Rama tak sengaja melirik kearah kamar di pojokan ruangan. Dia menghelai nafas panjang sambil memejamkan matanya sebentar. Tatapannya berubah sendu saat melihat pintu kamar bercat abu-abu dengan tulisan nama seorang cowok yang tertera disana. pintu kamar yang mengahadap kearahnya. 'Gue kangen lo Dhan'. Gumam Rama dalam hati. Dia kembali menarik nafasnya panjang dan mengetuk pintu kamar Davin. Namun tak ada jawaban dari dalam. Berkali-kali Rama mengetuk namun tetap sama. Davin tak membukakan pintunya. Rama akhirnya memutar knop pintu perlahan ternyata tidak di kunci. Rama masuk kamar yang bernuansa putih abu-abu itu. Cowok itu mencari keberadaan Davin disana. Sampai pandangannya menemui seorang yang dia cari tengah duduk di balkon kamarnya sambil mengepulakan asap rokok yang dia hisap. Davin menoleh sebentar saat mendengar deheman kecil dari Rama. Lalu kembali menatap lurus ke atas langit.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN